Formasi 4-2-3-1 Bangkit Seiring Redupnya Karier Makelele

Formasi 4-2-3-1 Bangkit Seiring Redupnya Karier Makelele
Font size:

Claude Makelele Sinda punya talenta istimewa. Kisahnya sebagai gelandang bertahan terbaik dunia di akhir 90-an hingga kepindahannya ke Real Madrid dan Chelsea pun tak lekang oleh waktu. Kisah pemain yang lahir pada 18 Februari 1973 tersebut memang begitu ikonik, dan rasanya punya kans kecil terulang di masa yang akan datang.

Kehebatan Makelele sendiri terlihat dari lahirnya istilah "Makelele Role" yang terus menerus menjadi rujukan terbaik tentang bagaimana seharusnya seorang gelandang bertahan bermain, terlebih masa ke masa mulai bermunculan pemain yang dijuluki "The New Makelele" atau "The Next Makelele".

Saat ini, sosok Makelele sering disebut-sebut lahir kembali dalam diri N`Golo Kante. Sama-sama gelandang asal Prancis, Kante juga menjadi gelandang bertahan yang kini disebut-sebut sebagai gelandang bertahan terbaik dunia. Sama seperti Makelele juga, Kante berhasil membawa Chelsea juara Liga Primer, setelah menjadi juara bersama Leicester City sebelum hijrah ke Chelsea. 

Karenanya tak heran ketika Kante menjadi perhatian publik, kisah Makelele kembali terangkat. Dari situ sebenarnya kita bisa melihat satu hal menarik lain, di luar kehebatan dan kemampuan Makelele-Kante. Estafet antara Makelele pada Kante mengajarkan pada kita bahwa sepakbola selalu punya siklusnya. Sementara itu, Makelele punya peran penting dalam perubahan siklus taktik sepakbola dunia, khususnya dari pola dasar 4-4-2 ke 4-2-3-1.

***

Sebelum Makelele datang ke Inggris, Inggris dikenal dengan sepakbola kick n` rush. Istilah ini kurang lebih memiliki arti bahwa sepakbola Inggris dikenal punya permainan cepat. Lebih definitif lagi, di Inggris waktu antara bola berada di satu kotak penalti ke kotak penalti akan terasa singkat karena gaya kesebelasan-kesebelasan Inggris yang gemar melepaskan umpan langsung dari penjaga gawang atau pemain belakang ke penyerang jangkung secara terus-menerus.

Inggris juga ketika itu sangat identik dengan formasi dasar 4-4-2 flat; Empat bek sejajar, empat gelandang sejajar dan dua penyerang sejajar. Padahal di belahan Eropa lain, pola dasar 4-3-1-2 (atau 4-4-2 diamond) dan formasi-formasi lain yang menggunakan classic number 10 banyak digunakan.

Tapi lambat laun Inggris mulai meninggalkan pola dasar 4-4-2 dasar tersebut. Pola 4-2-3-1 kemudian menjadi pengganti pola 4-4-2. Nah, perubahan pola di Inggris ini tak lepas dari kedatangan Makelele ke Inggris (dengan membela Chelsea) pada 2003. 

Makelele memang bermain di skema 4-4-2 juga bersama Claudio Ranieri dan Jose Mourinho. Akan tetapi ia tak seperti dua gelandang tengah di pola 4-4-2 kebanyakan, karena pemain kelahiran Republik Kongo tersebut lebih sering bermain di depan empat bek dan sangat jarang ke kotak penalti lawan.

Dalam skuat Chelsea, tugas gelandang tengah menyerang diemban Frank Lampard. Karena peran Makelele tersebut Lampard bisa lebih leluasa dalam menyerang dan menjadi salah satu pencetak gol terbanyak The Blues. Karena itu pula Makelele tidak seperti Patrick Vieira, gelandang bertahan ikonik lainnya, yang sekilas punya peran yang sama. Vieira cukup rajin ke kotak penalti lawan, tercatat telah mencetak 58 gol dari 651 laga; sementara Makelele hanya membuat 25 gol dari total 802 lebih penampilan sepanjang kariernya.

