Mengenal Ball-Winning Midfielder, Gelandang yang Hobi Mendapatkan Kartu

Mengenal Ball-Winning Midfielder, Gelandang yang Hobi Mendapatkan Kartu
Font size:

Gennaro Gattuso merupakan gelandang yang dikenal beringas dan tanpa kompromi. Legenda AC Milan itu merupakan gelandang bertahan agresif, ia tidak segan melancarkan tekel keras untuk merebut bola dari kaki lawan.

Gattuso memiliki khas permainan yang keras. Bermain di posisi gelandang bertahan menuntutnya bisa meredam agresi serangan lawan dari sektor tengah. Ia diwajibkan untuk menjadi palang pintu pertama yang bisa menghentikan laju serangan lawan, sebelum menembus jantung pertahanan sendiri.

Melihat gaya bermain Gattuso yang lugas dan tak mengenal kompromi saat berduel, banyak yang menyebut kalau Gattuso merupakan gelandang yang berperan sebagai anchor man, yang dengan segala cara harus bisa merebut bola dari lawannya. Melihat gaya bermainnya, sekilas memang seperti itu, tapi sebenarnya Gattuso merupakan gelandang bertipikal ball-winning midfielder (BWM).

Baik anchor man maupun BWM keduanya memang memiliki karakteristik yang mirip. Dua peran tersebut jamak dimainkan oleh pemain berposisi gelandang bertahan. Selain itu keduanya juga berfungsi sebagai perebut bola. Di masa lalu, peran ini bisa terlihat dari perbedan gaya bermain Roy Keane yang seorang anchor man dan Claude Makelele seorang BWM*.

Pembeda antara anchor man dan BWM adalah mobilitasnya di lapangan. Pergerakan anchor man bisa dibilang lebih pasif, lantaran ia hanya bergerak di area depan kotak penalti sambil menunggu lawan mendekat ke jantung pertahanan sendiri. Ketika lawan sudah mendekat, barulah ia akan bereaksi untuk menghentikan lawan agar mereka tidak bergerak lebih dalam lagi ke jantung pertahanannya.

Berbeda dengan anchor man, seorang gelandang bertahan dengan peran BWM biasanya lebih reaktif dalam usaha merebut bola dari kaki lawan. Tak jarang seorang BWM berlarian ke sana-kemari mengikuti gerakan lawan, mencari setitik peluang ia miliki, satu hantaman pun dilepaskan untuk mencuri bola. 

Ruang gerakannya tidak hanya dibatasi di area zona depan kotak penalti saja, karena umumnya mereka juga kerap bergerak hingga daerah pertahanan lawan untuk bisa merebut bola. Jadi, anchor man lebih banyak menunggu pemain lawan datang untuk diterjang, BWM mengejar pemain lawan untuk dicecar. 

Lebih agresifnya seorang BWM dibanding anchor man memang terlihat dari area covering-nya di lapangan tengah. Dalam permainan, fungsi utama seorang BWM adalah menyisir seluruh lapangan tengah untuk menutup ruang gerak dan sekaligus merebut bola dari kaki lawan.

Tugas seorang BWM mungkin terdengar simpel dibandingkan dengan peran gelandang lainnya. Tugas utama mereka adalah mengambil bola untuk memindahkan penguasaan bola dari lawan ke timnya sendiri. Meski begitu, mereka memiliki tanggung jawab yang sangat besar, oleh karena itu jangan heran kalau rata-rata seorang BWM memiliki gaya permainan yang keras karena di lapangan mereka memang seorang petarung atau perusak alur serangan lawan sehingga mereka menjadi gelandang yang sangat akrab dengan kartu kuning atau kartu merah. 

Muncul dari Evolusi Gelandang Bertahan

Agak sulit untuk menelusuri kali pertama peran BWM muncul dalam sepakbola. Namun karena BWM merupakan turunan peran dari seorang gelandang bertahan, maka bisa dibilang kemunculannya juga beriringan dengan perkembangan peran dari posisi tersebut. Dari penelusuran kami, tampaknya peran ini sudah mulai digunakan sejak tahun 1960-an.

Tim Nasional Brasil menjadi salah satu kesebelasan yang sudah mulai menggunakan peran BWM pada tahun 1962. Kisahnya bermula pada akhir tahun 1950-an, Brasil saat itu mulai mendapatkan kesulitan dengan penggunaan formasi 4-2-4.

Melalui skema tersebut lini tengah Brasil lebih mudah dieksploitasi lawan. Brasil kemudian mencoba untuk melakukan eksperimen, mereka tetap menggunakan skeam 4-2-4 sebagai formasi dasar, namun pada saat bertahan akan ada salah satu winger untuk diperintahkan bergerak ke tengah, sehingga formasi saat bertahan akan berubah menjadi 4-3-3.

