Ambisi dan Potensi Manchester City Meraih Treble Winners

Analisis

by Muhammad Farhan Yazid

Muhammad Farhan Yazid

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Ambisi dan Potensi Manchester City Meraih Treble Winners

Di musim 2022/2023, Manchester City masih bertahan di tiga dari empat kompetisi yang mereka jalani. Di Liga Inggris, mereka berhasil mengkudeta Arsenal dari puncak pada pekan ke 34, di Piala FA mereka berhasil mencapai final, dan di Liga Champions mereka mampu sampai ke semifinal.

Meski selalu kesulitan di awal musim, The Citizens tetap berhasil menjadi kampiun Liga Inggris dalam dua musim terakhir. Bahkan jika ditarik lebih jauh, selama lima musim terakhir, mereka berhasil empat kali keluar jadi juara, plus kemungkinan juara lagi di musim ini.

Dominasi mereka dimulai dari musim kedua Pep Guardiola melatih yaitu pada 2017/18. Hingga saat ini, mereka hanya kecolongan satu gelar dalam kurun waktu enam musim yaitu pada musim 2019/20 di mana Liverpool keluar sebagai juara ketika pandemi melanda.

Sangat sulit untuk merusak dominasi City di liga terutama sejak era Guardiola. Hal ini juga mendapatkan pengakuan langsung dari para pesaingnya yang pernah bersaing secara langsung dalam perburuan gelar atau bertarung dalam liga yang sama.

Contohnya pelatih Liverpool, Jurgen Klopp yang pernah dua kali berpacu gelar bersama Pep. Ia pernah ditanya ‘apakah bersaing dengan City yang dilatih Pep adalah pekerjaan paling sulit di dunia sepakbola’ dan Klopp menjawab bahwa ia menikmati persaingan dengan Guardiola.

“Ya, tapi tidak apa-apa. Tapi saya orang yang sangat bahagia, dan saya tidak punya masalah dengan situasinya,” jawab Klopp dikutip dari situs resmi klub.

Selain Klopp, pelatih Brighton Roberto De Zerbi juga menyampaikan pendapatnya tentang Guardiola. Setelah kemenangan fantastis The Seagulls atas Wolves di Liga Inggris pekan ke 34 musim 2022/23, De Zerbi disinggung wartawan tentang pernyataan Pep yang mengatakan bahwa Brighton adalah tim terbaik dalam fase membangun serangan dari bawah. Tapi menurut De Zerbi tidak demikian, menurutnya sangat sulit untuk menandingi Pep.

“Saya pikir kami bermain bagus. Namun, di saat Guardiola bekerja di sepakbola, sulit untuk bermain lebih baik dari timnya," kata De Zerbi dikutip dari Goal.

“Dalam permainan, ya. Saya ingin menang melawan Guardiola, atau melawan Bielsa, tapi bagi saya itu tidak akan pernah menjadi kompetisi antar-individu karena mereka adalah pelatih terbesar di dunia," lanjutnya.

Selain di Liga Inggris, City juga berhasil mendominasi kompetisi Piala FA musim 2022/23. Bahkan mereka berhasil menorehkan rekor yang sempurna, mencetak 17 gol dan belum kebobolan sama sekali. Di laga final, mereka akan menjamu rival sekota mereka, Manchester United di Wembley pada 3 Juni mendatang.

Sedangkan di Liga Champions, City yang kembali mencapai babak semifinal. Anak asuh Pep berpeluang besar mencapai babak final setelah berhasil menahan El Real di Santiago Bernabeu.

Namun, City harus tetap berhati-hati. Madrid memang sedang tidak baik-baik saja di Laliga, namun itu tampak tidak ada kaitannya dengan di Eropa. Los Blancos selalu bisa memperlihatkan wajah berbeda ketika berlaga di kompetisi paling bergengsi di Eropa ini.

