6 Alasan Kenapa Anda Masih Harus Menonton Sepakbola Indonesia di Stadion

Editorial

by Aqwam Fiazmi Hanifan

Aqwam Fiazmi Hanifan

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

6 Alasan Kenapa Anda Masih Harus Menonton Sepakbola Indonesia di Stadion

Sebagai penggemar sepakbola, tak afdol rasanya jika kita rajin menyimak pertandingan klub-klub Eropa tapi lupa keberadaan liga lokal di negeri ini. Di luar problem-problem laten sepakbola Indonesia, datang ke stadion menonton sepakbola lokal sesungguhnya menawarkan banyak hal yang tak akan didapatkan jika hanya menonton liga Eropa melalui layar kaca.

Tentu saja bisa agak dipahami jika banyak orang yang enggan datang ke stadion untuk menyaksikan liga lokal. Prestasi yang jeblok, berita negatif tentang kekerasan suporter, federasi yang berantakan, jadwal yang acak-acakan dan gampang berubah, pengaturan skor, permainan tiket yang memusingkan, hingga fasilitas stadion dan akses jalan yang sulit menjadi alasan kenapa banyak penggila bola yang enggan datang ke stadion.

Tapi percayalah, tidak ada ruginya datang ke stadion untuk menonton liga domestik di kota sendiri. Bagaimana dengan resikonya? Memangnya tidak ada resiko jika melakukan aktivitas lain? Musibah, sih, bisa datang kapan saja dan di mana saja, di stadion atau di mana pun.

Yang pasti, sepakbola Indonesia masih menawarkan pesona yang bahkan bisa membuat kagum para penggila di Eropa sekali pun. Bahkan Beckenbauer pun terheran-heran kenapa ada negeri yang prestasinya busuk, tapi rakyatnya begitu tergila-gila dengan sepakbola. Kalau tidak salah, Anthony Sutton, seorang Londoners yang merupakan fans Arsenal sejak kecil, dan kini aktif mengamati sepakbola Asia Tenggara, pernah mengatakan: sepakbola Indonesia masih murni, seperti sepakbola Inggris yang dikenalnya semasa kecil dulu.

Berikut enam alasan versi kami kenapa anda perlu dan wajib mencicipi rasanya menonton sepakbola Indonesia langsung di stadion.

1. Pengantar Memahami Indonesia Melalui Sepakbola

Sepakbola adalah cerminan sebuah bangsa, itu kata Franz Beckenbauer. Sepakbola memang melekat dengan budaya masyarakat itu sendiri. Bagaimana budaya orang Italia yang identik sebagai bangsa licik tercermin dalam “furbizia” yang identik dengan pemain-pemain Italia yang gemar berakting dan diving di tengah lapang. Ataupun masyarakat Brazil yang biasa bersenang-senang dalam karnaval tergambarkan dalam “jogo bonito” sepakbola menari-nari yang indah.

Itu dari sisi permainan. Dalam soal budaya kultur tribun juga terjadi demikian. Hadir ke stadion akan membuat anda tahu bagaimana kebudayaan hadir dengan kasat mata. Tertibnya pendukung Liga Jerman yang boleh meneguk bir di dalam stadion jadi penegas bahwa budaya disiplin yang terperam dalam budaya mereka teraplikasikan di stadion. Beda, misalkan, dengan supporter Italia yang gemar ribut dan berlaku rasis di dalam stadion, sepakbola Italia memang carut marut seperti kondisi negara mereka yang berada di level terbawah negara-negara maju di Eropa.

Dengan datang ke stadion-stadion lokal anda akan mengenal karakter dan budaya masyarakat Indonesia, terutama hal-hal negatif. Mulai dari enggan membayar tiket, jika sudah punya tiket pun enggan berbaris mengantri, tawuran, yel-yel rasis, kepengelolaan panpel yang tak becus, aparat yang cenderung represif dan malah menjadi bagian dari persoalan dengan memasukkan penonton tanpa tiket, tingkah laku pemain yang tak profesional, dan politisasi yang kental terjadi saat pertandingan digelar.

Jika anda paham bahwa Indonesia bermasalah dengan cara menegakkan aturan, simaklah absurditas ini: penonton dilarang membawa minuman dalam botol, makanya biasanya dirazia di pintu gerbang dan air harus dipindahkan ke dalam plastik. Lucunya: di dalam stadion para pedagang asongan bebas berkeliaran menawarkan minuman-minuman dalam botol.

Pada hakikatnya, dengan datang ke stadion menonton pertandingan liga Indonesia, anda bisa melihat garis besar kebobrokan bangsa ini.

Selanjutnya: 2. Melihat Taktik dari Sudut Pandang Berbeda

Komentar