Musim Kelam PSIS Semarang di Liga 1

Musim Kelam PSIS Semarang di Liga 1
Font size:

Musim lalu PSIS Semarang nyaris menembus zona elite dengan finish di peringkat enam Liga 1 2023/24. Pencapaian itu membuat harapan para suporternya untuk musim depan menjadi membumbung. Tim berjuluk Mahesa Jenar ini seperti tengah bersolek menjadi kekuatan baru.

 

Kini, musim berganti, dan cahaya PSIS tampak meredup perlahan. Faktor yang berkontribusi terhadap keterpurukan PSIS dimulai dari drama kepergian Carlos Fortes pada musim lalu. Kepergian Fortes karena ada tawaran yang lebih besar, seolah menandai ramalan finansial jangka panjang di masa mendatang datang. 

 

Padahal penyerang asal Portugal itu sedang gacor-gacornya. Sebanyak 10 gol dicetaknya dari 20 pertandingan Liga 1 musim lalu. Kepergiannya inilah yang juga menjadi faktor kegagalan PSIS tembus ke Championship Series musim lalu karena harus beradaptasi lagi dengan penyerang baru. 

 

Kemudian klub kelahiran 18 Mei 1932 ini ditinggalkan beberapa pemain pentingnya menjelang musim ini. Mahesa Jenar tidak hanya kehilangan Fortes. Dalam waktu singkat, giliran Gian Zola, Taisei Marukawa, Wahyu Prasetyo, dan lainnya juga meninggalkan Kota Lumpia ini. 

 

Sejumlah penggantinya jauh dari yang diharapkan performanya. Cedera yang sempat dialami Sudi Abdallah dan Evandro Brandao membuat PSIS kesulitan mencetak gol. Padahal dua penyerang asing itu diharapkan bisa menebus ketajaman Fortes. 

 

Evandro-Brandao-Carlos-Fortes-dan-Sudi-Abdallah-psis-NEW

Evandro Brandao, Carlos Fortes, Sudi Abdallah. Sumber: Tribun Sultra

 

PSIS pun menjadi kesebelasan dengan produktivitas gol terendah di Liga 1 2024/25 sejauh ini dengan 26 gol dari 31 laga. Renovasi Stadion Jatidiri yang memaksa PSIS bermain di luar kandang pada putaran pertama pun menjadi salah satu faktor penurunan penampilan mereka.

 

PSIS terpaksa harus kembali bermain di Stadion Moch Soebroto, Magelang. Bahkan satu kali pernah berkandang di Stadion I Wayan Dipta Bali, ketika menjamu Persebaya Surabaya. Dari enam pertandingan kandang di luar Jatidiri, PSIS hanya menang dua kali dan sisanya menderita kekalahan.

 

Seyogyanya, berlaga di Moch Soebroto tidak menjadi jaminan penurunan performa karena pernah dilakukan saat Liga 1 2020. Namun saat ini, situasinya lain. Sebab krisis keuangan harus dihadapi PSIS sehingga pengeluaran klub terasa lebih besar atas sewa stadion dan memenuhi logistik timnya.  

 

Situasi keuangan seperti itu juga yang membuat PSIS menghadapi berbagai masalah lain. Seolah-olah bahwa drama kepergian Fortes menjadi tanda pemicu bom waktu keuangan PSIS dinyalakan. Para pemain PSIS yang masih bertahan pun seperti bermain ogah-ogahan karena terlambatnya pembayaran gaji. 

 

Drama baru pun muncul ketika Evandro Brandao memutuskan mengakhiri kontraknya pada Maret lalu karena gajinya tidak dibayar selama empat bulan lebih. "Ini adalah keputusan yang sangat sulit, namun sudah tidak dapat dihindari lagi karena adanya penundaan pembayaran gaji yang cukup lama yang kini sudah melebihi empat bulan," tulis Evandro pada unggahan Instagramnya. 

 

Screenshot 2025-05-06 172013

 

Kemudian disusul oleh Roger Bonet. Pengakuan Brandai dan Bonet membuat Vitinho buka suara tentang cederanya yang tidak mendapatkan "dukungan" semestinya dari PSIS. Termasuk dengan gaji dan bonusnya yang belum dibayar. Tidak hanya pemain, gaji Gilbert Agius selama lima bulan juga belum dibayar sebelum dipecat pada 29 April lalu.

 

Atas segala masalah keuangan itu, membuat PSIS tak lagi tampil sebagai tim profesional, melainkan sebagai pelabuhan kapal yang terjebak dalam pusaran krisis. Dampaknya tentu saja membuat David Maulana dkk selalu tampil lesu. 

 

Dua kebobolan bunuh diri saat dikalahkan Bali dengan skor 4-0 di Stadion Kapten I Wayan Dipta, adalah salah satu buktinya. Kekalahan telak PSIS itu membuat posisi mereka berada di dasar klasemen dengan koleksi 25 poin. Mahesa Jenar mencatatkan hasil terburuk selama mengikuti Liga 1, yaitu 11 laga tanpa kemenangan. 

 

Perjalanan PSIS menghadapi tiga laga sisa pun sungguh berat. Salah satunya harus menghadapi Malut United yang berada di papan atas klasemen sementara. Andai meraih kemenangan di laga sisa, belum berarti PSIS bisa lolos degradasi. 

 

Muhammad Ridwan sebagai caretaker harus berharap tim zona degradasi lainnya meraih hasil buruk jika ingin bertahan di Liga 1 dengan sapu bersih sisa laga. Musim ini menjadi babak kelam dalam perjalanan panjang PSIS. Dari tim yang sempat membumbung dengan mimpi menembus papan atas Liga 1, kini terancam tenggelam  degradasi. 

 

Ketika masalah keuangan mengguncang fondasi klub, kepercayaan runtuh, dan semangat bertarung ikut memudar. Nama besar PSIS mungkin akan terkubur di divisi kedua sepakbola Indonesia jika tidak ada evaluasi total.

Menendang di Tanah Gersang
Artikel sebelumnya Menendang di Tanah Gersang
Artikel selanjutnya
Artikel Terkait