Array
(
[article_data] => Array
(
[artikel_id] => 212615
[slug] => https://panditfootball.com/analisa-pertandingan/212615/PFB/190130/yang-aneh-dari-status-pinjaman-beto-dan-jaimerson
[judul] => Yang Aneh dari Status Pinjaman Beto dan Jaimerson
[isi] =>
Peminjaman pemain hal yang lumrah di sepakbola. Di Indonesia pun praktik peminjaman pemain bukan hal tabu. Tapi untuk peminjaman Jaimerson Da Silva dan Alberto "Beto" Goncalves dari Madura United ke Persija Jakarta, ada hal yang tidak wajar.
Tanggal 24 Januari 2019, Persija Jakarta menyurati Madura United perihal keinginan sang juara Liga 1 2018 tersebut meminjam pemain. Macan Kemayoran menyebut bahwa mereka ingin meminjam Jaimerson Da Silva dan Zah Rahan Krangar. Kedua pemain ini bisa menjadi amunisi tambahan untuk Persija di babak penyisihan Liga Champions Asia 2019.
Sehubungan dengan Liga 1 2019 yang baru dimulai pada awal Mei, Persija memang tidak bisa mendaftarkan pemain asing barunya, yang kesemuanya belum pernah main di Indonesia, serta Ryuji Utomo yang direkrut dari kesebelasan Thailand. Karena bursa transfer baru bisa dibuka paling cepat 84 hari sebelum liga dimulai (untuk Liga 1 2019 dibuka 15 Februari), International Transfer Certificate (ITC) empat pemain baru Persija tersebut belum keluar. Keempatnya dipastikan tidak bisa membela Persija pada pertandingan Liga Champions Asia melawan Home United pada 5 Februari mendatang.
Tidak seperti perekrutan dari luar negeri, perekrutan pemain dalam negeri tidak membutuhkan ITC. Karena itulah Persija berusaha "mendapatkan" pemain dari kesebelasan Indonesia lain agar bisa dimainkan melawan Home United. Setelah merekrut Rishadi Fauzi dengan kontrak jangka pendek, Jaimerson dan Zah Rahan adalah incaran Persija untuk menjaga kualitas tim kala menghadapi Home United.
Madura United menyambut baik permintaan Persija. Tapi mereka enggan meminjamkan Zah Rahan. Sebagai gantinya, Madura United menyodorkan Beto. Menariknya, meski berstatus pinjaman, Jaimerson dan Beto nyatanya tetap punya kewajiban membela Madura United.
"Kepentingan Indonesia kita dahulukan di atas kepentingan kelompok. Persija wakil Indonesia, harus kita support," kata Manajer Madura United, Haruna Soemitro, pada pewarta. "Tapi mereka tidak digunakan untuk pertandingan domestik, turnamen-turnamen pra-musim, yang ada di Indonesia. Ini semata-mata untuk kepentingan event internasional. Saya sudah hitung, tidak akan mungkin ada benturan jadwal. Kalau misal ternyata ada bentrok, kepentingan Madura akan didahulukan."
Di sini lah letak ketidakwajaran tersebut. Dalam regulasi FIFA soal transfer dan status pemain memang disebutkan kedua belah pihak boleh menyertakan kesepakatan-kesepakatan tertentu. Tapi masih dalam regulasi tersebut, pada Pasal 10 ayat 2, disebutkan bahwa "...periode minimal peminjaman adalah waktu antara dua periode pendaftaran."
Berdasarkan paragraf tersebut, yang juga ada dalam regulasi PSSI, regulasi ini bisa dimaknai bahwa peminjaman pemain sejatinya hanya boleh, minimal, berdurasi pada setengah musim pertama atau setengah musim terakhir, selain satu musim penuh. Karena di federasi lain pun, federasi sepakbola Inggris misalnya, durasi minimal peminjaman pemain adalah setengah musim kompetisi.
Regulasi EFL tentang durasi peminjaman pemain
Jaimerson dan Beto akan dimaksimalkan Persija hanya pada pertandingan melawan Home United (5 Februari), pertandingan melawan Newcastle Jets pada 12 Februari mendatang serta Kashima Antlers pada 19 Februari (dengan catatan Persija terus menang). Melawan Kashima sebenarnya Persija bisa memainkan keempat pemain barunya karena bursa transfer Liga 1 sudah dibuka (meski pendaftaran pemain di Liga Champions Asia wajib dilakukan 7 hari sebelum pertandingan).
Jika kalah, Persija akan terlempar ke AFC Cup dan Persija sudah bisa mendaftarkan pemainnya karena pertandingan pertama baru akan digelar April mendatang. Begitu pun jika Persija lolos ke fase grup Liga Champions yang dimulai sejak Maret, pendaftaran pemain akan kembali dibuka di mana bursa transfer Indonesia pun sudah dibuka.
Dengan Madura United yang masih bisa menggunakan pemainnya meskipun sedang dipinjamkan ke Persija, ini artinya durasi peminjaman Jaimerson dan Beto hanya untuk pertandingan babak penyisihan Liga Champions Asia saja. Dalam kesepakatan yang diutarakan oleh Haruna juga disebutkan bahwa Persija boleh memainkan Jaimerson dan Beto khusus untuk pertandingan internasional dan "kepentingan Madura akan didahulukan".
