Font size:
Andai ia seorang bujangan, telepon genggamnya pastilah berdering setiap waktu. Notifikasi chat akan mengganggu waktu kerjanya. Dengan pakaian perlente, jam tangan mewah, dan kacamata mahal, bukan hal yang sulit bagi Florentino Perez, sang hartawan, merebut hati gadis-gadis muda yang sering nongkrong di plaza-plaza seantero kota Madrid.
Tapi Florentino Perez bukan bujangan, dia otoritas tertinggi di Real Madrid, dialah Sang Presiden. Maka bukan notifikasi obrolan sambil lalu dengan para gadis ala Don Juan, tapi mungkin sederet agenda pertemuan dengan para agen pemain-pemain bintang. Selepas musim berakhir, kesibukannya bertambah dengan -- apa lagi kalau bukan -- praktik mengincar pemain-pemain baru yang biasanya selalu terselip nama bintang tersohor dengan gaji mentereng dan pasti nilai kontrak yang juga membubung tinggi. Perez adalah otak di balik kelahiran Real Madrid sebagai "Les Galacticos". Begitu mengambilalih kursi kepresidenan di Real Madrid dari tangan Lorenzo Sanz, dia segera merealisasikan ambisinya menjadikan Real sebagai kesebelasan super-wangi dengan taburan bintang-bintang laksana galaksi. Pada kepemimpinan pertamanya di Bernabeu, dia mendatangkan nama-nama ini: Luis Figo, Zinedine Zidane, David Beckham hingga Robinho, Julio Baptista dan Antonio Cassano. Praktik pembelian bintang ini bahkan menjadi sarana kampanye dirinya. Saat bersaing dengan Lorenzo Sans dalam pemilihan presiden Real Madrid pada tahun 2000, dia sesumbar akan mendatangkan Luis Figo dari rival abadi, Barcelona. Para suporter Real Madrid yang punya hak pilih dalam pemilihan presiden pun tergiur dengan janji-janjinya. Dia berhasil mengalahkan Sanz dan menjadi presiden Real Madrid. Pada 27 Februari 2006, Perez mengundurkan diri dari posisinya menyusul kritik yang terus berhamburan ke arahnya karena kebijakan-kebijakannya. Tapi dia hanya "jeda" selama 3 tahun saja. Pada Mei 2009, dia kembali menyatakan diri bertarung dalam pemilihan presiden Real Madrid dan akhirnya kembali berhasil menduduki jabatan itu per 1 Juni 2009. Strategi pembelian pemain bintang kembali digelar. Tak tanggung-tanggung, dia langsung memboyong nama-nama tenar dari mulai Xabi Alonso, Karim Benzema hingga Kaka dan Cristiano Ronaldo. Kaka dibeli dari AC Milan dengan harga yang memecahkan rekor transfer pemain termahal di dunia. Rekor itu dipecahkan hanya dalam hitungan minggu oleh dia sendiri dengan membeli Cristiano Ronaldo dari Manchester United. Musim berikutnya, usai Piala Dunia 2010, dia kembali mendatangkan pemain-pemain yang baru saja bersinar di Afrika Selatan, di antaranya Mesut Oezil dan Sami Khedira serta Angel di Maria. Musim lalu, Perez kembali menggelontorkan uang untuk memecahkan rekor transfer dengan mendatangkan Gareth Bale dari Tottenham Hotspurs. Hasilnya? Selama kepemimpinan Perez, kesebelasan yang bermarkas di ibukota Spanyol, Madrid, ini berhasil merengkuh tiga gelar La Liga yaitu 2000-2001, 2002-2003 dan 2011-2011-2012. Sementara di Eropa dia mempersembahkan dua gelar Liga Champions yaitu pada musim pertamanya, 2001-2002 dan 2013-2014. Apakah hasil itu sepadan? Ini pertanyaan yang akan melahirkan debat yang panjang. Tapi Perez jelas pernah gagal memuaskan publik Madrid, khususnya pada periode 2003-2006, saat dia gagal mendatangkan satu pun trofi-trofi penting, baik La Liga, Piala Raja apalagi Liga Champions. Itulah yang membuatnya terpaksa mengundurkan diri dari kursi Presiden