Seperti yang diberitakan Tempo, salah satu organisasi suporter Persib, Bobotoh Maung Bandung Bersatu (Bomber), mendeklarasikan dukungannya untuk pasangan Prabowo â Hatta. Deklarasi tersebut dilangsungkan pada 28 Juni 2014 di Gor C-Tra Arena, Bandung.
Ini diperkuat dengan pernyataan ketua Bomber, Asep Abdul, yang menyatakan Prabowo-Hatta dianggap bisa menampung aspirasi anak muda. Dia juga berharap pasangan tersebut dapat membenahi organisasi PSSI. Asep pun bertekad merangkul 50 ribu orang bobotoh Persib yang tersebar di seluruh Indonesia.
Ketika banyak orang dari kelompok suporter ini kerap mengejek Aremania yang bernuansa âkuningâ Golkar, mereka sendiri (lewat ketua umumnya) nyatanya berafiliasi dengan partai politik atau pilihan politik tertentu.
Tentu akan mengerikan jika suporter Persib tidak bisa cerdas menentukan pilihannya. Coba bayangkan bagaimana 50 ribu orang bobotoh Persib digiring untuk memilih salah satu pasangan calon dengan mengabaikan rasionalitas?
Ini juga diperparah dengan pernyataan bekas Duta Persib yang entah dipilih karena faktor apa, Ahmad Heryawan. Heryawan mengaku telah bertemu dengan Manajer Persib, Umuh Muchtar dan ia dijanjikan dukungan sebanyak satu juta orang yang merupakan pendukung Persib.
Kalau ini benar, tentu akan menggores luka di wajah bobotoh Persib sebagai organisasi suporter yang bersih dari politik praktis. Sebelumnya, pada Pemilihan Walikota Bandung, 2013 silam, bobotoh Persib juga digiring untuk mendukung calon tertentu.
Hal yang sama juga dilakukan Heryawan kala pemilihan Gubernur Jawa Barat di tahun yang sama. Ia juga menggandeng Bomber untuk mengarahkan para anggotanya untuk mendukung pasangan Heryawan â Deddy Mizwar.
Sebagai ketua pemenangan Prabowo-Hatta, Heryawan, seolah menodai prinsip sportmanship di sepakbola. Biarlah pendukung sepakbola, menentukan pilihannya masing-masing. Tak perlu ada penggiringan opini untuk memilih pasangan tertentu.
Klaim âsatu juta orang pendukung Persibâ juga teramat memalukan. Umuh Muchtar benar-benar menggunakan kuasanya sebagai orang yang memiliki pengaruh besar di Persib saat ini. Dan ia menggunakan kuasa tersebut dengan cara yang salah. Ia seharusnya mengerti sepakbola dan politik adalah satu hal yang berlainan.
Politik praktis sebenarnya bukan makanan baru bagi Asep Abdul - sosok pentolan Bobotoh yang menghomogenisasi suara bobotoh mendukung Prabowo. Pada Pemilu Legislatif beberapa bulan lalu, Asep menjadi caleg DPRD Jabar yang diusung PKB. Kabar ini menjadi headline di sebuah forum suporter Persib. Banyak yang mendukung dan memberi apresiasi positif dengan majunya Asep sebagai caleg. Ia diharapkan mampu untuk membawa aspirasi suporter sepakbola sehingga tidak sering merasa dirugikan oleh keputusan pemerintah daerah. Sayangnya dia gagal menjadi anggota dewan, setelah kalah dalam Pileg.
Tapi, kehadiran Asep sebagai pendukung Prabowo cukup mengejutkan. Sebagai caleg yang diusung PKB, ia nyatanya mendukung Prabowo. Padahal, PKB berkoalisi dengan Jokowi-JK. Banyak kalangan yang menganggap apa yang dilakukannya ini sebagai bagian dari politik praktis.
Asep menginginkan Prabowo membenahi PSSI. Tapi, dia lupa kalau orang-orang macam La Nyalla, Aburizal Bakrie, adalah bagian dari koalisi Prabowo!
Tak mengapa sebenarnya jika Bomber sebagai organisasi mendukung salah satu pasangan politik tertentu, tapi jika mencatut âbobotoh Persibâ, itu sudah hal lain. Bobotoh Persib adalah sebuah entitas majemuk, sehingga tidak ada yang bisa mengatur mereka harus berbuat seperti apa.
Pencatutan âbobotoh Persibâ sebagai pendukung Prabowo, pasti menyakiti sebagian bobotoh yang lain. Biarkanlah suporter Persib menentukan pilihannya. Mereka sudah terlalu cerdas untuk Anda giring-giring. Atau Anda yang terlalu lugu untuk meyadari kalau Anda terlalu mudah dirayu untuk terjun ke politik praktis?
Sumber gambar: pulsk.com
[fva]
Komentar