Pemandangan seperti ini bukannya tak ada di Indonesia. Di tim amatir yang saya latih misalnya, ada pemain yang juga bermain di kesebelasan lain, mengikuti kompetisi berbeda. Atau ada juga pemain amatir lain yang bermain di banyak kesebelasan untuk mengikuti kompetisi berbeda. Tapi ini kan level sepakbola amatir dan kebetulan tidak ada regulasi yang mengikatnya. Masa Persija dan Madura United yang mengaku profesional memperlakukan pemainnya seperti pemain amatir?
Tapi sebenarnya Persija dan Madura United pun tidak akan melakukan hal seperti ini jika dari PSSI mengatur jadwal liga sesuai kalender AFC. Penyebab Persija tidak bisa mendaftarkan pemain baru dari luar negeri memang dipengaruhi keputusan PSSI yang memutuskan Liga 1 2019 baru dimulai awal Mei dengan alasan adanya Pemilihan Presiden.
Lagipula, bukan hanya Persija dan Madura United, kesebelasan Liga 1 lain pun saat ini memperlakukan pemainnya seperti pemain tarkam alias amatir. Piala Indonesia yang dimulai sejak 2018 kini diisi oleh kesebelasan-kesebelasan yang mencoba pemain-pemain baru di babak 32 besar. Uniknya lagi babak 16 besar akan ditunda karena akan berlangsungnya Piala Presiden 2019.
Perlu diketahui, Piala Presiden merupakan turnamen pra-musim yang disikapi secara serius oleh kesebelasan-kesebelasan Indonesia. Kalau pemain (khususnya asing) atau pelatih menunjukkan performa yang tidak sesuai harapan manajemen selama Piala Presiden, bukan hal mustahil mereka akan didepak sebelum liga dimulai. Ini artinya kesebelasan tersebut bisa berganti pemain lagi ketika liga yang sebenarnya dimulai.
Ketidakwajaran di sepakbola memang banyak terjadi di sepakbola Indonesia. Kebetulan atau tidak, ketidakwajaran tersebut selalu ada kaitannya dengan PSSI.
[gambar] => https://panditfootball.com/images/large/Event%20Khusus/Feature%20Image%20Madura%20Persija.jpg
[tanggal] => 30 Jan 2019
[counter] => 12.748
[penulis] => ardypandit
[penulis_foto] => https://panditfootball.com/images/large/test/ardyskets.JPG
[penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/ArdyPandit
[penulis_desc] => Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com
[penulis_initial] => ANS
[kategori_id] => 3
[kategori_name] => Analisis
[kategori_slug] => analisa-pertandingan
[kategori_url] => https://panditfootball.com/kategori/analisa-pertandingan
[user_url] =>
[user_fburl] =>
[user_twitterurl] => https://twitter.com/ardynshufi
[user_googleurl] =>
[user_instagramurl] =>
)
[tags] => Array
(
[0] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 212615
[tag_id] => 431
[tag_name] => liga indonesia
[tag_slug] => liga-indonesia
[status_tag] =>
[hitung] => 113
)
[1] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 212615
[tag_id] => 2001
[tag_name] => Liga Champions Asia
[tag_slug] => liga-champions-asia
[status_tag] =>
[hitung] => 9
)
[2] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 212615
[tag_id] => 6819
[tag_name] => Madura United
[tag_slug] => madura-united
[status_tag] =>
[hitung] => 4
)
[3] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 212615
[tag_id] => 11054
[tag_name] => Piala Indonesia
[tag_slug] => piala-indonesia
[status_tag] => 1
[hitung] =>
)
[4] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 212615
[tag_id] => 12508
[tag_name] => Jaimerson Da SilvaPersija Jakarta
[tag_slug] => jaimerson-da-silvapersija-jakarta
[status_tag] => 1
[hitung] =>
)
)
[related_post] => Array
(
[0] => Array
(
[artikel_id] => 972
[slug] => https://panditfootball.com/analisa-pertandingan/972/PFB/130925/post-match-analysis-malaysia-u-23-0-2-central-coast-mariners
[judul] => Post-Match Analysis: Malaysia U-23 0-2 Central Coast Mariners
[isi] => In the second match-day of Menpora Cup Group A, Central Coast Mariners firmly put their foot in the road to final after their victory against Malaysia U-23. Mariners’ two goals were scored by their strikers, Matthew Simon and Mitchell Duke. Meanwhile, Malaysia was unable to play their maximum ability and hardly penetrate Mariners defensive line, to put the ball in the back of the net.
Graham Arnold, Mariners’ coach, changed his starting line-up from the game against Sriwijaya by playing 7 different players altogether. And it instantly changed Mariner’s style of play. At the first match, Mariners used both of their wingers to break the Sriwijaya’s defensive organization, and it was obvious that their lateral players were the fulcrum of the attack. But yesterday, Mariners often play direct passes through the middle of the pitch.
Malaysia themselves couldn’t impose their style on the game. Two Malaysian wingers, Saarvindran and Ibrahim Syahrul, who become Mariner’s main threat against Persib, were also ineffective and couldn’t do much to help Malaysia’s attack. Furthermore, Ibrahim Syahrul was substituted in beginning of the second half.
McGlinchey – Fitzgerald as Chances Creator
One of Mariners’ strengths in this game was their two midfielders: Michael McGlinchey and Nick Fitzgerald. Repeatedly both of them took turns to help Mariner’s attack with their through-pass. This is the kind of play that was absent at the first match, since they always spread the passes whenever they entered the final third of the pitch.
