Honduras adalah sebuah negeri yang termahsyur akan tanahnya yang subur. Pohon pisang tumbuh tanpa ditanam. Perkebunan kopi terhampar sejauh mata memandang. Namun, siapa sangka pertandingan sepakbola sempat membuat sejarah kelam? Dengan luas wilayah 112 ribu kilometer persegi, nyatanyahanya 2,2 juta jiwa yang menghuni Honduras pada tahun 1965.Mayoritas penduduk Honduras merupakan etnis Mestizos yang berasal dari campuran Eropa dan Amerindian, American Indian. Kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai petani. Tanah subur menjadikan lingkungan tersebut sangat tepat untuk bercocok tanam. Subur dan leganya Honduras perlahan-lahan mulai menggoda Salvadorans, warga El Salvador,untuk menjajal peruntungan di negeri penghasil kopi tersebut. Semangat Salvadorans bermula dari adanya kesamaan nasib di antara dua negara tersebut. Mereka sama-sama pernah dijajah Spanyol.Mereka menganggap kehidupan di Honduras jauh lebih baik. Di negeri tersebut, pemerintah mencanangkan program angkatan kerja. Di mana mereka yang telah siap untuk bekerja, langsung disalurkan ke perusahaan yang membutuhkan. Emigrasi ke Honduras sudah dimulai sejak 1945. Hingga 1969, tercatat 300 ribu pekerja dan petani resmi hijrah ke negara yang resmi merdeka pada 1838 tersebut. El Salvador bukanlah negara kaya yang memberikan keleluasaan bagi masyarakatnya untuk bekerja. Permasalahan sosial ekonomi di El Salvador seperti tidak adanya lahan untuk bercocok tanam, terbatasnya lowongan pekerjaan, gaji yang sedikit, serta kemiskinan yang berkepanjangan, membuat emigrasi ini terlihat begitu realistis. Setidaknya, mereka bisa memperbaiki nasib dengan bercocok tanam di lahan yang tidak berpenghuni. Perbandingan jumlah penduduk pun terlihat mencolok. Luas El Salvador hanya 23% dari wilayah Honduras atau sekitar 25 ribu kilometer persegi.Di saat yang bersamaan, jumlah Salvadorans yang menempati negara tersebut mencapai 3,2 juta jiwa. Atau sekitar 50% lebih banyak darijumlah penduduk Honduras. Di El Salvador, para emigran ini hanyalah buruh tani yang bekerja musiman. Selepas musim tanam, mereka menganggur. Satu-satunya cara adalah bekerja di perkebunan lain. Itu pun kalau masih ada lowongan. Jika tidak? Mereka mesti hidup hemat dan bekerja sekeras mungkin untuk meyakinkan pihak perkebunan agar tenaga mereka masih terus digunakan di musim tanam selanjutnya. Sayangnya, emigrasi ini berbuntut ketidaksukaan warga Honduras.Banyak yang menganggap imigran El Salvador kerap berperilaku buruk dengan menanami tanah milik warga asli Honduras. Mereka juga mengeluhkan banyaknya imigran yang menjadi tenaga kerja di Honduras dan membuat kesempatan kerja di negeri tersebut berkurang. Di akhir 1960-an, jumlah imigran El Salvador telah membentuk 12 persen populasi negara yang dijuluki sebagai Republik Pisang karena produksi pisangnya melimpah —tersebut. Kecemburuan itu pun memuncak pada 1966. Takut imigran El Salvador bertambah banyak dan menguasai lahan-lahan pribumi, maka sejumlah perusahaan besar pemilik mayoritas lahan di Honduras membentuk sebuah kelompok.Mereka menyatakan dirinya sebagai wakil dari para peternak dan petani Honduras dengan nama Federacion Nacional de Agricultores y Ganaderos de Honduras (Fenagh). Tujuan awal dari pembentukan Fenagh adalah melindungi hak-hak warga Honduras dari keberadaan imigran El Salvador.Saat itu pun gerakan anti-Salvadorian mulai muncul dan berkembang. Gesekan antara Salvadoran dan warga asli Honduras pun tidak bisa dihindari. Hal ini menjadi perhatian penuh Pemerintah Honduras. Mereka sebenarnya telah menyiapkan Undang-undang Reformasi Agraria sejak 1962 sebagai alat utama untuk mengusir Salvadorian dari tanah