Jika kita masih asyik-asyiknya menikmati tayangan kompetisi antar kesebelasan eropa tingkat senior yang baru saja memasuki babak perempat final, maka berbeda dengan perjalanan kompetisi untuk tingkat junior-nya. Ya, UEFA Youth League edisi kedua yang diikuti kesebelasan-kesebelasan Eropa U19Â telah melahirkan juara baru, yaitu kesebelasan Chelsea.
Musim lalu yang juga musim perdana penyelenggaraan kompetisi ini, menahbiskan FC Barcelona sebagai juara setelah dengan gagahnya menaklukkan Benfica di final dengan tiga gol tanpa balas. Namun cerita berbeda terjadi di final UEFA Youth League musim ini yang mempertemukan Chelsea dan Shakhtar Donetsk. Pertandingan seru dan ketat tersaji sepanjang 90 menit waktu normal.
Kami telah menyajikan data dan fakta seputar UEFA Youth League (sebelum babak semifinal) Â di rubrik About The Game dalam sajian infografis:
Colovray Sports Center di Nyon, Swiss menjadi tempat digelarnya partai final kali ini. Isaiah Brown yang juga menjadi kapten dari Chelsea berhasil menyita perhatian publik ketika golnya membungkam Shakhtar di menit ketujuh. Namun ia tak puas. Menit ke-55, Brown kembali menciptakan gol setelah melepaskan tembakan terukur yang tidak terjangkau oleh Kudryk, kiper dari Shaktar U19.
Uniknya, sehari sebelum partai final digelar, Brown diikutsertakan Jose Mourinho saat bertandang ke Loftus Road, kandang Queens Park Rangers. Memang, selalu ada peluang untuk debut bersama tim senior. Namun, perlawanan QPR yang sangat sengit dan baru terjadi gol di menit 88 lewat tendangan Fabregas, memaksa Mourinho mengamankan keunggulan dengan memakai slot terakhir pergantian pemain dengan memasukkan Kurt Zouma yang bertipe pemain bertahan daripada Isaiah Brown yang sejatinya adalah pemain sayap. Mourinho sendiri mengakuinya lebih memilih menggunakan jatah pergantian pemain untuk Zouma di sesi konferensi persnya pasca pertandingan di Loftus Road.
Bagi Brown, kesempatan akan terus terbuka lebar untuk mencoba debut di kesebelasan utama Chelsea walau hanya beberapa menit dan walau peluangnya bisa dibilang sangat kecil. Namun, persaingan papan atas Liga Inggris yang semakin memanas membuat Chelsea yang ingin cepat-cepat menuntaskan perburuan juara ini. Hal ini mengecilkan peluang Brown untuk menjalani debut resminya, kecuali Mourinho ingin bereksperimen dengan pemain terbaik di final UEFA Youth League 2014-15 tersebut.
Beda Isaiah Brown, beda pula Dominic Solanke. Striker andalan Chelsea ini sangat beruntung sudah mencicipi debut di partai resmi bersama tim utama Chelsea, terlebih lagi di partai sebesar Liga Champions saat Chelsea menghadapi NK Maribor di babak fase grup yang berkesudahan 6-0. Ia juga menjadi salah satu pencetak gol kemenangan Chelsea di final UEFA Youth League bersama Brown.
Satu golnya di babak final menambah koleksi golnya menjadi 12 dan mengukuhkan diri sebagai top skor turnamen kompetisi ini. Musim lalu, rekor ini dipegang oleh Munir El Haddadi, namun jumlah gol Munir yang hanya mencapai angka 11 di musim 2013-14 membuat Solanke menjadi top skor dengan raihan gol tertinggi sepanjang sejarah penyelenggaraan turnamen.
Shakhtar Donetsk sebetulnya bukan tanpa perlawanan apapun. Di penghujung babak pertama, mereka mengejutkan Chelsea dengan satu gol balasan jelang turun minum. Kemudian setelah tertinggal kembali oleh dua gol cepat dari Chelsea, sempat membuat permainan Shakhtar melempem.
Pada akhirnya, lagi-lagi gol telat diciptakan Shaktar lewat Viktor Kovalenko pada menit ke-92. Gol tersebut tidak berarti apa-apa untuk mereka dan harus mengikhlaskan mahkota kesebelasan muda terbaik di Eropa jatuh ke tangan Chelsea yang menang dengan skor 2-3. Selain merengkuh mahkota tertinggi, mereka juga memiliki catatan statistik yang impressif sepanjang turnamen ini.
Inggris beserta FA-nya patut berbangga dengan pencapaian Chelsea yang bisa merepresentasikan kesuksesan Inggris di level pengembangan pemain muda di tingkat eropa. Liga Inggris, yang kini disinyalir menjadi menjadi tanah surga bagi para perantau dan menyisihkan para pribumi lokal, hendaknya mesti disesuaikan dan terus dibenahi sejalan dengan kesuksesan Chelsea ini. Kesebelasan-kesebelasan Liga Inggris sudah seharusnya memperlakukan binaan lokal (homegrown) sebagai raja di rumah sendiri sebagai upaya pembenahan dari level klub hingga peningkatan kualitas tim nasional mereka.
Namun, kesuksesan kesebelasan Chelsea ini sebetulnya menjadi dua belah mata pisau bagi The Blues itu sendiri. Chelsea yang terkenal sangat royal dalam meminjamkan pemain mudanya tentu menjadi salah satu hambatan tersendiri bagi para pemain U19 yang bercita-cita untuk menembus tim utama Chelsea.
Statistik mencatat, ada total 29 pemain yang dipinjamkan oleh Chelsea sampai detik ini. Alasan klasik yaitu sulit menembus tim utama dan tak ingin menyia-nyiakan bakat muda begitu saja. Sangat masuk akal juga jika langkah peminjaman dengan kuantitas yang begitu besar sudah sepatutnya menjadi ketakutan tersendiri bagi mereka. Tapi, di sisi lain juga menguntungkan dan terlihat fair bagi dua belah pihak (Chelsea dan pemain muda) itu sendiri. Sayang seribu sayang, Chelsea sangat minim untuk menggunakan pemain yang telah dipinjamkan sebelumnya.
Lebih lengkapnya, kami telah membahas perihal kuantitas peminjaman pemain oleh Chelsea di rubrik About The Game dalam sajian infografis:
Jadi, kini mereka (punggawa Chelsea U19) tinggal memilih saja, akan hijrah sebagai pemain pinjaman ke Middlesbrough atau ke Vitesse Arnhem atau melanjutkan âpertarunganâ demi satu tempat di bangku cadangan Stamford Bridge? Menarik untuk ditunggu beberapa tahun kedepan, ada berapa orang yang akan menghuni skuat utama Chelsea dari alumni juara UEFA Youth League musim ini?
 Beberapa tulisan kami tentang pemain muda bisa disimak disini:
- Kemenangan Harusnya Bukan Prioritas Pemain Muda
- Survey: Siapa yang Paling Banyak Membina Pemain Muda?
- Pemain Muda dan Ekspektasi Tinggi Media
- Raheem Sterling, Timnas U-19 Indonesia, dan Beban Para Pemain Muda
- Meminjamkan Pemain Muda untuk Mengelabui FFP
- Industri sebagai Penyebab Tabiat Buruk Pemain Muda
Komentar