oleh Rizal Sehapudin Azis
Sepakbola merupakan olahraga yang paling digemari di bumi ini. Ada yang terlibat langsung di atas lapangan, tidak sedikit pula yang menjadi penghuni tribun stadion atau menonton di rumah. Dengan begitu, sepakbola bisa juga dikatakan sebagai salah satu aktivitas paling boros energi di bumi ini.
Sebagian besar pertandingan kompetitif biasanya diselenggarakan di stadion yang megah dengan kapasitas puluhan ribu penonton. Stadion jelas membutuhkan energi listrik yang besar. Apalagi jika pertandingan digelar pada malam hari. Lampu stadion dengan kekuatan ratusan hingga ribuan lux membutuhkan daya listrik yang besar.
Barangkali ada dari Anda yang masih ingat saat lampu stadion Gelora Bung Tomo padam di tengah pertandingan Persebaya 1927 menghadapi Queens Park Rangers pada 2012 silam? Kala itu, genset di stadion rusak sementara energi listrik cadangan tidak memadai.
Saat pertandingan berlangsung, konsumsi listrik melonjak bukan hanya di stadion tapi juga di rumah-rumah. Mayoritas penonton sepakbola justru lebih banyak yang menyaksikan siaran melalui televisi. Tentu saja, juga membutuhkan tenaga listrik. Dengan semakin populernya sepakbola, maka semakin banyak pula konsumsi listrik untuk menyaksikan sepakbola dari televisi.
Saat kita menonton bola, maka kita memakai energi (dan sebagian ada yang terbuang sia-sia). Secara tidak sadar kita melakukan kesalahan (dosa) terhadap lingkungan, atau sebut saja âdosa ekologisâ.
Namun sayangnya, bagi sebagian besar penggemar sepakbola, menyaksikan sepakbola lewat televisi merupakan "dosa ekologis" yang tak terhindarkan. Satu-satunya cara untuk "menebus" dosa tersebut adalah dengan menghemat energi yang lain. Misalnya, mematikan lampu jika dirasa tidak perlu, mematikan komputer jika masih dalam keadaan standby, hingga hal-hal kecil seperti mencabut charger gawai atau laptop jika tak digunakan. Jangan biarkan semua hal yang membutuhkan energi, menempel pada sumber listrik.
Mengapa Harus Hemat Energi?
Sepakbola membutuhkan banyak energi. Tidak ada salahnya kita, sebagai bagian dari sepakbola, turut menghemat energi. Karena bisa saja, suatu hari nanti, tidak akan ada lagi pertandingan sepakbola dalam skala besar karena energi yang tersisa hanya untuk kebutuhan utama.
Alasan pertama mengapa kita harus hemat energi yakni untuk mengurangi pencemaran udara dan pemanasan global (global warming). Efek pemanasan global dapat memengaruhi perubahan iklim di bumi. Imbasnya, kualitas kebutuhan utama manusia menurun seperti kualitas lingkungan, kualitas kesehatan, dan sektor pangan. Selain itu, sebanyak 40% dari mesin pembangkit yang ada saat ini, masih menggunakan bahan bakar fosil yang sisa pembakarannya menghasilkan zat-zat berbahaya bagi kehidupan.
Alasan kedua, dengan berhemat energi kita memperpanjang usia hidup (lifetime) perangkat pembangkit listrik. Menghemat listrik berarti mengurangi beban kerja mesin pembangkit. Dengan begitu ada penghematan pula terhadap anggaran belanja negara, sekaligus menjaga keberlangsungan pasokan daya listrik.
Alasan ketiga, semakin sedikit energi listrik yang kita pakai tentunya semakin sedikit juga yang harus kita bayar. Uang yang dihemat dari pengeluaran bisa digunakan untuk membeli tiket pertandingan sepakbola. Terakhir, hemat energi juga menunjukkan bentuk kepedulian terhadap saudara kita yang belum dapat menikmati aliran listrik/energi khususnya di daerah terpencil. Faktanya, 35% penduduk Indonesia belum mendapatkan akses listrik.
Earth Hour, Bentuk Penebusan Dosa
Earth Hour adalah sebuah kampanye global yang diinisiasi oleh organisasi peduli lingkungan, WWF (World Widelife Fund). Kampanye ini mengajak publik untuk melakukan aksi kecil dan menghasilkan perubahan yang besar. Aksi yang dilakukan ialah mematikan lampu/alat elektronik yang tidak dipakai pada minggu terakhir di bulan Maret.
Earth Hour pada tahun ini dilakukan serentak pada hari ini, 28 Maret 2015 dari pukul 20.30-21.30. Mengapa? Karena dalam satu hari, waktu tersebut penggunaan listrik sedang besar-besarnya.
Lalu, apa arti tanda "60"? 60 menit saat Earth Hour hanyalah awal, dan setelah itu dijadikan gaya hidup. Tanda "+" berarti komitmen bersama untuk memulai gaya hidup hemat energi.
Tujuan gerakan ini untuk mendorong semua pihak (termasuk penggemar sepakbola) agar saling terhubung menjadi bagian dari perubahan yang berkelanjutan. Ini adalah kegiatan sukarela dengan tujuan timbul kesadaran dari masing-masing untuk berhemat energi. Mematikan lampu selama satu jam merupakan langkah awal mengajak banyak orang untuk melakukan aksi hemat energi. Sepintas, mematikan listrik selama satu jam memang terkesan sepele. Padahal, jika dihitung secara akumulatif, energi yang berhasil dihemat begitu besar.
Pada 2013, Earth Hour berbenturan dengan laga sepakbola. Masih ingat kan pertandingan sepak bola kualifikasi Piala Asia 2015 antara Indonesia melawan Arab Saudi pada 23 Maret 2013? Target nasional penghematan nasional pun meleset karena pertandingan tersebut. Konsumsi listrik melambung karena banyak orang menyaksikan pertandingan tersebut melalui televisi pada pukul 19.00-21.00 WIB.
Sementara itu pada 2014, PLN menyatakan terjadi penurunan beban listrik secara signifikan saat Earth Hour. Beban listrik di Jawa, Madura, dan Bali turun 509 megawatt (MW) atau menghemat pembayaran listrik kurang lebih sebesar satu miliar rupiah.
Bagaimana dengan 2015? Dengan tidak adanya pertandingan sepakbola lokal, agaknya penggemar sepakbola Indonesia bisa ikut dalam aksi ini. Saat ini kurang lebih ada 32 kota di Indonesia yang mengampanyekan Earth Hour. Jika setiap kelompok suporter di Indonesia berpartisipasi, maka semakin banyak orang yang berpartisipasi dalam aksi ini karena setiap kesebelasan memiliki ribuan hingga puluhan ribu massa. Ya, anggap saja ini sebagai aksi penggemar sepakbola menebus âdosa ekologisâ secara berjamaah.
Untuk keabadian sepakbola yang kita cintai, ayo ikut aksi Earth Hour. Setelah 60 menit, jadikanlah sebagai gaya hidup!
Menonton sepakbola ke stadion juga menghabiskan energi yang besar. Jika ada 20 ribu suporter dengan beban satu liter BBM, maka akan habis 20 ribu liter BBM pada hari tersebut untuk satu pertandingan. Lalu, berapa banyak energi yang dihasilkan untuk satu pertandingan di berbagai kota? Tentu ini tidak ramah lingkungan.
*Dikirim oleh Rizal Sehapudin Azis. Relawan Earth Hour Bandung 2013. Pengelola akun twitter @vikinggreen
Komentar