Pesepakbola Indonesia, Belajarlah Pada Serikat Buruh!

Editorial

by redaksi

Pesepakbola Indonesia, Belajarlah Pada Serikat Buruh!

Saat para buruh bisa memblokade jalan tol, para pemain sepakbola Indonesia hanya sanggup mengenakan t-shirt "deritamu deritaku juga" dan berjongkok di awal laga.

Ada kontras yang kelewat telanjang saat melihat bagaimana para buruh dan para pemain sepakbola Indonesia memperjuangkan kepentingannya. Pasca reformasi 1998, gerakan buruh memperlihatkan gejala kebangkitan yang cukup mengagumkan. Mereka secara berkala mampu mendesakkan agenda-agenda perubahan yang berkaitan langsung dengan hajat hidup kelas buruh. Atas desakan para buruh pula 1 Mei kini menjadi hari libur nasional.

Bandingkan dengan para pemain sepakbola Indonesia. Sudah tidak terbilang cerita para pemain yang ditunggak gajinya secara semena-mena oleh klub. Akan terlalu panjang daftarnya jika di sini ditampilkan klub mana saja yang punya catatan buruk terkait soal upah ini. Bukan cerita langka kita mendengar pemain yang harus bertahan hidup dengan cara-cara yang jauh dari lapangan hijau. Bahkan sepakbola Indonesia pernah "membunuh" Diego Mendieta yang meninggal dalam keadaan terlunta-lunta karena gajinya ditunggak.

Dan untuk berbagai cerita tidak menyenangkan itu, asosiasi pemain sepakbola di Indonesia pernah hanya melakukan aksi protes dengan mengenakan kaos bertuliskan "deritamu deritaku juga" dan jongkok pada menit pertama pertandingan. Belakangan, beberapa pemain berani mengajukan tuntutan kepada otoritas sepakbola.

Bandingkan dengan, misalnya, asosiasi pemain di Liga Spanyol atau Liga Italia yang pernah beberapa kali menggelar aksi mogok main. Aksi mogok main selalu menjadi tindakan sangat efektif yang memaksa otoritas sepakbola setempat untuk duduk bersama dengan pemain dan klub guna mencari solusi.

Tidak semua pemain bisa mengambil tindakan seperti yang diambil Bambang Pamungkas, yang memutuskan untuk tidak bermain selama masalah tunggakan gajinya diselesaikan. Lagipula, betapa pun Bepe punya pengaruh di media, tindakan Bepe itu tidak mampu dikonversi menjadi sebuah gerakan massif oleh asosiasi pemain.

Tindakan orang per orang tidak akan pernah menjadi sebuah gerakan. Ada beda yang jelas antara "gerakan" dengan "gerak-gerik"

Pemain sepakbola di Indonesia agaknya salah satu yang terhitung lambat memahami hak-haknya sebagai sebuah profesi. Seakan menganggap dirinya bukan sebagai pekerja yang sangat punya hak untuk menuntut hak, sama seperti pekerja pabrik di Cikarang atau pekerja garmen di Rancaekek atau pekerja di bilangan Sudirman-Thamrin di Jakarta.

Para pemain sepakbola adalah buruh. Dan, hei... kalian bisa belajar pada serikat-serikat buruh di Indonesia!



(zenRS)


foto: TEMPO/Agung Pambudhy

Komentar