Jelang pertandingan antara AC Milan melawan Napoli pada pekan ketujuh Serie A 2015/2016, terjadi perbedaan pendapat antara media La Gazzetta dello Sport dengan Corriere dello Sport. Nama terakhir menyarankan jika sebaiknya AC Milan mencoba pola 4-4-2 tradisional ketika menjamu Napoli di Stadion San Siro pada Senin (5/10) dini hari itu. Akan tetapi La Gazetta tetap menyarankan Rossoneri, julukan Milan, agar tetap menggunakan formasi 4-3-1-2.
Saat pertandingan dimulai Milan tetap menggunakan formasi 4-3-1-2 dengan kepincangan di lini belakang karena absennya Ignazio Abate yang cedera dan Alessio Romagnoli akibat kartu merah yang didapatkan ketika melawan Genoa. Kekosongan full-back kanan diisi Mattia De Sciglio sementara bek tengah diisi Rodrigo Ely. Sayangnya dua pemain ini dianggap sebagai faktor kekalahan Milan dari Napoli dengan skor 0-4 melalui gol Allan Marques ('13), dua gol Lorenzo Insigne ('48, '57)dan gol bunuh diri Ely ('77).
Baca Juga : Perlukah AC Milan Kembali Merekrut Kevin-Prince Boateng?
De Sciglio gagal menutup alur serangan Partenopei, julukan Napoli, yang terus mengandalkan sisi kiri dimotori Insigne. Ely menjadi pemain yang paling disalahkan. Selain karena gol bunuh dirinya pada menit ke-77, ia pun dianggap gagal mengawal Gonzalo Higuain. Ely sering terpancing gerakan Higuan yang sering turun ke luar area kotak penalti, tapi di sisi lain mesti berhati-hati jika Jose Callejon, penyerang sayap kanan Napoli, datang menusuk dari sisi kanan.
Lantas mengapa Ely sering terpancing begitu saja? Hal itu terjadi karena jarak antara duet bek tengah Rossoneri saat itu terlalu jauh dengan para gelandangnya yang diisi oleh Ricardo Montolivo, Juraj Kucka dan Andrea Bertolacci.
Milan bermain menyerang melalui seluruh sektor: kiri, tengah dan kanan, mengingat Mihajlovic ingin seluruh wilayah permainan skuatnya produktif. Ditambah lagi dengan pressing ketat yang dilakukan Milan yang juga memaksa Ely sering keluar sarangnya begitu saja untuk mengambil bola dari Higuain secara terburu-buru.
Begitu juga dengan Montolivo yang lebih sering melakukan perebutan bola di area tengah. Hal ini membuat pos di depan kotak penalti tidak begitu sigap saat Napoli melakukan serangan balik. Hal ini pada akhirnya memancing Ely keluar dari sarangnya.
Bukan kali ini saja Rodrigo Ely jadi biang kekalahan Milan. Saat Milan dikalahkan Fiorentina pun Rodrigo Ely jadi titik lemah Milan.
Ketidakmampuan Sisi Kanan Milan Menghadapi Serangan
Serangan Milan lebih cenderung diawali sejak pertahanan terutama melalui sisi kanan kepada De Sciglio. Hal itu bisa dilihat dari operan dari Diego Lopez selalu diarahkan ke sisi kanan pertahanan Rossoneri.
Mihajlovic seperti menginstruksikan agar serangan itu mampu dibangun secara cepat menyerbu Napoli dan hal ini juga salah satu penyebab sering terciptanya celah begitu besar antara para posisi pemain Milan terutama dari lini belakang. De Sciglio menjadi pemain keempat terbanyak menyentuh bola dengan 49 kali setelah Montolivo (85), Bonaventura (71) dan Juraj Kucka (58).
Gol pertama yang dicetak Allan berawal dari salah pengertian antara Cristian Zapata denga Sciglio. Zapata mencoba memberikan umpan sembari mendapatkan bayang-bayang Insigne. Akan tetapi jarak operan yang harus ditempuh dari Zapata kepada De Sciglio cukup jauh sehingga mampu diintersepsi Marek Hamsik hingga bola diberikan kepada Insigne yang berhasil membuat asist kepada Allan.
Grafis operan Diego Lopez cenderung lebih banyak mengarah ke Mattia De Sciglio atau Cristian Zapata. Sumber : Squawka
Setelah gol pertama tercipta maka serangan Rossoneri pun semakin gencar termasuk melalui De Sciglio. Tapi serangan yang dibangun olehnya pun tidak terlalu efektif mengingat cuma berhasil melepaskan satu umpan silang dan umpan kunci. Pergerakan De Sciglio selalu dibayang-bayangi sejak awal oleh Insigne atau Hamsik yang bermain agak melebar ke kiri.
Sciglio juga sering kalah cepat mengejar Insigne ketika balik bertahan. Sementara itu jarak yang cukup jauh dengan Kucka pun semakin menyulitkan Sciglio menerima gempuran sisi kiri Napoli karena rekanannya itu nampak lebih fokus mengejar ketertinggalan.
Terpaksa Memainkan Tendangan-tendangan Jarak Jauh
Kelebihan Napoli pada pertandingan ini adalah mampu menutup area luar kotak penalti yang selalu diancam Bonaventura sebagai gelandang serang Milan. Beberapa serangan Rossoneri cenderung lebih sering menjadikannya sebagai penyokong terakhir untuk mengalirkan bola kepada duet penyerang Luiz Adriano dan Carlos Baca atau pemain lainnya.
Tapi Bonaventura tidak pernah lepas dari bayang-bayang Allan atau terkadang Jorginho. Bahkan di luar area kotak penalti Partenopei, ia mesti tiga kali kehilangan bola dari tekel bersih yang dilakukan Allan kepadanya.
Aliran bola yang lebih sering dihentikan sejak awal itu membuat Luiz Adriano dan Bacca turun secara bergantian menjemput bola ke luar kotak penalti. Tapi ketika turun pun minimal tiga pemain Napoli sudah berusaha mebayang-bayangi di sana dan memaksa Milan cuma mengandalkan tendangan-tendangan jarak jauh.
Terhitung Rossoneri cuma dua kali melepaskan percobaan tendangan di dalam kotak penalti Napoli dan 10 sisanya dilepaskan dari luar kotak penalti. Sayangnya upaya tendangan-tendangan jarak jauh itu tidak diimbangi dengan akurasi yang baik karena cuma satu yang mengarah ke gawang Partenopei.
Grafis tendangan kedua kesebelasan. Sumber : Squawka
Kesimpulan
Milan seolah tidak benar-benar mempelajari kesalahan mereka ketika kalah dari Internazionale Milan dengan skor 1-0. Pada pertandingan Derby della Madonnina itu juga mereka sering menciptakan jarak lebar antara bek serta kekosongan di area depan kotak penalti sendiri.
Tekanan yang digencarkan Napoli sejak lini depan itu juga mempermudah mereka untuk mendapatkan bola dengan cepat, kemudian memainkan operan-operan pendek sampai menemukan celah di lini belakang Rossoneri untuk disusupi umpan terobosan.
Komentar