Fitzgerald especially keep on barging the penalty box to try to put the ball in the net. Whilst McGlinchey played deeper to send the through-ball.
(1) McGlinchey Send The Throughball for Matthew Simon
(2) Fitzgerald barge the penalty box to receive passes from Matthew Simon
This strategy was effective. Within the first 15 minutes, golden chances were created by Mariners. Initially, Nick Fitzgerald played through a ball for Simon, but Izham Tarmizi was quick off his line to collect the ball. Minutes later, Mitchell Duke darted down the byline before flicking a cross into the box. Fitzgerald made contact with it but his header unfortunately rattled against the bar.
In the second half, Fitzgerald was also able to cut through Malaysia’s defensive line and entered the penalty box to test Izham Tarmizi.
Unfortunately, Mariners ability to retain possession and to dominate the match was not completed by their ability to use the chances effectively. From 5 chances that were created within the first half, only three find the target, and 1 become goal.
To Use Height
The difference in height has vastly become a tiresome cliche that used to analyze a football match. But, yesterday, Mariners showed us how to cleverly use their strength in the air. To their merit, they didn't do it by using long-ball all the time, but with using short-crosses in front of the net.
Using their aerial ability, Mariners were able to threaten Izham’s net three times. One of it become goal, one hit the bar, and one was off target.
Mariners’ High Defensive Line
Being able to dominate the game and possession gave Mariners the chances to use a really high defensive line. They even only left two players at the back that was their two center backs, Zac Anderson and Hayden Morton. It is as if their keeper, Liam Reddy, played as the third defender, or sweeper. In the first half, Reddy already come out 4 times from the penalty box to collect the ball.
Mariners High Defensive Line – Only Two Centerbacks Leaved at The Back
This strategy of using a high-defensive line was helped by the presence of John Hutchinson. Often spotted helping Mariner’s defense in their own half, his role helped other Mariners midfielders to move forward in an attacking scheme using a 2-3-2-3 formation. Playing with such composure, Hutchinson himself read the game well and often break Malaysia’s counter attack.
Saiful’s passes for Malaysia’s attacking line, which was the main source of Malaysia’s threat, was often intercepted in the middle of the pitch. It’s no wonder that within the first 30 minutes, not once did Malaysia created an attempt. The very first time Harimau Muda entered the last third of the pitch come was the effect of their forward act, when they intercept Mariners’ center-back’s pass.
The rest of the time, Mariners was able to anticipate the long-pass sent by Malaysia’s defenders to their forwards.
The Death of Malaysia’s Wing-Play
Besides Malaysia’s inability to match Mariners midfielders, one of the reason of the lack of threat from Harimau Muda was because their wing-play didn't play as lively as the first game.
When they face Persib, both of Malaysia wingers repeatedly moved inside to the middle of the pitch and added numbers of players in midfield. This strategy was not seen against Mariners. Both of Saarvindran and Ibrahim Syahrul often waited for passess, near the side-line in the final third of the pitch.
In the first 45 minutes, Malaysia gave Syahrul more passes than Saarvindran, hence the use of the right-side for the majority of the game. Syahrul then used his pace to cut through Mariners defensive line. It was noted that Syahrul once, after dribbling the ball to the end of the pitch, send a short crosses that become the golden chances for Malaysia to score. But Mr. Ong then substituted by Mohd. Ridzuman Abduloh in the second half.
The Rise of Mitchell Duke
In our match preview, we mentioned Mitchell Duke’s name for several times, for his good form in these past times. Furthermore, Duke has completed a week-training with West Ham United players. Unfortunately, against Sriwijaya, the player that was often used as a right forward in a 4-2-3-4 scheme didn't gave performance that we could rave about.
But that was not the case against Harimau Muda. In this game, Duke’s record looks like this: one goal with a measured shot directed to the bottom corner of the net, one key-passes for Simon’s goal, and he was central in almost Mariners’s attacking scheme. As a right-forward, Duke was often cutting into the inside of the penalty box and he was also became the bridge between Fitzgerald-McGlinchey and Matthew Simon.
Duke’s movement was also important in the creation of Mariners’ first goal. Moving to the left side area of the pitch, Duke sent a high diagonal cross to the penalty box. Fitzgerald than send Duke’s ball to Simon by flicking it with his head.
Meanwhile in the second goal, Duke has the ability to spot the open spaces left by Malaysia’s center back, and quickly shot the ball whilst Izham Tarmizi was not ready.
If Graham Arnold’s purpose to the enter the tournament is to create bond between the new players with the old one, then we dare to say that it will happened first with the attacking line. It could be said that both Matthew Simon and Mitchell Duke has begin to understand each role and movement. Simon will play as target-man, whilst Duke become the second striker who will actively find spaces and send that killer pass.
But, in Mitchell Duke, Arnold got a complete player who could also play the role of a lone striker. It was seen when Simon was substitute at minute 75. For several times Duke successfully received through-passes from the midfield and convert them in to attempts. One of it became Mariners’ second goal.
Duke himself has a different style from Simon. He’s effective when given a through-pass and spaces, for which he could use his acceleration to get through the opponent defenders. Whilst Simon is a forward who could play in small spaces in the penalty box. With one or two touches, Simon usually shot the passes he received, without much dribbles.