Pengalaman dan sejarah dari klub ini tak bisa dipandang sebelah mata oleh City. Musim lalu contohnya, Madrid yang di akhir laga hanya punya kemungkinan 1% untuk lolos ke final justru keluar sebagai juara. Di musim ini, pemilik gelar Liga Champions terbanyak itu sudah mempermalukan dua tim asal Inggris di fase gugur, Liverpool dan Chelsea. Jika tidak fokus di leg kedua, mungkin City bisa jadi korban selanjutnya.

Namun, barangkali dari pertemuan terakhir yang menyakitkan itu, City bisa belajar dan bangkit untuk meraih gelar Liga Champions pertama dalam sejarah mereka, bahkan lebih dari itu, besar potensi City meraih meraih treble musim ini. Lalu apa saja faktor yang bisa membuat City menyapu bersih treble winners musim ini?

Adaptasi Taktik Pep

Kemampuan Pep untuk meracik taktik dan strategi memang sudah tidak bisa diragukan lagi. Ia selalu punya inovasi baru dalam meramu taktik untuk timnya. Meskipun musim lalu City berhasil juara, tak serta merta membuat Pep puas dengan hanya mendominasi satu liga. Setiap musim ia selalu memiliki satu ambisi yang sama; juara Eropa. Wajar saja karena setelah Barcelona, Pep masih belum bisa menghadirkan trofi si kuping besar untuk klubnya.

Ada pepatah dalam sepakbola bahwa ‘formasi di atas kertas tidak ada lagi dalam sepakbola’. Itu benar adanya jika kita berbicara tentang Guardiola. Akan sangat sulit melihat tim Guardiola bermain hanya dengan satu formasi tertentu dalam pertandingan.

Mereka memang terbiasa memulai dengan 4-3-3 namun ketika pertandingan berjalan, itu akan berubah pada saat tertentu. Barangkali dengan berbagai penyesuaian itulah yang membuat City musim ini semakin sulit ditebak.

Musim ini, Guardiola biasa mengubah formasinya menjadi 4-2-3-1 dalam fase out-of-possession atau saat ketika tidak menguasai bola. Bisa juga 3-2-4-1 dalam keadaan menguasai bola atau saat melakukan fase membangun serangan. Jadi, formasi awal 4-3-3 hanyalah formasi di atas kertas saja. Saat pertandingan dimulai itu bisa berubah tergantung situasinya.

Perubahan taktik Pep musim ini sangat kentara pasca datangnya Erling Haaland ke klub. City punya seorang target yang pasti untuk mencetak gol. Biasanya, Haaland akan dibiarkan menggantung berdekatan dengan Kevin De Bruyne.

Hal ini bisa memungkinkan mereka untuk membuat kombinasi permainan yang luar biasa sepanjang musim ini. Bahkan hanya dengan kedua pemain ini saja, mereka bisa menembus lini pertahanan lawan, memanfaatkan umpan terobosan De Bruyne serta ketangguhan dan kecepatan Haaland dalam duel 1v1 dengan bek lawan.

Dari strategi ini lahirlah satu mesin pencetak gol dan satu lagi master pencetak assist. Musim ini, Haaland memimpin perolehan gol skuad City di semua ajang dengan 47 gol, sedangkan De Bruyne berhasil mencetak 22 assist di semua ajang.

Ketika melakukan fase build-up dalam formasi 3-2-4-1, biasanya Guardiola menggunakan John Stones untuk masuk mengisi posisi double pivot di tengah. Ia bertugas membantu Rodrigo dalam memperbanyak opsi di lini tengah. Stones berhasil memainkan peran itu dengan baik musim ini, menggantikan Kyle Walker yang terus bermasalah dengan kebugarannya.

Haaland yang Tak Terhentikan

Pada Liga Inggris pekan ke 34 lalu, Haaland baru saja memecahkan rekor pencetak gol terbanyak di Liga Inggris dalam satu musim milik legenda, Alan Shearer (34 gol) dengan 35 gol yang dicetaknya musim ini. Pencapaian ini terbilang sangatlah fantastis karena musim 22/23 ini adalah musim pertama Haaland bermain di Liga Inggris. Mantan pemain Borussia Dortmund itu pun masih bisa menambah lagi rekening golnya musim ini.

