Menang atau Kalah, Tetap Pungut Sampah

Cerita

by Redaksi 18 33222

Redaksi 18

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Menang atau Kalah, Tetap Pungut Sampah

Para pendukung Jepang berada di ambang mimpi: menyaksikan tim nasional mereka lolos ke perempatfinal Piala Dunia untuk kali pertama. Sensasi itu mereka rasakan usai Takashi Inui menggandakan keunggulan Jepang atas Belgia dalam pertandingan 16 besar Piala Dunia 2018.

Namun euforia itu pelan-pelan kembali memudar ketika Jan Vertonghen dan Marouane Fellaini sukses membuat kedudukan kembali imbang lewat gol yang mereka cetak ke gawang Eiji Kawashima. Dan ketika Nacer Chadli memastikan kemenangan Belgia lewat golnya di penghujung laga, harapan itu benar-benar kandas.

Jepang seketika kalah secara mengejutkan; secara menyakitkan. Bulir-bulir air mata mulai turun membasahi pipi para pendukung Jepang yang berada di tribun penonton. Banyak wajah yang ditutupi oleh kedua telapak tangan. Sebagian yang lain tampak diam terpaku-membisu seakan tak percaya dengan apa yang baru saja disaksikannya.

Akan tetapi kekalahan menyakitkan itu tak membuat mereka berhenti melakukan satu kebiasaan baik: membersihkan sampah-sampah yang tercecer di tribun stadion.

Dengan mata yang masih sembap usai menangis, satu per satu dari mereka mulai menyisir tribun penonton Rostov Arena sambil menenteng kantong plastik berwarna biru. Sampah-sampah yang terserak mereka kumpulkan dalam kantong tersebut.

Tidak hanya pendukungnya, skuat tim nasional Jepang pun sama halnya. Kendati baru saja menelan kekalahan menyakitkan, mereka enggan meninggalkan ruang ganti yang mereka pakai dalam keadaan kotor dan berantakan. Sebuah foto yang beredar di media sosial menunjukkan bagaimana rapi dan bersihnya ruang ganti Samurai Biru selepas pertandingan.

Budaya yang Memiliki Sejarah Panjang

Sikap terpuji suporter dan pemain Jepang, yang selalu ingin memastikan tempat yang disinggahi mereka tetap bersih, tidak lahir secara tiba-tiba. Sikap itu dibentuk oleh sebuah budaya dalam masyarakat Jepang itu sendiri, sebagaimana dikatakan oleh jurnalis sepakbola yang bekerja di Jepang, Scott McIntyre.

“Itu [pungut sampah] bukan budaya sepakbola, melainkan budaya Jepang,” ujarnya kepada BBC.

Sebuah budaya dalam suatu masyarakat tidak mungkin berdiri sendiri. Selalu ada unsur-unsur yang membentuknya—yang melatarinya. Dan yang membentuk budaya bersih masyarakat Jepang, salah satunya berkat ajaran dari kepercayaan yang mereka anut.

Melansir The Economist, dalam ajaran Shintoisme maupun Buddhisme (dua agama yang dianut oleh mayoritas masayarakat Jepang), kegiatan mandi atau membersihkan badan adalah kegiatan yang sangat penting untuk dilakukan. Menurut dua ajaran tersebut, kekotoran mencerminkan kejahatan. Sedangkan kebersihan mencerminkan kebaikan.

Bahasa juga berperan memperkuat kebiasaan itu. Dalam bahasa Jepang, kata “Kirei” yang berarti “bersih”, sama artinya dengan “cantik”, “manis”, menarik”. Sementara kata “Fuketsu” yang berarti “kotor”, memiliki arti yang sama dengan “seram” atau “mengerikan”. Kata “Kitanai” yang berarti “benar-benar kotor” memiliki arti yang sama dengan “jorok” atau “keji”.