Honduras. UU tersebut mengatur bahwa hanya warga asli Honduras yang boleh memiliki lahan. Presiden Honduras yang berasal dari rezim militer, Jenderal Oswaldo Enrique Lopez Arellano, akhirnya merealisasikan UU tersebut pada 1967. Ini membuat 130 ribu pekerja El Salvador dipaksa untuk meninggalkan pekerjaannya dan menyerahkan lahan yang mereka kuasai. Tidak sampai di situ, mereka juga meminta mereka agar meninggalkan Honduras dan kembali ke negaranya. Eksodus pun dimulai. Di masa 1967 hingga 1969, terjadi pula intimidasi dan penyerangan terhadap Salvadorian, yang menghiasi eksodus tersebut.Perlakuan ini membuat pemerintah El Salvador tersinggung. Tensi kedua negara sempat memanas dan memburuk. Halaman berikutnya, Perang di Stadion
Perang di Stadion Siapa yang menduga kalau percikan api kemarahan tersebut akhirnya membesar karena sepakbola.Sebuah gelaran olahraga yang seharusnya menjadi tanda sportivitas dan gentleman bagi siapapun yang terlibat di dalamnya, dinodai oleh aksi-aksi tidak terpuji di luar lapangan. Takdir telah tertuliskan. Kualifikasi Piala Dunia mempertemukan dua negara yang tengah bersitegang. Honduras dan El Salvador tergabung di Konfederasi Sepakbola Amerika Utara, Amerika Tengah dan Karibia (Concacaf). Concacaf hanya memiliki jatah satu tempat di Piala Dunia 1970, mendampingi Meksiko yang menjadi tuan rumah. Wakil dari Concacaf mesti melewati tiga babak kualifikasi agar bisa lolos ke Meksiko. Di babak pertama, Honduras dan El Salvador menempati grup yang berbeda. Honduras di grup 3 bersama Kostarika dan Jamaika. Sedangkan El Salvador menempati grup 4 bersama Suriname dan Antillen Belanda, yang kini menjadi negara Aruba, Curacao dan Sint Maarten. Kedua negara ini tidak menemui rintangan berarti di babak pertama. Sesuai prediksi, keduanya menjadi juara grup. Pertemuan yang ditunggu-tunggu itu akhirnya tiba pada Juni 1969, tepatnya tanggal delapan. Pertarungan antar kedua negara yang memiliki pola bendera yang mirip ini, pecah di ibukota Honduras, Tegucigalpa.Di kandang sendiri, Honduras berhasil memenangi pertandingan tersebut dengan skor 1-0. Pertandingan kedua digelar di San Salvador, ibukota El Salvador, sepekan kemudian. Tidak ingin malu di depan publik sendiri, El Salvador membuktikan keperkasaannya dengan menghancurkan Honduras tiga gol tanpa balas. Di masa itu, selisih gol belum dihitung sebagai kriteria tim yang lolos ke babak selanjutnya. Jika kedua tim memiliki poin yang sama, maka akan digelar babak play off yang berlangsung di tempat netral. Sebagai penyelenggara Piala Dunia dan lokasi yang berdekatan dengan kedua negara tersebut, Kota Meksiko Raya dipilih untuk menjadi tempat penyelenggaraan babak play off. Pertandingan seru pun tercipta. El Salvador mencetak gol terlebih dahulu lewat Juan Ramon Martinez pada menit ke-8.Mendapatkan umpan dari sisi depan kotak penalti, Martinez yang tidak terjaga melesakkan bola menyusur tanah yang tidak bisa dihalau kiper Honduras. Tak mau mengalah, keunggulan El Salvador tersebut langsung dibalas Honduras 11 menit kemudian. Mendapatkan umpan dari sayap kanan, Jose Enrique memutar badannya dan melakukan tendangan salto. Skor pun sama kuat 1-1. Pada menit ke-28, Juan Ramon Martinez kembali membawa El Salvador unggul. Mendapatkan umpan terobosan dari tengah lapangan, Martinez mengelabui dua bek Honduras sebelum akhirnya melepaskan sepakan mendatar yang mengubah papan skor menjadi 2-1 bagi keunggulan El Salvador. Di babak ke dua, Rigoberto Gomez menyamakan kedudukan. Kesalahan antisipasi kiper El Salvador berhasil dimanfaatkannya dan membawa Honduras bisa bernafas lebih panjang. Hingga 90 menit, skor sama kuat 2-2. Petaka pun muncul bagi