Jadi, mau bertele-tele atau to the point? Real Madrid berhasil mengalahkan Bayern München dengan skor 4-2 (agregat 6-3) di Estadio Santiago Bernabéu, dini hari tadi (19/04). Cristiano Ronaldo mencetak hat-trick (dua di antaranya seharusnya offside), Marco Asensio mencetak satu gol yang wajar, Robert Lewandowski mencetak gol dari titik putih (proses penalti sah), dan Sergio Ramos mencetak gol bunuh diri (diawali proses yang berbau offside juga).
Sekarang kurangi skor 4-2 tersebut dengan banyaknya kontroversi di balik gol-gol di atas. Maka kita akan mendapatkan skor akhir adalah 2-1, Madrid dikurangi dua, Bayern dikurangi satu. Real Madrid tetap lolos juga.
Tapi sepakbola tidak sesederhana itu. Pada kenyatannya, wasit Viktor Kassai dan empat asisten wasitnya memang telah melakukan banyak kesalahan, termasuk kartu kuning kedua bagi Arturo Vidal, Casemiro yang tidak mendapatkan kartu kuning kedua, Lewandowski yang seharusnya tidak offside saat berhadapan satu lawan satu dengan kiper, dan apa lagi? Silakan disebutkan.
Namun lagi-lagi saya mengingatkan, perdebatan ini tidak akan pernah berakhir dan kemungkinan bisa mengubah hasil akhir juga hampir nol.
Jadi, kalau kamu merasa analisis ini tidak ada gunanya, kamu bisa berhenti membaca dan anggap saja judul tulisan ini adalah “Madrid Luar Biasa, Bayern Luar Biasa, Tapi Wasit Buruk”, kemudian kamu bisa melanjutkan perdebatan soal wasit, kontroversi, konspirasi, pengaturan skor, dan lain sebagainya.
Real Madrid lebih efektif secara taktikal
Baiklah, bagi yang membaca bagian ini, saya anggap adalah orang-orang yang benar-benar ingin membaca analisis pertandingan. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih.
Terlepas dari keputusan wasit, pertandingan dinihari tadi menampilkan sepakbola menyerang yang menghibur dari kedua kesebelasan. Kemudian sesuai prediksi, pertandingan perempat-final leg kedua Liga Champions UEFA ini benar-benar kedapatan hujan gol. Tepatnya ada enam gol.
Dari awal, Carlo Ancelotti, manajer Bayern, sadar jika Bayern butuh gol cepat, butuh dua pula. Hal ini membuat mereka mengawali pertandingan dengan cepat, tapi cenderung terburu-buru. Dalam 45 menit pertama, Bayern sampai harus kehilangan penguasaan bola mereka sampai enam kali.
Di sisi lain, Zinedine Zidane, manajer Madrid, mencoba bermain simpel dengan bertahan rapat dan sempit, terutama di sisi kiri pertahanan mereka atau sisi di mana Arjen Robben bermain. Kerapatan dan kesempitan pertahanan Madrid ini semakin membuat Bayern terpaksa terus mencoba mengirimkan umpan-umpan silang.
Sebenarnya Zidane juga sama dengan Ancelotti soal umpan silang. Pola dasar permainannya dinihari tadi adalah bertahan, pressing, counter attack, dan dikombinasikan dengan umpan silang.
Pada laga ini, terjadi total 63 umpan silang. 32 diluncurkan oleh Madrid dan 31 oleh Bayern, dengan masing-masing menyelesaikan 10 umpan silang yang menemui sasaran. Banyaknya umpan silang ini tidak menunjukkan efisiensi, tapi menunjukkan intensitas tinggi.
https://twitter.com/dexglenniza/status/854486035979304960
Kembali ke Zidane, tanpa Gareth Bale yang cedera, di awal laga ia memainkan 1-4-3-3 dengan Isco dan Ronaldo sebagai free role winger. Sementara di babak kedua, ia merespon permainan intensitas tinggi dari Bayern dengan mengubah bentuk menjadi 1-4-5-1 sehingga semakin memadatkan lapangan tengah.
Saking simpelnya rencana permainan Zidane ini, ia bisa melakukan banyak pergantian pemain tanpa harus melakukan tactical tweak yang berlebihan untuk memaksimalkan para pemainnya, mulai dari Asensio, Lucas Vázquez, sampai Mateo KovaÄić. Secara taktikal, Zidane bisa efektif.
Marcelo bermain gemilang
Ronaldo boleh mencetak hat-trick, tapi aktor utama pada pertandingan dinihari tadi adalah Marcelo. Ia mencatatkan sembilan dribel sukses (dari 10 percobaan), tujuh peluang, dan sebuah asis di babak tambahan (extra time).