Saat ini, Haaland masih memimpin perolehan top skor di dua liga berbeda, di Liga Inggris dengan 35 gol dan Liga Champions dengan 12 gol. Haaland benar-benar monster yang tak terhentikan. Barangkali dengan statistik gol tersebut menunjukkan bahwa baik di Inggris maupun di Eropa, belum ada yang menghentikannya. Dengan tubuh atletis, tinggi menjulang, kemampuan kaki yang sama kuat, kecepatan yang fantastis, dan insting gol yang sangat tinggi semakin membuktikan bahwa Haaland seperti tidak punya kelemahan.

Saat dimintai pendapat tentang striker fenomenalnya, Pep malah menjelaskan kemampuan dan kontribusi Haaland dalam aspek membantu tim selain mencetak gol. Haaland, menurut Pep banyak berkontribusi untuk tim dalam pertahanan dan membantu timnya mencetak gol.

“Dia memberi kita banyak hal,” kata Pep dikutip dari The Athletic. “Menekan, tingkat defensif. Dia terlibat dalam umpan-umpan panjang dan sebelumnya kami tidak memilikinya. Bagaimana dia membantu kami menjaga bola, terhubung dengannya dan, setelah itu, berlari dengan pemain lain,” lanjutnya.

Pada akhirnya, asumsinya sama. Selain taktik Guardiola, Haaland, akan jadi kepingan puzzle penting bagi City dalam memburu gelar Eropa pertamanya.

Kedalaman Skuad Mewah

Pada bursa transfer musim panas, City banyak melepas pemain utama mereka. Namun, mereka masih punya pemain yang mengisi kekosongan atau menggantinya dengan pemain yang selevel.

Kepergian Zinchenko masih mampu diisi Nathan Ake atau Aymeric Laporte yang bisa bermain sebagai bek kiri. Kemudian, kepergian Raheem Sterling mampu dimaksimalkan kesempatannya oleh si 100 juta euro, Jack Grealish. Sedangkan posisi Gabriel Jesus digantikan Haaland dan Julian Alvarez.

Meski berperan sebagai pengganti bagi Haaland, Alvarez tampil cukup baik sepanjang musim ini. Di Liga Inggris, pemain asal Argentina ini berhasil menyumbangkan 8 gol dari 27 laga yang ia lakoni meski 17 diantaranya tampil sebagai pengganti. Sedangkan di Liga Champions, Alvarez berhasil sumbangkan dua gol dan dua asis dari 9 laga yang 5 diantaranya tampil dari bangku cadangan

Selain posisi striker yang punya dua opsi, lini tengah City mempunyai kedalaman yang baik. Mereka punya dua nama di setiap satu posisi dalam formasi 4-3-3 favorit Pep. Rodrigo (40 laga), Ilkay Gundogan (34), dan Kevin De Bruyne (33) menjadi 3 nama yang paling sering mengisi starter di lini tengah.

Bernardo Silva dan Phil Foden, selain bisa menempati dua posisi di tengah, mereka juga bisa mengisi posisi winger selagi dibutuhkan untuk menggantikan Jack Grealish dan Riyad Mahrez.

Tak hanya di depan dan tengah, lini pertahanan City pun cukup mewah. Mereka punya stok bek tengah melimpah. The Citizen sampai berani meminjamkan bek sayap terbaik mereka musim 2021/22, Joao Cancelo ke Bayern Munchen.

Tak hanya melimpah, posisi bek City banyak diisi nama-nama beken macam John Stones, Ruben Dias, Nathan Ake, Aymeric Laporte, Manuel Akanji, Kyle Walker, dan Sergio Gomez saling bergantian mengisi posisi ini sesuai kebutuhan strategi dan taktik dari Pep.

Komentar