pada 2006. Sehebat apapun dirinya, sekuat apapun kondisi finansialnya, nyatanya Perez gentar juga. Ia kesulitan membujuk fans Real Madrid dan Cristiano Ronaldo yang muak atas kebijakannya. Musim ini, Perez agaknya harus menghadapi hal yang sama kembali. Setelah kekalahan memalukan atas Atletico Madrid pada Minggu (14/9) pagi waktu Indonesia, spanduk bernada kecewa terpasang di jalanan Kota Madrid. Tuntutannya? Mereka ingin sang presiden lengser keprabon. Berikut kami rangkumkan tiga dosa Florentino Perez di Real Madrid yang membuat posisinya pernah terancam dan akan terancam lagi. Memecat Vicente del Bosque. Ini merupakan anomali pertama dari kepemimpinan Perez di Real Madrid. Bosque telah mengabdi di Madrid sejak 1987. Kala itu, ia menjadi pelatih Real Madrid B hingga 1990. Pada 1994 ia hanya melatih selama dua bulan sebagai caretaker. Pun pada 1996, ia hanya melatih untuk dua pertandingan saja. Manajemen akhirnya memutuskan untuk memberi kontrak penuh pada Del Bosque pada November 1999. Prestasinya terlalu hebat untuk sekadar disebut mengesankan: Dua gelar Liga Champions, dua gelar Liga Spanyol, satu gelar Piala Super Spanyol, sebuah Piala Super Eropa, dan Piala Interkontinental. Pada musim 2002/2003, ia “hanya” meraih satu gelar Liga Spanyol. Prestasi yang dianggap tidak pantas bagi klub sebesar Real Madrid. Del Bosque pun enyah dari Santiago Bernabeu. Atas keputusan ini, tak sedikitpun amarah ditunjukkan Del Bosque pada media, meski kita tak pernah tahu berapa banyak gelas yang pecah di rumahnya. “Aku telah bersama di tim ini untuk bertahun-tahun, dengan posisi yang bermacam-macam. Aku bahagia tinggal di sini,” ungkap Del Bosque, “Keputusan apapun apakah aku bertahan atau tidak, itu bukan hal yang penting. Tim telah memilih jalan yang terbaik.” Bisa dibilang, Perez ingin seseorang yang paham atas galacticos yang tengah dibangunnya: David Beckham, Zinedine Zidane, Ronaldo, Luis Figo, Roberto Carlos, dan Raul Gonzalez. Bosque dianggap orang yang tidak sepaham dengan gagasan Perez mendatangkan pemain-pemain top itu. Di sisi lain, Bosque adalah orang yang punya wibawa untuk mengendalikan ego para pemain bintang. Inilah yang membuat sang kapten, Fernando Hierro, dan sejumlah pemain lain angkat kaki. Memecat Bosque terbukti menjadi kesalahan. Sejak itu, Madrid tak pernah meraih satu pun gelar major. Dari 2003-2006, Madrid mengalami salah satu periode paling kering gelar penting sepanjang sejarah mereka. Perez menuai hasil pahit atas hal ini: dia terpaksa melepaskan jabatannya sebagai Presiden Real Madrid. Halaman Berikutnya: Membuang Claude Makelele, Di Maria dan Alonso Membuang Claude Makalele. Pemecatan Del Bosque menjadi momen yang tepat bagi Makalele untuk mengajukan penawaran baru: kenaikan gaji. Dengan motif protes atas dipecatnya Del Bosque, Makalele menganggap gajinya terlalu kecil jika dibandingkan dengan pemain bintang lainnya. Chelsea yang baru berubah bentuk menjadi klub sugar daddy, melengkapi Makalele sebagai bagian pengeluaran 111 juta pounds pada musim tersebut. Claudio Ranieri, pelatih Chelsea saat itu, pandai melihat situasi dengan merebut Makalele yang dianggap “tidak berguna” bersama Real Madrid. Makalele pindah saat bursa transfer hampir ditutup: 31 Agustus 2003. Sejak kepergian Makalele, El Real seolah kehilangan pemain yang bisa menjaga kedalaman. Pada periode 2003-2006 Madrid tak sekalipun merengkuh gelar. Ini pula yang jadi