Belajar Tanpa Henti ala Maurizio Sarri

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Belajar Tanpa Henti ala Maurizio Sarri

SSC Napoli bukanlah kesebelasan kemarin sore di Serie A. Meski dalam 20 tahun terakhir sempat enam kali berada di Serie B, kesebelasan berjuluk Partenopei ini telah menjelma menjadi salah satu kesebelasan kuat di Italia beberapa tahun belakangan.

Dalam lima musim terakhir, Napoli tak pernah mengakhiri musim di bawah peringkat lima. Bahkan pada musim 2012/2013, kesebelasan yang bermarkas di Stadion San Paolo ini finish di urutan dua klasemen, terpaut sembilan poin dari Si Nyonya Tua, Juventus.

Kembali ke Serie A sejak musim 2007/2008, Napoli memang telah kembali menjadi salah satu kesebelasan elit. Tak hanya di liga domestik, trofi Europa League pun menjadi kompetisi lain yang mereka incar. Maka ketika Walter Mazzari, pelatih yang menangani Napoli pada periode 2009 hingga 2013, dianggap gagal mewujudkan impian tersebut, pelatih berpengalaman asal Spanyol, Rafael Benitez, pun ditunjuk sejak awal musim 2013/2014.

Namun pelatih yang pernah sukses di kompetisi Eropa bersama Valencia, Liverpool, dan Chelsea ini pun gagal memberikan prestasi bagi Napoli di Europa League. Satu trofi Coppa Italia dan satu trofi Super Italia pun menjadi trofi yang bisa diberikan Benitez bagi Napoli sebelum akhirnya ia hengkang ke Real Madrid.

Saat kursi kepelatihan Napoli kosong, beberapa pelatih berpengalaman ini pun digosipkan menjadi pelatih Napoli berikutnya. Dimulai dari Unai Emery yang sukses bersama Sevilla, Vincenzo Montella yang didepak Fiorentina, hingga Sinisa Mihajlovic yang sukses bersama Sampdoria.

Pelatih-pelatih tersebut rasanya cocok dan bisa memberikan prestasi bagi Napoli. Namun ternyata, manajemen tak memilih salah satu dari ketiganya sebagai pelatih baru Napoli. Karena pilihan manajemen Napoli jatuh pada seorang pelatih yang tak berpengalaman di kompetisi Eropa, Maurizio Sarri.

Perjalanan karier Sarri ke Napoli

Maurizio Sarri? Who? Bagi yang tak mengikuti sepakbola Italia namanya pasti terdengar asing. Wajar saja, meski telah berkecimpung di dunia sepakbola sejak 1990, ia bukanlah seorang legenda di Italia. Pelatih kelahiran 10 Januari 1959 ini pun tak menjalani karier sebagai pesepakbola sebelum menjadi pelatih layaknya pelatih kebanyakan.

Napoli adalah kesebelasan ke-18 yang ia latih sepanjang karirnya. Sebelum menangani Empoli, kesebelasan yang mengantarkannya ke Napoli, ia hanya melatih sejumlah kesebelasan divisi bawah dalam piramida sepakbola Italia.

Pada 2005, untuk pertama kalinya ia menangani kesebelasan Serie B, Delfino Pescara. Pescara sendiri merupakan ke-8 dalam karirnya. Setelah gagal bersama Pescara, delapan kesebelasan Serie B dan Serie C1 secara bergantian menggunakan jasanya di mana ia tak pernah bertahan lebih dari satu musim.

Empoli menunjuk Sarri pada awal musim 2012/2013. Pada musim perdananya bersama kesebelasan yang bermarkas di Stadion Carlo Castellani ini, ia terpilih menjadi pelatih Serie B terbaik setelah mengantarkan Empoli duduk di peringkat empat, kalah di babak play-off oleh Livorno.

Tiket promosi baru diraih pada musim keduanya bersama Empoli di mana saat itu finish di urutan kedua. Empoli pun kembali ke Serie A setelah berkutat selama enam musim di Serie B, yang mana ini artinya, Sarri untuk pertama kalinya melatih kesebelasan Serie A setelah 24 tahun berkarir sebagai pelatih.

Meski Empoli hanya mampu finish di urutan ke-15, penampilan kesebelasan berjuluk Azzurri ini dianggap tampil mengesankan sepanjang musim. Apalagi jika melihat skuat Empoli yang tak memiliki pemain bintang, melainkan dihuni oleh sejumlah pemain muda.

Dalam skuatnya, Sarri mengandalkan pemain muda macam Daniele Rugani, Elseid Hysaj, Matias Vecino, Ricardo Saponara, Luigi Sape, Mario Rui, dan Simone Verdi. Para pemain muda ini dikombinasikan dengan pemain senior macam Mirko Valdifiori, Daniele Croce, dan Massimmo Maccarone.

Skuat Empoli saat masih ditangani Sarri (via: sportsmole.co.uk)

Dengan seperti itu, hasilnya cukup lumayan. Dari 38 pertandingan, hampir setengahnya berakhir dengan hasil imbang, sebanyak 18 kali. Kesebelasan besar pun cukup kesulitan menaklukkan Empoli. AC Milan dua kali ditahan imbang. Napoli, Inter Milan, AS Roma, dan Fiorentina, masing-masing satu kali ditahan imbang. Sementara Lazio dan Napoli adalah dua kesebelasan yang pernah dikalahkan skuat asuhan Sarri pada musim ini.

Namun Napoli tentunya tak menilai Sarri hanya dengan hasil positifnya yang ia raih saat menghadapi kesebelasan besar. Karenanya sebenarnya, Sarri adalah seseorang yang benar-benar mempelajari taktik sepakbola untuk menjadi juru taktik seperti yang ia cita-citakan.