Honduras. Memasuki menit ke-11 babak perpanjangan waktu, Mauricio "Pipo" Rodriguez berhasil memanfaatkan kelengahan bek Honduras yang tidak mampu menyapu bola hasil umpan terobosan.Sembari menjatuhkan diri, ia mendahului gerakan kiper Honduras yang berniat memotong bola. Hanya dengan sedikit sentuhan, ia mampu membelokkan bola dan membuat El Salvador unggul 3-2. Gol ini disambut sukacita pendukung El Salvador di dalam stadion. Rodriguez tidak melakukan perayaan. Ia terlentang puas di dalam kotak penalti Honduras. Sepuluhan fotografer yang sedari tadi berdiri di belakang gawang, secara refleks mendekati Rodriguez untuk mendapatkan momen krusial tersebut. Kemenangan 3-2 menjadi bekal bagi El Salvador tampil di Piala Dunia 1970, Meksiko. Diwarnai Ketegangan Media menjadi aktor penting terciptanya permusuhan yang lebih besar di antara kedua negara. Media El Salvador secara intens mengangkat bagaimana warga asli Honduras melakukan kekerasan kepada Salvadorian saat mereka dipaksa meninggalkan Honduras. Beragam cerita dan foto mengenai kondisi pengungsi El Salvador di Honduras, menjadi bahasan utama di sana. Kekerasan yang turut dilakukan militer Honduras telah menyebar ke seluruh negeri. Ketegangan antar kedua negara pun terus berlanjut, terutama di perbatasan. Ketika El Salvador melawat ke Tugacipala untuk mengikuti pertandingan pertama menghadapi Honduras, hotel mereka dikerubungi oleh fans Honduras. Skuat El Salvador tidak bisa tidur nyenyak karena intimidasi fans Honduras di depan hotel. Selepas pertandingan usai, mereka berbicara pada media bahwa mereka telah dicurangi. Ini membuat amarah warga El Salvador memuncak.Ketika Honduras melawat ke El Salvador, pihak keamanan berlaku profesional. Mereka menyembunyikan skuat Honduras di sebuah tempat di luar kota San Salvador. Ini dilakukan untuk mencegah adanya serangan dari warga El Salvador. Jelang pertandingan, kerusuhan pun terjadi di pusat kota San Salvador. Setidaknya, tiga orang warga El Salvador tewas dalam kerusuhan tersebut. Di dalam stadion,polisi menggeledah bawang bawaan penonton. Mereka menyita minuman keras dan senjata tajam. Ketika pertandingan berlangsung, fans El Salvador mencaci maki para pemain Honduras. Ini membuat mental mereka terganggu. Kemenanganpun berhasil diraih El Salvador 3-0. San Salvador dan Tegucigalpa terpisah dalam jarak 325 kilometer. Jarak sejauh ini bisa ditempuh dalam waktu lima jam lewat perjalanan darat. Selama itu pula, pemain Honduras menderita. Di perjalanan pulang dari San Salvador, mobil yang mereka tumpangi dilempari batu hingga kaca depan pecah. Banyaknya cerita buruk yang menimpa Honduras, lebih dikarenakan pers El Salvador yang lebih aktif ketimbang pers Honduras. Ini juga yang membuat minimnya cerita saat El Salvador pulang dari Tegucigapla. Pers El Salvador lebih banyak memuat pengakuan dari para pemain ketimbang reportase langsung ke sana. Besarnya berita terkait perlakuan Salvadoran terhadap skuat Honduras akhirnya memantik api kebencian. Di Tegucigalpa dan San Pedro Sula, toko-toko milik Salvadoran diserang. Imigran El Salvador pun tidak luput dari penyerangan ini. Serangan ini pun sudah menyebar ke daerah pinggiran Honduras. Akibatnya, mereka tidak betah. Salvadoran tidak memiliki tempat lagi untuk berteduh. Sejumlah kelompok preman yang terorganisir mengusir mereka secara paksa. Setelah Salvadoran keluar, preman ini pun membakar rumah mereka. Cerita tentang pemerkosaan dan pembunuhan beredar di mana-mana. Selain karena adanya UU Reformasi Agraria, perlakuan warga Honduras membuat sedikit demi sedikit Salvadorianmemutuskan untuk pulang kampung. Mereka tidak tahan dengan caci maki dan intimidasi.