akhir kepresidenan Perez di Madrid. Ia akan selalu mengingat perkatannya yang terkenal itu, dan dikutip The Guardian berikut ini: “Kami tak kehilangan Makelele. Tekniknya biasa saja, dia kurang cepat dan biasa saja dalam hal teknik merebut bola dari lawan dan 90 persen umpannya hanya ke belakang atau ke samping. Ia bukanlah seorang penyundul bola, dan tidak pernah memberi umpan lebih dari tiga meter,” kata Perez, “Pemain-pemain yang lebih muda akan datang dan Makelele akan segera dilupakan." Dan Perez terbukti salah. Kepergian Makelele membuat Real Madrid tak punya keseimbangan. Lini tengah dan lini depan mereka penuh dengan pemain-pemain bintang yang punya karakter menyerang, sementara terlalu sedikit bakat di atas rata-rata yang bisa digunakan untuk merawat keseimbangan antara menyerang dan bertahan. Makelele terbukti penting dan sejak itulah muncul istilah "Makelele's Role". Kritik bukan hanya datang dari para analis, bahkan dari pemainnya sendiri. Salah satu ucapan terkenal Zinedine Zidane lahir dari situasi kritikal ini dengan mengomentari penjualan Makelele dengan kalimat bersayap: "Mengapa harus melapisi cat emas pada sebuah Bentley ketika anda telah kehilangan mesinnya?" Chelsea yang jelas menuai berkah berkat kebodohan Perez ini. Dengan segera mereka menjelma menjadi raksasa baru dari Inggris. Dan itu tak lepas dari peran Makelele atau yang kemudian masyhur dengan sebutan Mekelele's Role. Menjual Alonso dan Di Maria Problem Carlos Queiroz, Jose Antonio Camacho, Mariano Garcia Remon, Vanderlei Luxemburgo, dan Juan Ramon Lopez Carlo, salah satunya karena mereka tak memiliki gelandang bertahan macam Makalele. Tidak ada satupun dari kelimanya yang bisa merengkuh juara pada periode 2003-2006. Perez kembali hadir di Santiago Bernabeu pada 2009. Ia adalah pria yang begitu berambisi mengubah Madrid menjadi kapal pesiar mewah bintang lima. Saat maju kembali untuk pemilihan kursi Presiden Real Madrid, salah satu janji yang dia dengung-dengungkan adalah mendatangkan La Decima, gelar Liga Champions yang kesepuluh. Dan untuk merealisasikan janji itu, strategi mendatangkan pemain bintang kembali dia lakukan. Ia membeli gelandang AC Milan, Kaka, dan winger Manchester United, Cristiano Ronaldo. Penampilan Oezil di Piala Dunia 2010, membuat Real Madrid tertarik mendatangkannya. Awalnya, ia diproyeksikan sebagai pelapis Kaka. Namun, karena pemain AC Milan tersebut sering didera cedera, Oezil jadi pilihan utama. Musim tersebut, Oezil amat mengagumkan. Bukan karena torehan golnya atau pergerakannya yang secepat shinkansen, tapi penampilannya yang menunjang pemain lain untuk berkreasi. Ia mencatatkan 25 assist pada musim 2010/2011. Musim selanjutnya, ia mencatatkan 17 assist. Meskipun menurun dari musim 2010/2011 tapi ia dipercaya lebih banyak tampil oleh Jose Mourinho. Ia mencatatkan rekor yang fantastis di musim terakhirnya bersama Real Madrid. Oezil mencetak 26 asssist, terbanyak di Liga Spanyol. Dengan pemain semacam ini, sulit untuk mengungkap alasan apa yang membuat Madrid melepas Oezil ke Arsenal. Padahal, ia adalah supplier langganan Cristiano Ronaldo di lini depan. Wajar jika pemain terbaik dunia 2013 tersebut kesal dengan kepergian Oezil. “Dia adalah pemain yang paling mengerti pergerakanku di depan gawang. Aku tak senang atas kepergiannya,” kata CR7. Musim 2013/2014 terjadi pergantian pelatih. Carlo Ancelotti masuk dan Jose Mourinho pindah ke Chelsea. Di