The Complete Chalkboards
Attempts CCM and Malaysia U-23 within the first 45”
Attempts CCM and Malaysia U-23 within the second 45”
Mariners Defensive Indicator Within the First 45”
Mariners Defensive Indicator Within the Second 45”
Malaysia Defensive Indicator Within the First 45”
Malaysia Defensive Indicator Within the Second 45”
Mariners Passes in Final Third Within the First 45”
Mariners Passes in Final Third Within the First 45”
[gambar] => http://www.panditfootball.com/wp-content/uploads/2013/09/Defence-MAL-def-2nd.png
[tanggal] => 25 Sep 2013
[counter] => 1.899
[penulis] => PanditFootball
[penulis_foto] => https://panditfootball.com/assets/images/logo/Logo-transparent.png
[penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/PanditFootball
[penulis_desc] => Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis sepakbola, baik Indonesia maupun dunia. Analisis yang dilakukan meliputi analisis pertandingan, taktik dan strategi, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya. Keragaman latar belakang dan disiplin ilmu para analis memungkinkan PFI untuk juga mengamati aspek kultur, sosial, ekonomi dan politik dari sepakbola. Akun twitter: @panditfootball contact: redaksi@panditfootball.com
[penulis_initial] => PND
[kategori_id] => 3
[kategori_name] => Analisis
[kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/analisa-pertandingan
)
[1] => Array
(
[artikel_id] => 13892
[slug] => https://panditfootball.com/analisa-pertandingan/13892/PFB/140430/match-analysis-bayern-munich-0-4-real-madrid
[judul] => [Match Analysis] Bayern Munich 0-4 Real Madrid
[isi] =>
Perubahan Taktik Pep dan Kesalahan Mendasar Bayern dalam Bertahan
Saya menyukai penguasaan bola. Alasan mengapa kita (Bayern Munich) kalah malam ini adalah karena kita tidak mendapatkan penguasaan bola," ujar Pep Guardiola, sang arsitek Bayern Munich, setelah timnya kalah telak 0-4 dari Real Madrid di leg kedua semifinal Liga Champions, dan sang juara bertahan tersingkir.
Pendapat Pep itu, hingga batas tertentu, ada benarnya. Pada babak pertama, seolah menyerah pada kritik yang bertubi-tubi datang, Pep mengubah gaya permainan anak-anak asuhnya. Ia meninggalkan ball possession dan memaksa Bayern bermain dengan umpan-umpan vertikal secara cepat.
Bahkan, pada 10 menit pertama seluruh pemain Bayern nyaris tak pernah berlama-lama menguasai bola. Kecuali Arjen Robben dan Franck Ribery, seluruh pemain Bayern hampir tidak pernah memegang bola lebih dari 3 sentuhan.
Tapi sayang, perubahan gaya bermain tersebut tak dibarengi dengan perbaikan koordinasi lini pertahanan mereka, khususnya dalam antisipasi bola mati.
Dalam waktu 45 menit saja Real Madrid sudah menjebol gawang Manuel Neuer tiga kali, yang dua di antaranya dari bola mati. Ya, Pep bisa saja menyatakan bagaimana para kritikus salah tentang pentingnyaball possession. Tapi nyatanya Bayern kalah karena kesalahan-kesalahan mendasar dalam bertahan.
Kondisi berbeda terjadi pada Real Madrid. Mereka datang tanpa beban, meski sang lawan pasti akan bermain kesetanan untuk mengejar defisit gol.
Namun, kondisi tersebut tak membuat Carlo Ancelotti gugup. Don Carlo menginstruksikan anak didiknya untuk tetap disiplin menjaga pertahanan, dan sesekali menyerang lewat serangan balik, persis seperti yang dilakukan pada pertemuan pertama. Hanya saja ia kini memiliki amunisi lebih tajam karena Cristiano Ronaldo dan Gareth Bale sudah pulih total.
Terbukti, pilihan taktik pelatih asal Italia ini berhasil membuat Bayern malu bukan kepalang di depan pendukungnya sendiri.
Demi menjawab kritik, Pep Guardiola mengubah gaya bermainnya. Sejak awal ia menginstruksikan anak didiknya untuk tak berlama-lama dengan bola. Namun, perubahan gaya permainan tersebut tak dibarengi dengan adanya perbaikan koordinasi lini belakang.
Sama halnya dengan pertemuan pertama, Ancelotti menginstruksikan anak asuhnya untuk tetap disiplin menjaga posnya masing-masing. Mereka sengaja membiarkan pemain-pemain Bayern mengusai bola. Layaknya pertemuan pertama, serangan balik yang cepat tetap menjadi andalan.
Namun, dengan taktik yang nyaris sama dengan pertemuan pertama ini, Ancelotti justru mampu menundukkan Bayern 4-0 di kandangnya sendiri. Tak hanya itu, Don Carlo pun sukses mengantarkan Real Madrid ke final setelah 12 tahun lamanya Los Galacticos tak pernah mencicipi aroma partai puncak Liga Champions.
Analisa selengkapnya klik disini
[gambar] => http://www.panditfootball.com/wp-content/uploads/2014/04/bayernelreal.jpg
[tanggal] => 30 Apr 2014
[counter] => 3.959
[penulis] => redaksi
[penulis_foto] => https://panditfootball.com/assets/images/logo/Logo-transparent.png
[penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/redaksi
[penulis_desc] => contact: redaksi[at]panditfootball.com
[penulis_initial] => RDK
[kategori_id] => 3
[kategori_name] => Analisis
[kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/analisa-pertandingan
)
)
[prev_post] => Array
(
[artikel_id] => 212614
[slug] => https://panditfootball.com/article/show/cerita/212614/PFB/190130/giliran-qatar-menertawakan-dunia
[judul] => Giliran Qatar Menertawakan Dunia
[isi] =>
Panggung utama Piala Asia 2019 sudah terbentuk. Zayed Sport City Stadium akan menjadi saksi bisu partai puncak; Jepang melawan Qatar. Keberhasilan Jepang mencapai final Piala Asia 2019 bukanlah kejutan. Menempati peringkat ke-50 dunia (Per Desember 2018), Tim Samurai Biru merupakan salah satu unggulan dalam turnamen ini. Hal itu juga diutarakan oleh kepala pelatih Iran, Carlos Queiroz.
