"Saya tidak akan membiarkan kesebelasan ini menjadi museum!". Ucapan tersebut keluar dari mulut pemilik Everton, Farhad Moshiri, di rapat tahunan the Toffees pada 2017. Moshiri ingin membuat sejarah baru bersama Everton.
Bermodalkan 84,5 juta paun, Moshiri membeli 49.9% saham Everton dari Bill Kenwright pada 2016. Pengusaha keturunan Iran ini terlihat seperti jawaban dari kegelisahan Kenwright yang sejak 2011 sudah mengakui dana the Toffees sangat terbatas.
Sejak era Premier League, Everton dikenal sebagai salah satu kuda hitam yang rajin merusak persaingan papan atas. Mereka sempat duduk di peringkat empat klasemen akhir 2004/05 sekalipun hampir terdegradasi di musim sebelumnya. Nama-nama Tim Cahill, Mikel Arteta, dan Leon Osman mulai diperhitungkan di Premier League berkat Everton.
Setelah menempati peringkat lima klasemen akhir dua musim berturut-turut (2007/08, 2008/09), Everton masuk dalam golongan `top six` Premier League bersama Tottenham Hotspur. Akan tetapi seiring perjalanan waktu, the Toffees mulai tergusur. Pergantian pemilik di Manchester menjadi salah satu alasannya. Manchester City berubah menjadi kekuatan baru di sepakbola Inggris setelah diambil alih Abu Dhabi United Group -kepala perusahaan City Football Group-.
Everton tidak bisa bersaing dengan kekuatan dana yang dimiliki Manchester City. Tuntutan industri sepakbola terhadap kekuatan finansial sebuah kesebelasan menjadi semakin besar. Para pesepakbola profesional mengalami lonjakan harga, terutama di Eropa. Kenwright tidak memiliki dana sebesar pemilik-pemilik lain untuk membawa Everton ke level elit. Hingga akhirnya Moshiri datang.
"Apa yang kita lakukan selama ini sudah bagus. Tapi jelas itu tidak cukup. Premier League adalah barometer kesuksesan kita. Kita harus bisa kompetitif di Premier League. Saya tidak akan membiarkan klub ini jadi museum. Kita perlu meraih piala," kata Farhad Moshiri awal tahun lalu.
Pada 2017 terlihat seperti awal yang ditunggu Moshiri. Mereka memboyong Morgan Schneiderlin dari Manchester United dengan dana sekitar 22 juta paun. Selain itu pemain muda berbakat Inggris, Ademola Lookman, juga didaratkan ke Goodison Park pada Januari. Dengan total 31 juta paun, 2017 adalah bursa transfer musim dingin paling boros yang pernah dilakukan Everton.
Hasilnya mulai terlihat. The Toffees kembali ke 10 besar setelah dua musim berturut-turut mengakhiri kompetisi di peringkat 11 Premier League. Tapi itu tentu bukan pencapaian yang diharapkan Moshiri.
Lantas pada 2017/18 diharapkan menjadi pembuktian Everton. Memboyong Jordan Pickford, Davy Klaassen, Theo Walcott, dan memecahkan rekor transfer klub untuk Gylfi Sigurdsson, harapan besar dimiliki Everton. 50% redaksi olahraga Liverpool Echo bahkan percaya Everton bisa mengakhiri puasa gelar mereka yang saat itu sudah berlangsung 22 tahun.
Dari enam redaksi olahraga Echo, tiga percaya Wayne Rooney dan kawan-kawan akan mengangkat Piala FA ataupun Piala Liga Inggris. Empat dari mereka melihat peluang untuk kembali ke habitat enam besar di akhir musim.
Sial bagi Evertonian, tim kesayangan mereka harus duduk di peringkat delapan klasemen akhir. Lebih buruk dari pencapaian di 2016/17.
Musim ini, Everton kembali menggelontorkan uang yang mereka dapat dari Farhad Moshiri. Menurut catatan Transfermarkt, hampir 100 juta paun dikeluarkan Everton di musim panas untuk memboyong enam pemain. Andre Gomes dan Kurt Zouma datang dengan status pinjaman, namun memakan lebih dari 10 juta paun untuk didatangkan.
Pembelian terbesar mereka di musim panas 2018 adalah Richarlison, penyerang serba guna yang pernah bersama Marco Silva ketika masih di Watford. Secara kontroversial, Marco Silva didaratkan Moshiri sebelum disusul oleh Richarlison dengan mahar 40 juta paun. Pemain asal Brasil tersebut kemudian mendapatkan peringatan dari mantan manajer the Toffees, Sam Allardyce.
"Pendukung Everton saat ini tidak ingin melihat progres. Ketika Anda dibeli dengan dana sebesar itu sebaiknya langsung memberikan dampak besar dan instan," kata Allardyce di TalkSport.
Hingga 24 Desember 2018, Richarlison mencetak delapan gol di Premier League dari 16 penampilannya bersama Everton. Catatan tersebut membayangi torehan Raheem Sterling (9) dan terpaut empat dari Pierre-Emerick Aubameyang (12) yang berada di puncak top skor liga saat ini.
Sejauh ini Richarlison jadi pembelian tepat. Tapi itu belum cukup. Wolverhampton Wanderers, Bournemouth, dan Watford bahkan berada di atas Everton. Ini menunjukkan bahwa persaingan di Premier League sudah semakin ketat. Uang tidak serta-merta mengangkat posisi sebuah tim. Tapi juga konsistensi dan progres. Sesuatu yang tidak menjadi prioritas suporter Everton, bahkan mungkin Farhad Moshiri sebagai pemilik.