Kebiasaan baik masyarakat Jepang ini sudah ada sejak masa lampau. Masih menurut sumber yang sama, dikisahkan bahwa pada abad ketiga, ada seorang sejarawan asal Tiongkok yang menceritakan ketekunan masyarakat Jepang dalam menjaga kebersihan. Kesan yang sama juga disampaikan oleh wisatawan asal Eropa yang berkunjung ke Jepang pada sekitar abad ke-16.

Jepang juga merupakan negara pertama yang membuka pemandian air panas atau yang dalam bahasa Jepang disebut sento. Pemandian air panas pertama kali hadir adalah di Osaka pada 1590, atau di Tokyo pada 1591. Ketika Restorasi Meiji terjadi di Jepang pada 1868, sudah terdapat 600 sento yang tersebar di seluruh penjuru Kota Tokyo.

Catatan tersebut menunjukkan betapa pentingnya kegiatan mandi bagi masyarakat Jepang, dan betapa kuatnya budaya bersih yang dianut oleh mereka. Sampai-sampai menjadikan mereka sebagai perintis pemandian air panas di dunia.

Bukan Kali Pertama

Pertandingan melawan Belgia bukanlah yang pertama. Para pendukung Jepang sudah melakukan aksi pungut sampah di pertandingan-pertandingan sebelumnya. Ketika Samurai Biru bertanding melawan Senegal di fase grup, usai pertandingan suporter Jepang dan Senegal bahu-membahu memungut sampah yang berserak di tribun Mordovia Arena.

Ketika Jepang berlaga di Piala Dunia 2014, aksi ini juga mereka lakukan. Saat Jepang berhadapan dengan Pantai Gading di Arena Pernambuco, walau akhirnya Jepang kalah, para pendukungnya tetap melakukan aksi bersih-bersih usai pertandingan. Satu per satu sampah mereka pungut dan dimasukkan ke dalam kantong plastik.

Namun barangkali aksi yang paling hebat adalah di Piala Dunia 1998. Itu adalah tahun di mana Jepang lolos ke Piala Dunia untuk kali pertama. Alhasil respons masyarakat Jepang pun sangat besar menyambutnya. Banyak dari mereka yang berbondong-bondong datang ke Perancis.

Akan tetapi antusiasme besar itu kemudian dimanfaatkan oleh segelintir orang tidak bertanggung jawab yang menjual tiket-tiket palsu. Lebih dari 12.000 pendukung Jepang menjadi korban penipuan tiket. Mau tidak mau mereka pun harus membeli tiket dari tukang catut jika ingin tetap menyaksikan laga perdana Jepang melawan Argentina.

Walau dirintangi oleh berbagai masalah, tribun di stadion Kota Toulouse tetap dipenuhi oleh pendukung Jepang pada akhirnya. Dari 33.000 penonton, 70 persennya adalah pendukung Samurai Biru. Namun lagi-lagi kepahitan didapat mereka: Jepang kalah dari Argentina.

Sudah ditipu, beli tiket mahal-mahal, dan sekarang menyaksikan tim kebanggaan menderita kekalahan. Sebagian orang barangkali akan menumpahkan kekesalan dengan merusak fasilitas yang ada di tribun stadion. Namun para pendukung Jepang tidak demikian.

Mereka tetap membersihkan sampah dengan tekun selepas pertandingan. Tak peduli sampah itu milik mereka atau bukan. Aksi ini pun sempat membuat media-media Perancis takjub saat itu.

***

Dengan demikian, aksi pungut sampah yang kemarin ditunjukkan oleh mereka selepas pertandingan kontra Belgia, adalah aksi yang kesekian kalinya mereka lakukan di Piala Dunia. Apa pun hasil yang diraih Jepang, tak akan membuat mereka berhenti melakukan kebiasaan baik tersebut.

Jepang mungkin belum bisa menciptakan sejarah dengan lolos ke perempatfinal Piala Dunia. Namun dunia akan tetap mengingat nama mereka dengan baik berkat kebiasaan terpuji yang selalu mereka tunjukkan usai pertandingan.

Komentar