"Beban untuk memenangi turnamen ini ada di pundak Australia, Jepang, dan Korea Selatan," kata Queiroz. Di bawah arahannya, Iran adalah negara Asia dengan peringkat FIFA tertinggi sejak Agustus 2018. Dirinya masih merendah dan menjagokan Jepang.
Bermodalkan pengalaman tiga kali juara Piala Asia (2000, 2004, 2011), wajar jika Jepang menjadi unggulan dan lolos ke final. Tapi Qatar, lawan mereka di partai puncak tidak memiliki reputasi yang sama.
Sebelum Piala Asia 2019, Qatar tidak pernah lolos ke semi-final turnamen ini sepanjang sejarah mereka. Pengalaman Qatar di kancah internasional juga tergolong minim dengan status tuan rumah menjadi satu-satunya alasan mereka lolos ke Piala Dunia 2022. Itu pun diwarnai berbagai kontroversi.
Lolos ke Piala Asia setelah menjuarai Grup C di fase kualifikasi, Qatar tergabung dengan lawan-lawan yang cukup berat. Korea Utara, Lebanon, dan Arab Saudi. Arab Saudi dua kali mencapai final Piala Asia dalam 20 tahun terakhir, mereka juga tampil di Piala Dunia 2018. Memiliki tiga gelar juara Piala Asia, Arab Saudi terakhir kali mengangkat trofi tersebut di Uni Emirat Arab (1996).
Lebanon berada di atas Qatar dalam urusan peringkat FIFA (81 berbanding 93). Korea Utara yang menduduki peringkat 109 FIFA sudah memiliki pengalaman di Piala Dunia dan dibela talenta seperti Han Kwang-Song yang bermain untuk Perugia di Serie-B, Italia. Pemain Qatar yang mungkin selevel dengan Han hanyalah Akhram Afif. Mantan pemain Sporting Gijon yang pernah sembilan kali main di La Liga. Ia berstatus pemain Villarreal tapi belum pernah main untuk Yellow Submarines dan sedang dipinjamkan ke Al Sadd.
Begitu tidak diunggulkan, Daily Mail sampai menyebut Qatar sebagai kesebelasan paria -kasta terendah dalam struktur Hindu-. Meski demikian, Qatar tetap berhasil melaju hingga partai puncak. Bukan sekedar melaju ke final, Qatar sampai di puncak turnamen sebagai kesebelasan paling produktif dengan 16 gol dari enam pertandingan. Terakhir anak-anak asuh Felix Sanchez Bas menghabisi Uni Emirat Arab dengan skor 4-0.
Nama Saad Al Sheeb, Almoez Ali, dan Afif memuncaki peringkat pencapaian individu. Al Sheeb menjaga gawang Qatar bersih sejak pertandingan pertama melawan Lebanon. Akhram Afif merupakan pemain dengan jumlah asis terbanyak (8), sesuatu yang hampir mustahil dikejar pemain Jepang, Takumi Minamino (3). Sebanyak empat dari umpan Afif itu diselesaikan oleh Almoez Ali yang merupakan pemain paling subur selama turnamen dengan delapan gol.
Almoez Ali sudah mencatat berbagai rekor melalui Piala Asia 2019. Setelah menghabisi Korea Utara, Ali menjadi pemain yang berhasil mencetak empat gol dalam waktu tercepat (51`), mengalahkan mantan penyerang Bahrain, Ismaeel Abdullatif (61`). Ali juga menjadi pemain pertama yang berhasil mencetak delapan gol di Piala Asia sejak legenda Arab Saudi [ralat: Iran], Ali Daei melakukannya di 1996.
Almoez Ali begitu tajam, sampai-sampai membuat penonton naik darah dan melempar sandal ke arahnya. Entah karena Ali terlalu tajam atau tensi politik antara Qatar dan Uni Emirat Arab begitu tinggi sehingga menciptakan drama.
Dengan kehadiran Al Sheeb di bawah mistar, Akhram Afif sebagai kreator serangan, dan Almoez Ali di depan, Qatar terlihat menjanjikan untuk Piala Dunia 2022. "Semua kesebelasan yang tampil di sini ingin juara. Qatar tidak berbeda," kata Felix Sanchez saat ditanya soal target tim asuhannya di Piala Asia 2019.
Sanchez tahu menjadi juara tidak akan mudah, lagipula itu bukan target utamanya di turnamen ini. Prioritas Felix Sanchez di Piala Asia 2019 adalah membuktikan kualitas Qatar pada Asia dan dunia. "Kami mau membuktikan bahwa Qatar bisa sejajar dan berkompetisi dengan semua negara Asia. Ini adalah persiapan kami menuju Piala Dunia," katanya.