Ketika Manchester City diambil alih oleh Abu Dhabi United Group, ada satu tempat kosong untuk diperebutkan di empat besar. Chelsea, Manchester United, dan Arsenal adalah tiga kesebelasan yang konsisten mengisi salah satu tempat di sana. Namun satu ruang menjadi pertaruhan Tottenham dan Liverpool. Sementara Everton memulai transformasi mereka saat Liverpool dan Tottenham sudah menemukan pakem mereka. Manchester United sedang menurun setelah ditinggal Sir Alex Ferguson, tapi mereka terus bersaing untuk mengisi pos di zona Eropa.
Sejak Sir Alex pensiun, the Red Devils hanya sekali gagal menempati enam besar. Ketika itu mantan manajer Everton, David Moyes yang mendampingi David De Gea dan kawan-kawan sebelum ditendang dan digantikan oleh Ryan Giggs menjelang akhir musim. Moyes sudah bertahun-tahun membangun tim dengan dana terbatas. Ketika medapatkan dana besar Manchester United, dirinya terlihat kebingungan. Marouane Fellaini ditebus lebih dari 30 juta paun dari Everton. Padahal musim sebelumnya, Old Trafford kedatangan Robin van Persie dari salah satu rival mereka, Arsenal dengan harga yang lebih murah.
Kondisi serupa juga seperti terlihat di Everton. Meski di musim sebelumnya mereka mendapatkan jasa Gerard Deulofeu dari Barcelona dengan harga sekitar enam juta paun, pada 2017/18, Ademola Lookman yang baru sekadar pemain potensial ditebus dengan delapan juta paun. Masalah semakin bertambah saat Everton mendatangkan Rooney, Walcott, Klaassen, dan Sigurdsson, membuat persaingan lini depan semakin ketat.
Michael Keane, Jordan Pickford, Theo Walcott, Gylfi Sigurdson, bukanlah nama sembarangan. Farhad Moshiri mempercayakan Ronald Koeman untuk memulai transformasi Everton. Koeman memang diakui saat masih menjadi pemain. Bahkan tendangan bebasnya yang memberikan piala Liga Champions untuk Barcelona masih terus dibicarakan sampai sekarang.
Tapi rekornya sebagai manajer tak begitu mentereng. Koeman baru menangani dua kesebelasan di lima liga top Eropa sebelum menangani ke Everton. Keduanya tidak bertahan lama. Padahal alasan Moshiri memilih Koeman jelas; dia ingin bersaing dengan kesebelasan-kesebelasan di Timur Laut Inggris.
"Untuk bersaing dengan mereka yang di Timur Laut, Hollywood dari Premier League, Everton membutuhkan bintang di pinggir lapangan. Oleh karena itu kami menunjuk Ronald Koeman untuk bersaing dengan Juergen Klopp, Pep Guardiola, dan Jose Mourinho".
Tapi setelah Koeman gagal, Sam Allardyce yang pencapaian terbaiknya di Inggris adalah membawa West Ham United promosi ditunjuk menjadi pengganti. Setelah itu, Marco Silva dipilih meski dirinya baru satu kali memperlihatkan titik cerah di Inggris. Bukan mustahil Silva meraih kesuksesan dengan Everton. Akan tetapi, seperti Sam Allardyce katakan sebelumnya, "Saat ini pendukung Everton tidak ingin melihat progres".
Padahal progres adalah segalanya, apalagi di masa transisi seperti Everton saat ini. Wolverhampton misalnya, mereka sudah disebut-sebut akan menjadi kuda hitam Premier League 2018/19. Semua bukan bermula di Premier League, melainkan EFL Championship. Dari sana mereka mengubah ekspektasi dan standar klub. Diego Jota, Willy Boly, Leo Bonatini, dan Ruben Vinagre sudah berseragam Wolves sejak di Championship. Hanya saja saat itu berstatus pinjaman.
Sementara tim lain yang mengeluarkan biaya transfer lebih sedikit dari Everton berada di atas mereka, Everton masih berkutat dengan meomen kebangkitan. Malah Tottenham yang berhasil membantai Everton 6-2 (23/12) merupakan kesebelasan yang tidak membeli siapapun di bursa transfer musim panas, walau mereka ada di tiga besar klasemen.
Everton saat ini bermain dengan kumpulan pemain yang baru mereka kumpulkan dalam tiga musim terakhir. Lebih parah lagi, beberapa nama seperti Klaassen, Ashley Williams, Wayne Rooney, dan Sandro Ramirez saat ini tak membela the Toffees. Padahal belum tiga musim mereka berada di Goodison Park.
Ambisi besar Farhad Moshiri perlu diacungi jempol. Ia rajin memberi suntikan dana kepada klub, menambah saham yang ia miliki jadi 68,6%, dan punya rencana untuk membangun stadion baru. Akan tetapi, menunjuk tiga manajer dalam dua tahun dan membeli lebih dari 10 pemain ternama dalam tiga musim sepertinya bukan langkah bijak. Suporter Everton sudah mengaku tidak senang dengan cara yang dilakukan Moshiri. Investor lain dalam bentuk Alisher Usmanov bahkan sempat dirumorkan tertarik mengambil alih.
Everton dengan sembilan gelar Divisi Utama dan lima Piala FA mungkin bukan museum seperti Smithsonian atau Le Louvre. Tapi jika terus seperti ini, mereka bisa menjadi museum seperti Madame Tussauds; Mahal, terkenal, tapi hanya sekedar terkenal jadi tempat foto dengan patung lilin.
Komentar