Angka-angka di atas sekilas menunjukkan jika full-back kiri Madrid ini terlalu sering maju. Hal ini pastinya bisa mengeksploitasi dirinya dan Madrid sendiri. Namun, ternyata ia juga kontributif saat bertahan. Dua sapuannya (terhitung sebagai memblok tembakan di statistik) di depan garis gawang sangat krusial, karena mencegah Bayern mencetak gol.
https://twitter.com/dexglenniza/status/854478744186085381
Begitu juga dengan empat intersepnya. Ia bisa mematikan Robben dan semakin memaksa Bayern untuk keluar dari kebuntuan mereka lewat umpan-umpan silang.
Jika kita melihat permainan Marcelo secara keseluruhan sepanjang kariernya, ia memang tidak memiliki pertandingan seperti ini secara sering. Namun, ia benar-benar menunjukkan kelasnya dinihari tadi.
Mengangkat derajat wasit lewat VAR
Rasanya tetap belum lengkap jika menganalisis pertandingan tadi tanpa membahas kinerja wasit. Pertandingan tadi adalah salah satu pertandingan terpenting bagi banyak orang, terutama bagi Philipp Lahm dan Xabi Alonso yang memainkan pertandingan terakhir mereka di Liga Champions. Jadi, standar perwasitan pada pertandingan ini juga seharusnya dijaga agar tetap tinggi.
Mengandalkan manusia untuk melakukan sesuatu yang sempurna, sesempurna apapun manusia tersebut, tetap akan menghasilkan kekecewaan pada akhirnya, entah satu atau dua keputusan, atau bahkan lebih banyak dari itu.
Real Madrid bermain luar biasa, begitu juga Bayern, apalagi setelah Bayern bermain dengan 10 pemain (akibat kontroversi pengusiran Vidal). Satu pihak yang “bermain” buruk dinihari tadi adalah tim wasit, mulai dari wasit utama (Kassai), dua hakim garis, dua asisten wasit gawang, sampai asisten pinggir lapangan.
https://twitter.com/panditfootball/status/854434398783000576
https://twitter.com/panditfootball/status/854435755850059776
Banyak yang berpendapat jika Casemiro juga seharusnya sudah diusir. Melihat catatan pelanggarannya, apalagi melihatnya di tayangan-tayangan ulang, Casemiro bisa dibilang beruntung karena tidak mendapatkan kartu kuning kedua.
https://twitter.com/panditfootball/status/854457953717436418
https://twitter.com/panditfootball/status/854470528500875264
https://twitter.com/panditfootball/status/854476367106252805
Namun dari itu semua, kita harus mengingat bahwa pada akhirnya Bayern kalah. Wasit memang buruk, tapi kalau mau terus menyalahkan wasit, maka perdebatan ini tidak akan pernah berakhir, karena wasit internasional saja pasti melakukan kesalahan.
Bukannya mereka tidak pernah membuat keputusan yang tepat. Mereka bahkan sebenarnya lebih banyak membuat keputusan yang tepat daripada yang keliru. Tapi wasit dihujat karena kesalahannya, dan wasit jarang sekali dipuji karena ketepatan keputusan mereka.
Pertandingan-pertandingan semacam ini yang membuat VAR (Video Assistant Referees) semakin dibutuhkan untuk melindungi para wasit yang tidak sempurna itu.
Penggunaan “robot” ini seolah akan menjadi “tidak manusiawi” atau “mengurangi drama”. Tapi percayalah kepada saya, drama itu akan tetap ada di sepakbola. Tidak percaya? Coba kita main FIFA atau PES, perwasitan mereka sudah benar secara sistematis dan algoritma, tapi jika kita kalah, ada-ada aja alasannya buat kita mencari kambing hitam lain, misalnya: stik rusak!
Jadi, percayalah, drama itu akan selalu ada di sepakbola. Pembicaraan, pembahasan, sampai perdebatan mengenai taktik Zidane dan Ancelotti, hat-trick Ronaldo, serta kegemilangan Marcelo dinihari tadi; semua itu adalah presentasi kejeniusan dalam sepakbola.
Sayang, kan, kalau kejeniusan itu harus terabaikan karena kita lebih sibuk membicarakan, membahas, dan mendebatkan keputusan wasit yang sifatnya sudah final dan tidak dapat diganggu gugat?
Baca juga: Mengangkat Derajat Wasit Lewat Video Assistant Referee
https://twitter.com/panditfootball/status/854442525909581824
Foto: @Squawka
Komentar