Jorge Videla, Diktator Argentina Sumber Kekalahan Belanda

Klasik

by redaksi

Jorge Videla, Diktator Argentina Sumber Kekalahan Belanda

Laga semi-final pada Piala Dunia kali ini mempertemukan dua tim favorit juara, yaitu Argentina dan Belanda. Argentina berhasil melenggang ke semi-final setelah memuncaki klasemen grup F, lalu mengalahkan Swiss dan Belgia di babak eliminasi. Sedangkan Belanda berada di peringkat teratas grup B, lalu mengalahkan Meksiko dan Kostarika sebelum berada di empat besar.

Argentina dan Belanda tercatat telah bertemu sebanyak 8 kali. Dari delapan pertemuan itu, Belanda berhasil memenangi 4 kali, sedangkan Argentina baru sekali mengalahkan Belanda.

Satu-satunya kemenangan Argentina atas Belanda itu terjadi pada final Piala Dunia 1978. Namun kemenangan ini dipenuhi dengan berbagai kontroversi. Dimulai dari tuduhan penggunaan doping pada para pemain Belanda, hingga yang paling fenomenal adalah turut campurnya diktator Argentina, Jendral Jorge Videla, untuk memuluskan langkah Argentina menjuarai Piala Dunia di ‘rumahnya sendiri’.

Peran Videla pada kompetisi Piala Dunia 1978 memang sangat besar. Itu terlihat kala pada fase grup kedua, di mana Brasil yang berada di posisi puncak merasa percaya diri bisa  melenggang ke babak final setelah mengandaskan Polandia 3-1. Ditambah lagi pesaingnya, Argentina akan menghadapi Peru yang tampil cukup baik sepanjang turnamen pada pertandingan terakhirnya. Argentina harus menang minimal 4-0 jika ingin menyodok ke peringkat pertama.

Namun ternyata Argentina mampu membabat habis Peru dengan skor telak, 6-0. Hal inilah yang kemudian  memunculkan tuduhan suap, intimidasi dan lain-lain. Ada kabar menyebutkan bahwa saat jeda babak pertama, saat skor masih 2-0, Videla dan rekannya, Henry Kissinger masuk ke ruang ganti tim Peru. Kabarnya kiper Peru yang merupakan pemain kelahiran Argentina, Ramon Quiroga, ikut terlibat dalam skandal ini.

Begitu pun dengan laga final antara Argentina dan Belanda. Belanda dituduh menggunakan doping serta mendapatkan ancaman sebelum final digelar. Walaupun semuanya tak terbukti, tapi tetap saja Belanda yang dihuni banyak pemain bertalenta ini harus kalah dan merelakan Argentina mengangkat trofi Piala Dunia untuk pertama kalinya.

Selain itu, Johan Cruyff secara mengejutkan pensiun sebelum Piala Dunia 1978 digelar. Bintang tim nasional Belanda ini diklaim, dirinya dan keluarga, telah mendapat ancaman, sebelumnya. Dengan apa yang terjadi pada laga Peru dan Argentina, Videla dan kronco-kronconya diduga memiliki keterlibatan atas kasus yang menimpa Cruyff.

Jendral Jorge Rafael Videla memang terkenal dengan gaya kepemimpinannya yang otoriter. Ia menimbulkan teror di Argentina pada era 70an, dengan ikut terlibat dalam ‘dirty war’ melawan subversi (gerakan separatis). Setidaknya 9.000 orang tewas oleh pasukan bersenjata di bawah komandonya sebagai presiden junta militer yang merebut kekuasaan pada Maret 1976.

Semasa pemerintahan Videla, sebanyak 364 kasus rahasia terjadi antara 1976-1978  yang mengakibatkan ribuan orang menghilang. Dikabarkan orang-orang tersebut disiksa, dibunuh, tubuh mereka dibuang lalu dikubur massal, atau bahkan lebih buruk lagi mereka dikabarkan dilempar dari pesawat saat malam hari di kota River Plate.

Saat ditanyai wartawan, Videla, bersikeras bahwa mereka yang ‘hilang’ hanya bergabung dengan militer gerilya atau diutuskan perang ke luar negeri. Pada kesempatan lain, Videla selalu berpendapat bahwa ia hanya melakukan tugasnya. Ia mengaku selalu berupaya untuk tak hanya menyelamatkan Argentina dari kekacauan politik, tapi juga melindungi Peradaban Kristen Barat dan memerangi komunisme.

Baru, setelah lebih dari 20 tahun kemudian, pada tahun 1998, Videla akhirnya mengakui bahwa ada rencana untuk menyingkirkan kelompok-kelompok sayap kiri dengan cara-cara keji tersebut. "Kita tidak bisa membiarkan mereka semua –-dikabarkan mencapai 5.000 korban--. Rakyat Argentina tidak akan berdiri untuk mereka. Pada suatu waktu, kami berpikir untuk menerbitkan sebuah daftar. Maka akan muncul pertanyaan lain: (selain kita) siapa yang membunuh mereka. Dimana? Bagaimana?"

Namun, meski begitu, menurutnya, apa yang dilakukannya itu merupakan kebaikan bagi bangsa Argentina. "Saya menolak tuduhan kejahata. Saya melakukannya atas nama bangsa Argentina dan angkatan bersenjata pada khususnya, untuk kehormatan dan kemenangan," ujar Vadela suatu waktu.

Pada tanggal 22 Desember 2010, Videla dijatuhi hukuman seumur hidup.  Di jebloskan ke penjara sipil, dengan tuduhan  menghilangkan nyawa tahanan politik. Dan pada 2012, ia dijatuhi hukuman tambahan 50 tahun atas kasus penculikan 500 bayi. Pada 17 Mei 2013,  Videla menghembuskan napas terakhirnya di penjara Marcos Paz, Buenos Aires.

foto: bbc.com

[ar]

Komentar