Tak Kenal Lelah Belajar

Terdapat sebuah ironi saat Napoli memutuskan untuk menggaet Sarri sebagai pelatih anyar mereka. Sebelumnya, Sarri merupakan pelatih dengan gaji terkecil di Serie A, 300 ribu euro per tahun. Sementara jumlah tersebut merupakan hanya 9% dari gaji yang didapatkan Rafael Benitez, pelatih dengan gaji tertinggi Serie A musim 2014/2015.

Sarri memang tak memedulikan popularitas ketika memutuskan dirinya sebagai pelatih. Bahkan bisa dibilang, ia merupakan pelatih yang bersahaja. Gayanya saat melatih tak menggunakan jas mahal seperti kebanyakan pelatih Italia, ia hanya menggunakan polo shirt dengan celana training yang dilengkapi sepatu olahraga.

Padahal sebelum menjadi pelatih sepakbola, Sarri sempat menjadi seorang bankir. Saat muda, ia selalu mengenakan seragam formal dan telah melakukan transaksi dengan biaya besar di sejumlah negara Eropa. Namun hal tersebut tak membuatnya besar kepala dan berpuas diri.

Menurut situs football-italia, saat menjadi bankir, Sarri sebenarnya tak memiliki latar belakang pendidikan yang berhubungan langsung dengan dunia ekonomi. Namun ia belajar secara mandiri untuk mempelajari bidang ekonomi yang kemudian mengantarkannya menjadi seorang bankir handal.

Inilah yang juga menjadi landasan pikirannya saat ia berencana untuk berkecimpung dalam dunia sepakbola. Menurutnya, menjadi pelatih bisa dipelajari selama bersungguh-sungguh belajar dan memiliki keinginan kuat untuk mewujudkan apa yang diinginkan.

"Orang tua saya berasal dari kelas pekerja, yang tentunya berpengaruh pada kehidupan saya," ujar Sarri seperti yang dilansir ItalianFootballdaily. "Empoli membayar saya untuk sesuatu yang tak lagi membuat saya sibuk di malam hari. Saya sangat beruntung."

Kegigihan Sarri pun diperlihatkan dengan perjalanan kariernya selama ini. Meski hanya melatih sejumlah kesebelasan kecil dan tak bergaji tinggi, ia tetap tekun mempelajari taktik dan strategi untuk meningkatkan kualitas dirinya.

Bahkan kabarnya, untuk menghadapi sebuah pertandingan, kini Sarri rela menghabiskan waktu selama 13 jam untuk mempelajari dan mencari kelemahan taktik lawan. Baginya, persiapan adalah hal terpenting dalam sebuah pertandingan.

Apa yang ditunjukkan Empoli pada musim lalu pun menjadi bukti. Sarri disebut-sebut memiliki bermacam skema saat Empoli mendapatkan servis bola mati. Tak sedikit yang kemudian menjulukinya Mister 33 karena banyak yang menyebutkan bahwa Sarri tengah mempelajari dan mematangkan 33 skema bola mati, sepak pojok dan tendangan bebas.

Situs statistik Whoscored mencatatkan bahwa 14 gol telah dicetak Empoli lewat bola mati, yang merupakan terbanyak keempat di Serie A. 10 di antaranya berasal dari sepak pojok. Tiga gol berasal dari tendangan bebas. Sementara satu lainnya berawal dari skema lemparan ke dalam.

Salah satu skema corner Empoli di bawah asuhan Sarri (via: football-italia.net)

Salah satu kelemahan atau hal yang bisa menjadi bumerang bagi Sarri adalah prinsipnya yang tak terlalu mengincar kemenangan. Baginya, melihat kesebelasan yang ia pimpin bermain dengan indah sudah menjadi nilai lebih dan kepuasan tersendiri.

"Kami telah bekerja sama selama tiga tahun, sehingga kami memiliki identitas. Meskipun kami berakhir sebagai kesebelasan juru kunci, kami harus memainkan filosofi bermain kita sendiri," ujar Sarri saat mengomentari kekalahan 2-0 atas Juventus.

Empoli memang tak pernah bermain bertahan total untuk mengamankan kemenangan. Justru sebaliknya, Sarri selalu ingin Empoli menguasai jalannya pertandingan dan melancarkan serangan sesering mungkin.

Rataan penguasaan bola Empoli sendiri mencapai 52.5% yang merupakan tertinggi ke-7 di Serie A 2014/2015. Jumlah umpan pendek per pertandingan Empoli per pertandingan pun merupakan tertinggi ke-6 dengan 435 kali, tingkat akurasi mencapai 80%. Catatan ini cukup menunjukkan bahwa Empoli di bawah asuhan Sarri bermain layaknya kesebelasan besar di Italia.

***

Dengan penampilan yang ditunjukkan Empoli bersama Sarri, Napoli punya potensi semakin berkembang bersama Sarri. Tapi melihat pengalamannya yang belum pernah menukangi klub besar, tampaknya akan menjadi tugas berat bagi Sarri untuk meraih kejayaan bersama Napoli dalam waktu dekat.


Catatan editor: Meski sampai saat ini (2017) ia belum sekalipun memberikan trofi untuk Napoli, kini Napoli menjadi kesebelasan yang diperhitungkan baik di Serie A maupun di Liga Champions. Permainan menghibur, diikuti dengan kemenangan demi kemenangan, menjadi nilai plus permainan Napoli asuhan Sarri. Kini tinggal trofi bergengsi yang bisa menyempurnakan hasil belajar tanpa hentinya.


foto: zimbio.com

Komentar