tangan Ancelotti, Real Madrid berubah dengan bermain menyisir sayap, ketimbang menekan langsung ke tengah. Oezil pun seolah tergantikan oleh satu nama: Angel Di Maria. Memang, ada nama Gareth Bale sebagai pelari cepat, tapi banyak yang menganggap intelegitas serta visi permainan Di Maria masih ada di atas Bale. Karena Di Maria pula, Madrid merengkuh La Decima-nya pada musim tersebut. Di laga final melawan rival sekota, Atletico Madrid, dia mengirimkan umpan vital yang melahirkan gol penyama kedudukan di injury time lewat kepala Sergio Ramos. Di Maria pun terpilih sebagai man of the match di laga yang merealisasikan janji Perez menggondol La Decima. Keberhasilan tersebut tak bisa dilepaskan oleh duet Xabi Alonso-Sami Kheidira dalam formasi 4-2-3-1. Jika menggunakan 4-3-3, maka Alonso yang akan diplot sebagai gelandang tengah. Musim ini, El Real mendatangkan gelandang serang Bayern Munich, Toni Kroos, dan gelandang kreatif AS Monaco, James Rodriguez. Pertanyaan besarnya adalah, di mana kedua pemain tersebut akan ditempatkan? Mengapa El Real memilih mendatangkan James dengan harga mahal, meski sudah ada Di Maria? Pada akhirnya, Di Marida dan Xabi Alonso pergi dari Madrid. Di Maria secara jelas menyebut klub tidak memberinya gaji yang setimpal, sehingga ia merasa tak betah tinggal di Madrid. Secara taktik, wajar rasanya jika Madrid tak bisa berkutik sejak kepergian Alonso ke Munich. Tak ada gelandang berpengalaman yang bisa mengatur kedalaman skuat. Ancelotti dengan egonya menempatkan semua bintang meski tak berada pada posnya. Kroos ditempatkan lebih bertahan, sedangkan Rodriguez menyisir sayap. Hal ini sebenarnya sudah terjadi pada Galaktikos jilid satu, di mana Queiroz dan pelatih selanjutnya, menurunkan pemain atas nama bintang, bukan karena performanya di atas lapangan. Keharmonisan di ruang ganti menjadi tak kondusif lagi. Halaman Berikutnya: Masa Depan Los Galacticos Jilid Dua Masa Depan Los Galacticos Jilid Dua Wajar rasanya jika bekas presiden Real Madrid, Ramon Calderon, mengkalim Ronaldo telah muak atas kebijakan Perez. Wajar karena ia membuat sang bintang bekerja lebih keras. Saat Di Maria hijrah ke United, ia kembali menggerutu. Bahkan, santer terdengar kalau ia ingin kembali reuni dengan fans MU di Old Trafford. Apa dosa del Bosque sampai Perez begitu jahat padanya? Apa dosa Makalele, Mesut Oezil dan Angel Di Maria sampai-sampai Perez tak mau menaikkan gaji mereka? Di Maria sendiri menyangkal bahwa dia telah menuntut kontrak baru dengan gaji yang selangit. Jika pun benar tuduhan Perez bahwa Di Maria mata duitan, sebenarnya ini masih ada dalam ruang lingkup logika Perez sendiri: bahwa segalanya bisa diselesaikan uang, bahwa prestasi bisa didatangkan dengan mengontrak dan menggaji pemain-pemain top nan mahal. Saat ini, Los Blancos tengah ada dalam posisi yang sulit. Dari tiga pertandingan yang dijalani, mereka hanya mengumpulkan tiga poin, hasil sekali menang. Kini, El Real menghuni peringkat 13, satu strip di atas tim promosi musim lalu SD Eibar. Jika terus terpuruk, Galakticos jilid dua bisa saja akan segera berakhir. Tapi tak mengapa. Toh, Perez masih bisa pelesir ke Kolombia, tempat di mana perusahaan konstruksi miliknya, ACS, tengah membangun jalan tol di negara Amerika Selatan tersebut. Dan di sana, mungkin dia bisa menjawab pernyataan Zidane soal Makelele: "Saya bisa membeli mesin Bentley sebanyak yang saya mau." sumber gambar: realmadrid.cz