"Mekelele adalah lawan yang sulit dihadapi karena ia akan memosisikan diri begitu dalam ke belakang, bahkan dirinya seolah menjadi bagian dari keempat pemain belakang,” kata Matt Holland, mantan gelandang Charlton Athletic, pada FourFourTwo tahun 2014 lalu. "Ia menjadikan Chelsea tim yang sulit untuk ditaklukkan."

"Makelele menjadi pemain pertama dalam kompetisi liga Inggris, jika ditilik dari betapa dalam dirinya menempatkan posisi: dan ada banyak usaha yang jelas-jelas bertujuan menciptakan pemain seperti dirinya. Sebelumnya, saya tidak pernah bermain bersama atau melawan gelandang yang bertahan begitu dalam seperti dirinya," sambungnya.

Makelele saat merayakan gelar juara Liga Primer Inggris 2004/2005 bersama Chelsea (via: chatsports.com)

Sialnya, tidak banyak pemain seperti Makelele. Tidak hanya di Inggris, Real Madrid pun sempat kesulitan mencari pemain dengan tipikal yang sama dengan Makelele, sampai akhirnya merekrut Thomas Gravesen dari Everton dua musim setelah Makelele hengkang. Pembelian tersebut gagal karena Gravesen tidak punya kemampuan itu. Di Everton, Gravesen tampil maksimal karena punya tandem yang melengkapi kekurangannya, yaitu Lee Carsley. Sedangkan kemampuan Makelele merupakan gabungan kemampuan Gravesen dan Carsley.

Bersambung ke halaman berikutnya

Halaman kedua

Di Inggris memang tak banyak pemain semacam Makelele. Beberapa nama yang dianggap punya kemampuan seperti pemain yang pensiun di PSG tersebut adalah Owen Hargreaves, Michael Carrick, Tom Huddlestone dan Gareth Barry. Tak heran beberapa kesebelasan besar merekrut pemain "asing" untuk memainkan peran tersebut seperti Xabi Alonso (Liverpool), Yaya Toure (Manchester City), Bastian Schweinsteiger (Manchester United), Alex Song (Arsenal), dan Sandro (Tottenham Hotspur) untuk menemukan versi modern dari Makelele.

Oleh karena itu pula ketika Kante sukses di Leicester City banyak kesebelasan yang mengincarnya. Kante tetap bisa menguasai lini tengah meski Leicester City bermain dengan pola dasar 4-4-2 (hanya satu gelandang tengah sebagai partner). Di Chelsea saat ini pun ia bermain di pola 3-4-3, lagi-lagi hanya berpartner dengan satu gelandang. 

Perlu diketahui, pelatih yang pertama kali mendatangkan Makelele ke Inggris adalah Claudio Ranieri. Uniknya, Ranieri juga yang memaksimalkan talenta Kante di Inggris bersama Leicester City. Menurut Ranieri, pemain seperti Makelele, yang kemudian bereinkarnasi pada diri Kante, bukan perebut bola yang identik dengan gelandang bertahan, melainkan playmaker. 

"Saya punya arloji mewah. Arloji ini dijalankan oleh batre. Claude [Makelele] adalah batre baru saya. Dia sangat penting untuk masa depan Chelsea. Dia berada di urutan teratas daftar pemain yang saya ia inginkan," kata Ranieri saat memperkenalkan Makelele. "Dia adalah playmaker. Pemain terbaik (di perannya)."

Makelele disebut playmaker oleh Ranieri karena ia melihat kelebihan pemain asal Prancis tersebut dalam mencegah serangan lawan dengan intersep atau tekel bersih menjadi awal serangan timnya dimulai. Dengan begitu, timnya bisa mengubah situasi dari bertahan ke menyerang dalam seketika, atau yang dikenal dengan transisi bertahan ke menyerang.

Saat itu, pada awal 2000an, seperti yang dituliskan Jonathan Wilson di The Guardianpola 4-2-3-1 mulai populer di Spanyol (yang tentunya dibawa ke Liga Champions atau Piala UEFA) setelah Real Madrid menduetkan Fernando Redondo dan Geremi untuk membebaskan Steve McManaman atau Raul Gonzalez di belakang penyerang (juga Makelele-Flavio Conceicao di belakang Zinedine Zidane). Begitu juga dengan Deportivo La Coruna-nya Javier Irureta yang mengandalkan Valeron, Sergio dan Mauro Silva di lini tengah.