Melangkah hingga ke partai final, Qatar seharusnya sudah bisa meyakinkan berbagai pihak. Rahasia kesuksesan mereka bukanlah uang dari pemilik Paris Saint-Germain ataupun kolusi antara negara-negara tetangga. Kunci sukses anak-anak asuh Felix Sanchez hanya dua hal sederhana.
Pertama: adaptasi.
Sanchez tidak pernah melihat terlalu jauh ke depan selama Piala Asia 2019. Ia menyesuaikan pola permainannya dengan lawan yang akan dihadapi. "Kami akan fokus menghadapi pertandingan secara peralahan. Setiap tim memberikan tantangan. Hal yang dapat kami jaga adalah performa, tekad, dan kebugaran pemain," kata Sanchez.
Alhasil selama enam pertandingan menuju final, Sanchez bentuk anak-anak asuhnya dengan tiga pola berbeda: 4-2-3-1 sebagai sistem utama. Mengandalkan jarak antar lini yang dekat untuk menutup ruang lawan. Saat melawan Arab Saudi yang lebih fokus menyerang dari tengah, Qatar menggunakan 3-5-2. Sementara itu saat bertemu Iraq yang mengandalkan sisi lapangan, mereka mengimbanginya dengan 4-3-3.
Rahasia kedua dari kesuksesan Qatar di Piala Asia 2019: hubungan antar pemain.
"Afif dan Ali sudah mengenal satu sama lain sejak kecil. Afif tahu apa yang tidak disukai dan digemari Ali. Begitu juga sebaliknya," ungkap bek Qatar, Bassam Al-Rawi. Sanchez sendiri sudah mengikuti karir keduanya sejak masih berusia 9-10 tahun di Aspire Academy. Belasan tahun kemudian, proyek jangka panjang itu akhirnya berbuah hasil.
Untuk sementara, Qatar bisa melupakan isu suap dari pemilihan tuan rumah Piala Dunia 2022, atau cap buruk seperti ingin hanya mencari keuntungan dari sepakbola yang selama ini diberikan pada mereka. Menang atau kalah di final melawan Jepang, Qatar boleh menertawakan keraguan dunia atas diri mereka.
Kekalahan/kegagalan ini menjadi pelajaran berharga buat timnas Indonesia.....
Kalimat tersebut seringkali terdengar ketika Timnas Indonesia bertanding dan kalah menghadapi kesebelasan besar Eropa yang sedang mengadakan tur atau menghadapi kesebelasan besar di turnamen penting. Tapi tampaknya kalimat tersebut sudah jadi kalimat yang memuakkan buat masyarakat Indonesia. Kalimat klise ini terucap ketika komentator pertandingan tak berani mengatakan "Timnas Indonesia bermain jelek!".
Belajar membutuhkan proses yang tidak sebentar. Rasanya tidak mungkin seorang pemain benar-benar mendapatkan pelajaran ketika dihajar oleh lawannya hanya dalam satu pertandingan, dari klub atau negara besar sekalipun. Bahkan jangankan belajar, mereka bisa saja lebih diselimuti perasaan bangga karena telah merasakan bermain dengan pemain hebat atau mulai memikirkan ingin berfoto dengan siapa ketika pertandingan selesai.
Menjalani pertandingan seperti yang disebutkan di atas memang kurang tepat disebut pembelajaran. Menurut Corey (Syaiful Sagala, 2011: 61), konsep pembelajaran adalah suatu proses di mana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu. Sementara dalam pertandingan, pemain bertanding untuk mengincar kemenangan, bukan untuk mencari pembelajaran.
Belum lagi manusia adalah tempatnya lupa. Lewat satu pertandingan, pembelajaran yang didapat seorang pemain bisa dengan mudah dilupakannya. Begitu juga misalnya dengan coaching clinic singkat dari pesepakbola ternama. Satu momen singkat boleh jadi bukan pembelajaran, tapi sekadar pengalaman.
Pengalaman guru terbaik, itu betul. Tapi pengalaman yang seperti apa? Juga, bagaimana respons terhadap pengalaman tersebut?
Untuk sepakbola Indonesia, pengalaman terbaik yang benar-benar menjadi guru bisa kita lihat dari sepak terjang alumni PSSI Primavera dan PSSI Barreti. Pada 1993 hingga 1996, PSSI secara berkala mengirim pemain-pemain usia di bawah 19 tahun dan 16 tahun untuk menimba ilmu di Italia. Hasilnya, nama-nama seperti Kurniawan Dwi Yulianto, Aples Tecuari, Anang Maruf, Bima Sakti atau Kurnia Sandy, adalah sedikit pemain yang berhasil meningkatkan level timnas Indonesia karena pengalamannya pernah menimba ilmu di luar negeri.
Di Italia, pemain-pemain hasil seleksi di Piala Haornas yang dilakukan oleh trio Danurwindo, Harry Tjong dan Sartono Anwar ini mengikuti kompetisi Serie C2. Selain menghadapi kesebelasan-kesebelasan Primavera Italia, PSSI Primavera ini juga dilatih pelatih asal Italia, Romano Matte.
Lingkungan inilah yang mendukung pembelajaran para pemain Indonesia kala itu sampai akhirnya mereka sukses menjadi pemain. Kurniawan dan Kurnia Sandy sempat direkrut Sampdoria, sementara Bima Sakti sempat bermain di Helsingborg IF, Swedia. Bahkan ketiganya sempat masuk jajaran pelatih Timnas Indonesia pada Piala AFF 2018 lalu.