Sementara saat menyerang formasi berubah menjadi 3-3-4. Pergantian formasi saat menyerang dan bertahan dapat meminimalisasi masalah-masalah yang Brasil hadapi dengan pola dasar 4-2-4, hingga akhirnya pada tahun 1962, Brasil mulai menjadikan 4-3-3 sebagai formasi dasar mereka.

Dalam pola 4-3-3 itu, pada saat bertahan Brasil menggunakan dua gelandang bertahan dengan tipikal berbeda. Pada saat itu, terdapat satu pemain yang wajib merebut bola di setiap jengkal lapangan. Peran itu dimainkan oleh Zito. Ia berduet bersama Didi, yang merupakan gelandang kreatif namun mobilitasnya terbatas. Sementara satu gelandang lainnya adalah Mario Zagallo, seorang inverted winger, yang dipaksa bergeser untuk lebih banyak menerobos dari lini tengah.

 Zito. Sumber Foto: Alchetron

Pada saat itu, istilah ball-winning midfielder belum digunakan secara resmi karena penggunaan gelandang bertahan dalam permainan pun masih terus berkembang. Terlebih saat dua sistem dalam sepakbola yang saling berlawanan, total football dan catenaccio, muncul. Meski memiliki filosofi permainan yang saling berlawanan, total football dan catenaccio sama-sama mengevolusi peran sweeper sebagai gelandang bertahan. Gaya bermain seorang sweeper yang lebih progresif, apalagi dalam skema tiga bek, membuat seorang sweeper memiliki peran yang jauh lebih defensif dan destruktif. 

Memasuki dekade 1990-an hingga awal Millennium permainan sepakbola mulai berlangsung dalam tempo cepat. Peran gelandang dengan spesialisasi seperti box-to-box midfielder, ball winning-midfielder, hingga, deep-lying playmaker semakin dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan permainan di lini tengah. Tak ayal beberapa gelandang bertahan dengan tipikal, peran, dan spesialisasi berbeda pun bermunculan.

Bersambung ke halaman berikutnya..

 

Halaman kedua

Paling dikenal dari kemunculan gelandang bertahan era modern adalah pemain-pemain seperti Gattuso, Javier Mascherano, Nigel De Jong, Edgar Davids dan tentu saja Claude Makelele. Kelima contoh pemain di atas dikenal sebagai terriers lini tengah. Para pemain ini dapat mengejar lawan mereka sepanjang pertandingan sambil merebut bola dengan keras tanpa rasa takut seperti anjing terrier, namun dibatasi oleh kemampuan teknis mereka yang sederhana. 

Dari situ Gattuso, De Jong, Makelele, Davids dan Mascherano mulai disebut sebagai gelandang bertahan bertipikal ball-winning midfielder, peran yang membuat mereka sering mendapatkan kartu karena agresivitasnya dalam merebut bola dan menghentikan serangan lawan. 

Peran Penting Ball-Winning Midfielder Bagi Sebuah Kesebelasan

Selain Gattuso, De Jong, Davids, Makelele dan Mascherano masih ada satu nama yang saat ini bisa dibilang sebagai ball-winning midfielder terbaik dunia. Sosok tersebut adalah N’Golo Kante. Pemain Chelsea tersebut dianggap sebagai salah satu gelandang terbaik dunia saat ini, karena kemampuan tekel dan intersepnya.

Modal untuk menjadi BWM memang harus memiliki kemampuan tekel dan intersep yang mumpuni. Selain itu stamina dan determinasi juga menjadi atribut pokok yang tak kalah penting. Kante punya semua atribut yang dibutuhkan oleh seorang BWM.

Musim ini di semua ajang, Kante memiliki jumlah tekel (3,4) dan intersep (2,1) rata-rata per laga yang paling tinggi dibandingkan dengan gelandang bertahan Chelsea lainnya seperti Tiemoue Bakayoko (2.9 tekel dan 1.4 intersep). Kante memang sosok penting di lini tengah Chelsea karena aksi bertahannya yang gemilang, bisa dibilang ia juga merupakan sosok kunci keberhasilan The Blues meraih gelar juara musim lalu karena kemampuannya.

Aksi bertahan Kante memang banyak menuai pujian, bahkan ada yang menyebutnya sebagai reinkarnasi Claude Makelele. Setelah menjual Kante, Leicester City mengalami hal yang serupa seperti Real Madrid saat kehilangan Makelele yang mereka lepas ke Chelsea. Sementara Chelsea seperti yang kita ketahui langsung juara tak lepas dari peran penting Makelele.

"Dia luar biasa, dia bisa bergerak ke manapun untuk mendapatkan semua bola, di stadion ini, stadion lainnya, di mana-mana!" tegas Claudio Ranieri, mantan pelatihnya di Leicester City, seperti dilansir dari ESPNFC.