Makelele bersama Fernando Hierro, Luis Figo dan Ronaldo Nazario (via shijuthomas.com)

Ketika itu 4-2-3-1 dianggap memudahkan sebuah kesebelasan menguasai jalannya pertandingan (ball possession). Sementara itu pemain seperti Makelele bisa mengemban tugas ganda yang diperankan double pivot dalam 4-2-3-1, itulah kenapa Ranieri menyebut Makelele sebagai playmaker, yang kemudian ia mereplikanya bersama Kante di Leicester City.

Dengan langkanya pemain seperti Makelele dan Kante yang bisa peran ganda di lini tengah, sepakbola Eropa mulai didominasi oleh skema dasar 4-2-3-1. Inggris pun ketularan hal tersebut karena gelandang perebut bola yang tersedia benar-benar gelandang tukang jagal murni. Alhasil saat ini, kesebelasan-kesebelasan yang tidak punya pemain seperti Kante punya gelandang perebut bola tukang jagal macam Victor Wanyama (Spurs), Fernandinho (Manchester City), Granit Xhaka (Arsenal), atau Oriol Romeu (Southampton) untuk menyempurnakan pola 4-2-3-1 mereka.

Chelsea sendiri termasuk kesebelasan yang ketagihan menggunakan pemain setipikal Makelele. Sebelum berhasil terjawab dengan mendatangkan Kante, The Blues sempat mendatangkan pemain-pemain yang dianggap mewarisi kemampuan Mekelele seperti Lassana Diarra, Michael Essien hingga John Obi Mikel.

Baca juga: Holding Midfielder Lebih Kompleks dari Gelandang Bertahan

***

Saat ini, selain Kante, pemain yang setipe Makelele adalah Idrissa Gueye (Everton), Casemiro (Real Madrid), Fabinho (Monaco), atau Saul Niguez (Atletico Madrid). Beberapa calon gelandang muda potensial yang tampaknya bisa memainkan peran ini adalah Wilfred Ndidi (Leicester City), Lucas Torreira (Sampdoria), Ellyes Skhiri (Montpellier), dan Santiago Ascacibar (Stuttgart).

Di samping pemain seperti Kante dan Makelele, sebenarnya lebih banyak bermunculan pemain setipe namun hanya mahir mengintersep bola ditambah kemampuan memulai serangan. Peran-peran tersebut dimainkan oleh Emre Can (Liverpool), Mousa Dembele (Spurs), Sami Khedira (Juventus), Grzegorz Krychowiak (West Bromwich Albion), Ander Herrera (Manchester United), Asier Illaramendi (Real Sociedad), Arturo Vidal (Bayern Muenchen), Yohan Cabaye (Crystal Palace), Milan Badelj (Fiorentina), Naby Keita (RB Leipzig), dan masih banyak lagi. Walaupun begitu mereka adalah tipe gelandang yang harus punya tandem, entah itu dalam formasi 4-2-3-1 atau 4-3-3.

Yang jelas munculnya pemain-pemain dengan tipe berbeda tersebut menunjukkan bahwa Makelele adalah talenta istimewa yang pernah dimiliki sepakbola Prancis. Baru Kante yang dianggap mewarisi kehebatannya. Oleh karena itu, setelah Kante, kita tidak tahu kapan lagi ada pemain yang cukup spesial untuk benar-benar layak disejajarkan dengan Makelele, tanpa embel-embel "The Next" atau "The New".

Baca juga: Menghargai Kante, Menghargai Pertahanan

 

Cerita karier Makelele lainnya bisa ditonton di video berikut

https://www.youtube.com/watch?v=4KffGQep1x0

Mimpi ke Wembley Lewat Jalur Tarkam
Artikel sebelumnya Mimpi ke Wembley Lewat Jalur Tarkam
Persija Mantap Menatap Kompetisi 2018
Artikel selanjutnya Persija Mantap Menatap Kompetisi 2018
Artikel Terkait