Atas dasar itu pula program Garuda Select yang dicetuskan Supersoccer TV dan PSSI bisa jadi secercah harapan untuk masa depan sepakbola Indonesia. Lewat Garuda Select, sebanyak 24 pemain yang diseleksi dari Elite Pro Academy 2018 –liga resmi untuk kelompok umur 16 tahun– diberangkatkan ke Inggris. Sejak 15 Februari, mereka akan menimba ilmu di Inggris sampai Mei mendatang.
Mungkin publik punya trauma akan "kegagalan" dari program serupa ketika para pemain muda berbakat Indonesia dikirim ke Uruguay (SAD), Mayoritas pemain gagal mencapai potensi terbaiknya. Tapi Garuda Select ini tampaknya lebih akan meniru PSSI Primavera ketimbang generasi SAD, cukup menjanjikan buat timnas Indonesia.
Inggris adalah salah satu negara sepakbola terbaik saat ini. Liga Primer Inggris disebut-sebut sebagai liga terbaik dunia. Memang Inggris bukan juara Piala Dunia. Tapi melihat PSSI Primavera, ketika itu PSSI mengirimkan pemainnya ke Italia ketika Serie A Italia sedang menjadi liga terbaik dunia. Ketika didatangi para pemain PSSI Primavera, timnas Italia waktu itu pun bukan berstatus juara Piala Dunia.
Belum lagi pemain-pemain yang dipilih merupakan hasil pantauan langsung dari Dennis Wise dan Des Walker. Wise dan Walker yang merupakan mantan pemain timnas Inggris tentu punya standar khusus untuk menentukan pemain mana saja yang layak dibawa ke Tanah Britania. Apalagi tidak seperti Romano Matte yang tidak punya karier gemilang sebagai pemain maupun pelatih, Wise dan Walker merupakan mantan pemain kesebelasan besar Inggris (Chelsea dan Nottingham Forest) serta pernah bermain di Timnas Inggris cukup reguler, tidak sekadar numpang lewat.
Wise nantinya akan bertindak sebagai Direktur Teknik, sementara Walker sebagai pelatih. Keduanya akan menjadi pembimbing para pemain Garuda Select ini selama hampir 4 bulan di Inggris.
Para pemain akan diberi latihan intensif secara profesional, memanfaatkan sport science dan mendapatkan materi pembinaan usia muda melalui standar federasi sepakbola Inggris (FA), serta berkompetisi melawan klub profesional Inggris di setiap akhir pekan. Agenda evaluasi di akhir periode pun akan membuat para pemain menjadikan perjalanan ke Inggris ini benar-benar sebagai latihan menjalani kehidupan sepakbola profesional di Eropa. Setiap pengalaman yang didapatkan para pemain muda Indonesia ini langsung direspons dan diarahkan agar bisa jadi pembelajaran di masa depan.
Model seperti ini benar-benar akan menjadi pelajaran buat para pemain muda Indonesia, bukan lewat satu pertandingan atau satu coachingclinic. Karenanya kita bisa berharap Garuda Select ini menjadi tunas bagi generasi sepakbola Indonesia yang lebih baik. Dengan adanya wadah buat para pemain muda berbakat Indonesia unjuk gigi di Eropa, hal ini juga mendekatkan mereka dengan para pemandu bakat yang siap membawa mereka ke kesebelasan profesional.
Semoga dari Garuda Select ini nantinya bisa memunculkan Kurniawan baru, Bima Sakti baru, yang bisa mengharumkan nama Indonesia, khususnya prestasi bagi timnas Indonesia. Harapan itu semakin besar karena sejumlah pemain Garuda Select ini sudah sempat membawa Indonesia juara Piala AFF 2018.
Segala kegiatan para pemain Garuda Select ini akan diliput langsung oleh Super Soccer TV. Untuk menyaksikannya silakan klik di sini atau ikuti Instagram @mysupersoccer.
Peminjaman pemain hal yang lumrah di sepakbola. Di Indonesia pun praktik peminjaman pemain bukan hal tabu. Tapi untuk peminjaman Jaimerson Da Silva dan Alberto "Beto" Goncalves dari Madura United ke Persija Jakarta, ada hal yang tidak wajar.
Tanggal 24 Januari 2019, Persija Jakarta menyurati Madura United perihal keinginan sang juara Liga 1 2018 tersebut meminjam pemain. Macan Kemayoran menyebut bahwa mereka ingin meminjam Jaimerson Da Silva dan Zah Rahan Krangar. Kedua pemain ini bisa menjadi amunisi tambahan untuk Persija di babak penyisihan Liga Champions Asia 2019.
Sehubungan dengan Liga 1 2019 yang baru dimulai pada awal Mei, Persija memang tidak bisa mendaftarkan pemain asing barunya, yang kesemuanya belum pernah main di Indonesia, serta Ryuji Utomo yang direkrut dari kesebelasan Thailand. Karena bursa transfer baru bisa dibuka paling cepat 84 hari sebelum liga dimulai (untuk Liga 1 2019 dibuka 15 Februari), International Transfer Certificate (ITC) empat pemain baru Persija tersebut belum keluar. Keempatnya dipastikan tidak bisa membela Persija pada pertandingan Liga Champions Asia melawan Home United pada 5 Februari mendatang.
