Kepemilikan Pihak Ketiga Tak Membuat Klub Jadi Kaya Raya

Cerita

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Kepemilikan Pihak Ketiga Tak Membuat Klub Jadi Kaya Raya

Salah satu dampak buruk dari kepemilikan pemain oleh pihak ketiga atau third-party ownership (TPO) adalah ketergantungan yang begitu besar kepada investor. Ini yang menjadi awal mula industri Liga Brasil yang tengah menghadapi krisis. Ketergantungan terhadap investor membuat kesebelasan tak meraup untung sebesar yang terlihat di media.

Pesepakbola adalah Orang-Orang Pilihan

Akan jauh lebih sulit bagi Anda untuk berkompetisi di Eropa jika Anda seorang Brasil. Di Brasil, hampir semua anak, khususnya dari perkampungan kumuh (favela) yang ingin mengubah nasib menjadi lebih baik.

Sayangnya, mayoritas dari mereka dibekali bakat hebat yang tak jauh berbeda. Pemain-pemain macam Pele, Roberto Carlos, Ronaldinho, hingga Neymar, bukanlah anak dari lingkungan kumuh yang secara tiba-tiba direkrut kesebelasan besar lalu menjadi bintang. Mereka adalah bagian dari bakat-bakat hebat di Brasil yang “beruntung”.

Sulit bagi anak-anak di Brasil untuk sekadar bertanding di Serie-A Brasilliero, kompetisi tertinggi di Brasil. Terlalu banyak saingan yang harus mereka taklukan. Ini yang membuat banyak pesepakbola Brasil bekerja di hampir semua penjuru dunia, mulai dari Afrika, hingga Asia. Tentu, keinginan utama mereka tidaklah bermain di Jepang, tetapi di Manchester United, misalnya.

TPO Sebagai Agen


Sumber gambar: dailymail.co.uk

Ketimbang direkrut oleh pemandu bakat dari sebuah kesebelasan, barangkali potensi muda di Brasil lebih senang jika bakat mereka diendus oleh pemandu bakat dari investor TPO. Sebagai perusahaan yang berorientasi pada keuntungan, tak mungkin investor TPO menyia-nyiakan pemain yang sudah susah payah mereka rekrut. TPO akan sebisa mungkin menjual pemain tersebut ke kesebelasan yang mampu menyediakan dana sebesar-besarnya.

Masa depan pemain pun lebih terjaga karena jika hak ekonomi masih sepenuhnya dimiliki oleh investor, maka mereka pasti akan pindah dari satu kesebelasan ke kesebelasan lain. Kepastian ini yang membuat investor TPO sebagai agen menguntungkan bagi pemain. Kerugiannya adalah pemain tidak bisa menentukan jalan hidupnya, ke mana ia akan berlabuh. Kecuali ada kesebelasan yang mau membeli sahamnya dari investor TPO.

Status Pemain Sebagai Pinjaman

Dampak dari TPO sebagai agen adalah kesebelasan yang harus membeli saham sang pemain sepenuhnya dari TPO. Jika kesebelasan tak memiliki uang yang cukup, biasanya TPO memberi keringanan dengan “meminjamkan” pemain tersebut dengan jangka waktu tertentu. Ini merupakan bentuk kepemilikan pemain pihak ketiga paling mutlak yang pada praktiknya sering terjadi pada kesebelasan kecil, atau yang terlalu banyak utang.

Sementara bagi kesebelasan besar, mereka biasanya membeli sampai 80% kepemilikan hak pemain. Namun, investor kerap menambahkan klausul untuk tidak menghalangi pemain pindah andai ada kesebelasan lain yang tertarik.

Dari sini terkesan bahwa kesebelasan amat dirugikan. Faktanya, pembelian hak pemain tidak lebih mahal dari hasil nilai transfer yang kesebelasan dapatkan. Pun sebaliknya. Penjualan 10% hak ekonomi pemain tidak lebih besar dari 10% hak ekonomi pemain dari nilai transfer.

Berdasarkan liputan Goal, sekitar 90% pesepakbola Brasil terkait dengan TPO. Contohnya saja 10 pemain Corinthians yang merebut gelar juara Piala Dunia Antarklub 2012 adalah bagian dari TPO.

Nilai Transfer

Sporting Lisbon kecolongan kala Marcos Rojo pindah ke Manchester United. Padahal, tenaga Rojo masih dibutuhkan. Bahkan, Presiden Sporting, Bruno de Carvalho, menegaskan bahwa kepindahan Rojo ke United bukan atas persetujuan dirinya.

Penolakan kepindahan Rojo tersebut berbuah ancaman dari investor tempat Rojo bernaung. Mereka mengancam Rojo akan membuat kekacauan. Ancaman tersebut memang nyata. Rojo menolak berlatih sebagai bentuk protes agar ia bisa pindah ke Old Trafford.

Rojo pun akhirnya pindah ke United dengan nilai 16 juta pounds. Nyatanya, Sporting hanya kebagian empat juta pounds atau 25 persen dari total nilai transfer. 75 persen lainnya dipercaya masuk ke kantong Doyen sebagai investor.

Dari sini barangkali Anda sudah bisa mengambil simpulan mengapa banyak pemain yang dijual mahal dari FC Porto, tapi kesebelasan tersebut tidak kaya-kaya. Ukurannya ambil dari daftar 25 kesebelasan paling berharga berdasarkan peringkat Forbes. Sejak 2007, FC Porto tidak pernah masuk dalam daftar. Ini karena proses transfer tersebut tidak melulu seperti enam langkah terjadinya transfer.

Jangan heran pula mengapa kesebelasan Liga Inggris selalu membayar mahal bagi kesebelasan di Liga Portugal. Jawabannya tidak melulu karena pemain tersebut layak dihargai mahal, tapi sebagai tebusan untuk mendapatkan 100 persen kepemilikan pemain.

Komentar