Van Hooijdonk: Tetap Tajam Walau Dibohongi dan Terdegradasi

Backpass

by Redaksi 43 28002

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Van Hooijdonk: Tetap Tajam Walau Dibohongi dan Terdegradasi

Petrus Ferdinandus Johannes van Hooijdonk mencintai NAC Breda. Dilepas karena dinilai tidak cukup baik pada usia 14 tahun tidak membuat cinta pemain kelahiran 29 November 1969 ini luntur. Pemuda yang lebih dikenal dengan nama Pierre itu memaklumi kesalahan penilaian klub kesayangan.

Sebagai gelandang, Van Hooijdonk ternyata memang tidak cukup baik. Di klub berikutnya ia pindah posisi ke penyerang. Ketajamannya bersama Roosendaal membuat Breda kembali merekrut Van Hooijdonk pada 1991. Usia sang pemain saat itu sudah 21 tahun. Ketajaman Van Hooijdonk membawa Breda meraih promosi ke Eredivisie pada 1993.

Dalam wawancara dengan Insinde Football pada 2010, Van Hooijdonk menjelaskan bahwa mencetak banyak gol tak serta merta membuat seorang penyerang layak disebut hebat.

“Seorang penyerang kelas atas, dalam pandanganku, harus (mampu) menimbang situasi dan tahu cara terbaik melakukan penyelesaian akhir,” ujarnya. “Penyerang yang selalu menembak bola sekeras mungkin bisa mencetak 20 hingga 25 gol semusim, namun walau demikian, tidak ada jaminan performanya akan terulang di musim berikutnya.”

Mengacu kepada pandangan Van Hooijdonk, sah rasanya ia dianggap sebagai salah satu penyerang top. Kemampuannya lengkap: kuat di udara, memiliki sepakan jarak jauh yang baik, dan tendangan bebas akurat. Dengan semua kemampuan tersebut Van Hooijdonk mencetak 335 gol dalam 551 pertandingan untuk tujuh klub di lima negara. Bersama tim nasional Belanda, ia mencetak 14 gol dalam 46 pertandingan.

Setelah Breda, Van Hooijdonk bermain untuk Celtic FC. Klub Glasgow tersebut merekrut sang penyerang pada Januari 1995, dua pekan setelah debutnya untuk tim nasional Belanda. Celtic sedang payah saat itu. Di Skotlandia yang duopolinya kuat sekali, Celtic tak meraih gelar apa pun selama enam tahun. Van Hooijdonk menyudahi puasa gelar tersebut dengan gol kemenangan di final Scottish Cup 1994/95.

Musim berikutnya, musim penuh pertama Van Hooijdonk di Celtic, tak diwarnai keberhasilan kolektif. Namun Van Hooijdonk mendapat penghargaan pencetak gol terbanyak Scottish Premier League dengan 26 gol. Terlepas dari produktivitasnya, Van Hooijdonk menjalani masa-masa yang kurang menyenangkan di Celtic. Pihak klub mengingkari janji mereka kepada sang penyerang.

“Aku menjalin kesepakatan saat menandatangani (kontrak di Celtic) bahwa jika aku tampil bagus, klub-klub akan tertarik kepadaku dalam waktu dekat,” ujar Van Hooijdonk kepada FourFourTwo, dalam wawancara yang dimuat dalam edisi Agustus 2016. “Pendapatanku tidak besar, namun aku ke Celtic untuk tantangan. Namun setelah mencetak gol (Scottish Cup) dan mencetak banyak gol tahun berikutnya, tidak ada tawaran yang diteruskan kepadaku. Pada akhirnya mereka berkata: ‘Ya, kamu bisa mendapat lebih banyak uang jika kamu memperpanjang kontrak.’ Aku katakan: ‘Tapi bukan itu persetujuannya.’”

Van Hooijdonk kemudian menghubungi Guus Hiddink, pelatih kepala tim nasional Belanda saat itu, untuk meminta pendapat. Setelah berbicara dengan Hiddink, Van Hooijdonk sepakat untuk tidak memperpanjang masalah agar dapat bermain rutin dan mengamankan posisi di tim nasional.

Pada akhirnya Van Hooijdonk pindah juga. Ia menjalani debutnya di Nottingham Forest, klub yang sedang berjuang di papan bawah Premier League, pada 11 Maret 1997. “Aku tidak memaksakan klausul apa pun dalam kontrakku, yang akan membuatku bisa pergi jika Forest terdegradrasi,” ujar Van Hooijdonk sebagaimana dikutip dari Independent. “Aku akan melakukan apa pun yang aku bisa untuk membantu pemain-pemain lain melihat bahwa kami akan bertahan. Namun jika yang terburuk terjadi, aku akan di sini musim depan.”

Forest terdegradasi. Van Hooijdonk memenuhi janjinya. Sementara pemain-pemain Belanda lain tampil di divisi tertinggi untuk menjamin tempat di tim nasional, Van Hooijdonk berkutat di First Division. Keputusan yang tidak sepenuhnya salah. Ia mencetak 34 gol sepanjang musim 1997/98. Ia menjadi pencetak gol terbanyak dan membawa klubnya meraih promosi ke Premier League. Van Hooijdonk dibawa ke Piala Dunia Perancis.

Sepanjang musim 1999/2000, Van Hooijdonk bermain untuk Vitesse – dan dengan 25 gol membantu klub mengakhiri musim di zona UEFA Cup. Semusim di Belanda, ia pindah ke Portugal untuk membela Benfica. Di Benfica pun ia hanya bertahan semusim saja. Pada 2001, Van Hooijdonk bergabung dengan Feyenoord.

Musim 2001/02 adalah yang terbaik sepanjang karier Van Hooijdonk, jika patokannya adalah jumlah gelar dan penghargaan. Selain menjuarai UEFA Cup (Van Hooijdonk mencetak dua gol di final melawan Borussia Dortmund), ia meraih penghargaan pencetak gol terbanyak UEFA Cup dan Eredivisie musim itu, serta penghargaan pemain terbaik Belanda 2002.

Kariernya tak selesai di situ. Pindah ke Turki untuk membela Fenerbahce, Van Hooijdonk menjuarai Super Lig dua musim berturut-turut (2003/04 dan 2004/05), walau ketajamannya tak lagi seperti dulu. Setelah Fenerbahce ia kembali ke Breda, dan kemudian mengakhiri kariernya di Feyenoord. Van Hooijdonk pensiun pada 2007.

Komentar