Tidak seperti perekrutan dari luar negeri, perekrutan pemain dalam negeri tidak membutuhkan ITC. Karena itulah Persija berusaha "mendapatkan" pemain dari kesebelasan Indonesia lain agar bisa dimainkan melawan Home United. Setelah merekrut Rishadi Fauzi dengan kontrak jangka pendek, Jaimerson dan Zah Rahan adalah incaran Persija untuk menjaga kualitas tim kala menghadapi Home United.
Madura United menyambut baik permintaan Persija. Tapi mereka enggan meminjamkan Zah Rahan. Sebagai gantinya, Madura United menyodorkan Beto. Menariknya, meski berstatus pinjaman, Jaimerson dan Beto nyatanya tetap punya kewajiban membela Madura United.
"Kepentingan Indonesia kita dahulukan di atas kepentingan kelompok. Persija wakil Indonesia, harus kita support," kata Manajer Madura United, Haruna Soemitro, pada pewarta. "Tapi mereka tidak digunakan untuk pertandingan domestik, turnamen-turnamen pra-musim, yang ada di Indonesia. Ini semata-mata untuk kepentingan event internasional. Saya sudah hitung, tidak akan mungkin ada benturan jadwal. Kalau misal ternyata ada bentrok, kepentingan Madura akan didahulukan."
Di sini lah letak ketidakwajaran tersebut. Dalam regulasi FIFA soal transfer dan status pemain memang disebutkan kedua belah pihak boleh menyertakan kesepakatan-kesepakatan tertentu. Tapi masih dalam regulasi tersebut, pada Pasal 10 ayat 2, disebutkan bahwa "...periode minimal peminjaman adalah waktu antara dua periode pendaftaran."
Berdasarkan paragraf tersebut, yang juga ada dalam regulasi PSSI, regulasi ini bisa dimaknai bahwa peminjaman pemain sejatinya hanya boleh, minimal, berdurasi pada setengah musim pertama atau setengah musim terakhir, selain satu musim penuh. Karena di federasi lain pun, federasi sepakbola Inggris misalnya, durasi minimal peminjaman pemain adalah setengah musim kompetisi.
Regulasi EFL tentang durasi peminjaman pemain
Jaimerson dan Beto akan dimaksimalkan Persija hanya pada pertandingan melawan Home United (5 Februari), pertandingan melawan Newcastle Jets pada 12 Februari mendatang serta Kashima Antlers pada 19 Februari (dengan catatan Persija terus menang). Melawan Kashima sebenarnya Persija bisa memainkan keempat pemain barunya karena bursa transfer Liga 1 sudah dibuka (meski pendaftaran pemain di Liga Champions Asia wajib dilakukan 7 hari sebelum pertandingan).
Jika kalah, Persija akan terlempar ke AFC Cup dan Persija sudah bisa mendaftarkan pemainnya karena pertandingan pertama baru akan digelar April mendatang. Begitu pun jika Persija lolos ke fase grup Liga Champions yang dimulai sejak Maret, pendaftaran pemain akan kembali dibuka di mana bursa transfer Indonesia pun sudah dibuka.
Dengan Madura United yang masih bisa menggunakan pemainnya meskipun sedang dipinjamkan ke Persija, ini artinya durasi peminjaman Jaimerson dan Beto hanya untuk pertandingan babak penyisihan Liga Champions Asia saja. Dalam kesepakatan yang diutarakan oleh Haruna juga disebutkan bahwa Persija boleh memainkan Jaimerson dan Beto khusus untuk pertandingan internasional dan "kepentingan Madura akan didahulukan".
Pemandangan seperti ini bukannya tak ada di Indonesia. Di tim amatir yang saya latih misalnya, ada pemain yang juga bermain di kesebelasan lain, mengikuti kompetisi berbeda. Atau ada juga pemain amatir lain yang bermain di banyak kesebelasan untuk mengikuti kompetisi berbeda. Tapi ini kan level sepakbola amatir dan kebetulan tidak ada regulasi yang mengikatnya. Masa Persija dan Madura United yang mengaku profesional memperlakukan pemainnya seperti pemain amatir?
Tapi sebenarnya Persija dan Madura United pun tidak akan melakukan hal seperti ini jika dari PSSI mengatur jadwal liga sesuai kalender AFC. Penyebab Persija tidak bisa mendaftarkan pemain baru dari luar negeri memang dipengaruhi keputusan PSSI yang memutuskan Liga 1 2019 baru dimulai awal Mei dengan alasan adanya Pemilihan Presiden.
Lagipula, bukan hanya Persija dan Madura United, kesebelasan Liga 1 lain pun saat ini memperlakukan pemainnya seperti pemain tarkam alias amatir. Piala Indonesia yang dimulai sejak 2018 kini diisi oleh kesebelasan-kesebelasan yang mencoba pemain-pemain baru di babak 32 besar. Uniknya lagi babak 16 besar akan ditunda karena akan berlangsungnya Piala Presiden 2019.
Perlu diketahui, Piala Presiden merupakan turnamen pra-musim yang disikapi secara serius oleh kesebelasan-kesebelasan Indonesia. Kalau pemain (khususnya asing) atau pelatih menunjukkan performa yang tidak sesuai harapan manajemen selama Piala Presiden, bukan hal mustahil mereka akan didepak sebelum liga dimulai. Ini artinya kesebelasan tersebut bisa berganti pemain lagi ketika liga yang sebenarnya dimulai.
Ketidakwajaran di sepakbola memang banyak terjadi di sepakbola Indonesia. Kebetulan atau tidak, ketidakwajaran tersebut selalu ada kaitannya dengan PSSI.