Grafis heatmap Kante saat bertanding melawan Manchester United. Sumber: Who Scored

Sosok Kante bisa dibilang sebagai primadona di sepakbola Inggris yang dikenal memiliki gaya permainan cepat yang dikenal dengan istilah kick n rush atau route one football. Gaya permainan cepat dalam sepakbola Inggris bisa dilihat dari fasihnya tim-tim di Liga Inggris memainkan umpan-umpan panjang sebagai pola utama dalam membangun serangan ke jantung pertahanan lawan.

Melalui pola permainan dengan umpan panjang yang mengarah langsung ke depan, yang akan membuat bola lebih banyak bergulir di udara. Bola baru bisa dikuasai setelah bola pertama hasil duel jatuh ke tanah sehingga menjadi bola liar. Bola liar hasil duel udara tersebut yang dikenal dengan istilah bola kedua.

Dalam sepakbola Inggris, tim yang lihai memenangkan duel bola kedua maka merekalah yang akan mendominasi jalannya pertandingan, yang barang tentu membuat kans untuk meraih kemenangan dalam pertandingan semakin besar. Klub-klub Liga Inggris membutuhkan tipikal pemain yang piawai berduel untuk memperebutkan bola kedua ini, sosok Kante dianggap paling mampu memainkannya. Selengkapnya bisa dilihat dalam artikel berjudul: Memahami Pentingnya "Second Balls" di Sepakbola Inggris.

Selain Kante, contoh lain dari pentingnya keberadaan BWM juga bisa dilihat dari sosok Casemiro. Pemain berkebangsaan Brasil itu juga merupakan petarung perebut bola di lini tengah Madrid. Sebelum pertandingan final Liga Champions musim lalu, pelatih Juventus, Massimilliano Allegri tidak terlalu menaruh perhatian pada sosok Cristiano Ronaldo atau Gareth Bale, sosok yang ia anggap berbahaya dalam laga tersebut justru Casemiro. 

“Dia bukan pemain yang paling berbakat secara teknis tapi kinerjanya sangat mendasar bagi tim, dan itu penting bagi saya. Casemiro memberi keseimbangan kepada tim bahwa saya tidak berpikir ada pemain lain yang bisa melakukannya sebaik dia," ujarnya seperti dilansir dari Marca. 

Casemiro sepanjang kariernya, menurut transfermarkt, ia sudah mengoleksi 70 kartu kuning dari total 241 kali ia bermain (mendapatkan satu kartu kuning di setiap 3,4 pertandingan). Jumlah tersebut tak jauh berbeda dengan torehan kartu kuning BWM lain seperti misalnya Nemanja Matic yang tercatat mendapatkan 74 kartu kuning dan dua kartu merah dari 364 total permainan yang sudah ia jalani sepanjang kariernya (4,5). Rataan angka-angka tersebut mendekati angka kartu kuning milik Gattuso yang tercatat mendapatkan 138 kartu kuning dan 3 kartu merah dari 537 laga (3,7).

Sementara itu, Kante meski punya tugas serupa seperti para pemain di atas, ia terbilang jarang mendapatkan kartu kuning, yang membuatnya jarang merugikan tim. Dari total 175 kali bermain sejauh ini, pemain berusia 26 tahun ini baru mengoleksi 24 kartu kuning saja (7,2). Tak heran ia disebut sebagai Makelele baru karena Makelele pun terbilang cerdas dalam merebut bola, karena 639 kali bermain, ia "hanya" diganjar 105 kartu kuning (tanpa kartu merah langsung) yang artinya ia punya rataan 6,1 laga per kartu. 

***

Masih banyak lagi sebenarnya pemain dengan peran BWM ini. Indonesia juga punya Syamsul Chaeruddin ketika masa emasnya di PSM dan timnas Indonesia atau Sandi Sute yang membela Persija Jakarta saat ini. Gelandang Persib, Hariono, juga terkadang memainkan peran ini meski ia lebih banyak bermain sebagai anchor man. 

Yang jelas, pemain BWM ini punya tugas penting bagi skema permainan sebuah tim, meski statistik gol atau asis mereka tak lebih banyak dari statistik torehan kartu kuning mereka.


*Pada tulisan lain, kami menyebut Claude Makelele sebagai holding midfielder. Untuk menghindari kekacauan berpikir, holding midfielder ini tidak kami sebut sebagai peran (roles), melainkan arketipe. Tentang posisi, peran dan arketipe, bisa dibaca di sini

 

 

Sumber lainnya: Four-Fourtwo, The Shortfuse, Sports Keeda, The Hard Tackle. 

Foto: Ali Express, Alchetron

Pemain Kunci dalam Kuatnya Pertahanan Burnley
Artikel sebelumnya Pemain Kunci dalam Kuatnya Pertahanan Burnley
Soal Loyalitas Pemain, Man United Terbaik di Liga Primer Musim Ini
Artikel selanjutnya Soal Loyalitas Pemain, Man United Terbaik di Liga Primer Musim Ini
Artikel Terkait