Halaman berikutnya: Dimulainya peperangan pasca pertandingan
Dimulainya Peperangan pasca Pertandingan Kementrian El Salvador menuduh sebuah kejahatan genosida tengah terjadi di Honduras. Sementara Presiden Honduras melakukan protes karenaSalvadorian melakukan banyak pelanggaran terhadap warga Honduras. Dua negara bertetangga akhirnya memutuskan hubungan diplomatik beberapa hari sebelum pertandingan play off di Meksiko. Pada 3 Juli, sebuah pesawat Honduras melakukan serangan ke daerah kota El Poy, El Salvador. Serangan kemudian berlanjut pada 14 Juli di tempat yang sama.Merasa tersinggung, pukul lima sore di hari yang sama, angkatan udara El Salvador balas menyerang bandara Tegucipala. Keesokan harinya Honduras membalas serangan tersebut dengan menyerang bandara San Salvador. Lengkap dengan bom yang menghancurkan sebuah mobil di tempat parkir. Tidak cukup sampai di situ. Honduras tidak menyerang fasilitas publik. Mereka secara cerdas menyerang sumber daya minyak dan daerah industri El Salvador. Semenjak hari itu, serangan demi serangan pun dimulai. Honduras menyerang lewat udara, sementara El Salvador lewat darat. Meskipun mampu merebut beberapa kota di Honduras, tapi nyatanya San Salvador berhasil diserang oleh angkatan udara Honduras. Setiap malam, warga San Salvador diliputi kekhawatiran. Angkatan udara El Salvador berjaga siang malam untuk mencegah masuknya pesawat tempur Honduras.Hingga tiba saatnya kedua negara kehabisan amunisi. Kedua negara pun memutar otak untuk memenangkan perang.Salah satunya adalah dengan meminta bantuan kepada Amerika Serikat.Amerika menolak memberikan bantuan. Negeri Paman Sam tersebut malah menawarkan bantuan damai. Kesepakatan damai ini mencakup empat program: gencatan senjata, penarikan mundur pasukan, menjaga warga negara di kedua belah pihak, dan pihak Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) menjadi pengawas kesepakatan damai tersebut. Honduras setuju. El Salvador meminta Honduras membayar biaya perbaikan sejumlah pelabuhan yang hancur akibat serangan udara Honduras. Presiden El Salvador, Sanchez Hernandez berbicara di televisi dan radio nasional bahwa mereka akan menerima gencatan senjata, asalkan warga El Salvador di Honduras tetap dilindungi. Ia juga membandingkan bagaimana manusia bisa berjalan dengan aman di bulan. "How is it that a man can walk with safety on the moon and cannot do so, because of his nationality, on the prairies of Honduras?" Gencatan senjata berjalan efektif pada 18 Juli.El Salvador menarik mundur pasukan dan tim kemanusiaan OAS mulai memastikan keamanan Salvadorans di Honduras. Perang Karena Sepakbola Sebenarnya, perang antara Honduras dan El Salvador lebih karena faktor ekonomi ketimbang hanya pertandingan sepakbola. Tapi sepakbola memegang peranan yang begitu besar, karena di kedua negara tersebut, sepakbola adalah olahraga yang paling digemari. Pers turut menambah bumbu-bumbu ketegangan di kedua negara. Karena mereka pula, ribuan imigran El Salvador diusir dan diintimidasi oleh warga Honduras. Mereka hanya berperang tidak lebih selama lima hari. Meski singkat, perang tetaplah perang. Nyawa manusia diobral dengan begitu mudahnya. Fasilitas publik, gedung-gedung, pabrik, dihancurkan. Di masa kini, kemungkinan terjadinya konflik semakin membesar. Masyarakat telah memiliki akses yang luar biasa mudahnya untuk mengetahui setiap detil kejadian. Perang antara El Salvador dan Honduras menjelaskan bahwa kejadian tersebut bukan tidak mungkin terjadi lagi, dalam skala yang lebih besar. Meski sepakbola bukan penyebab utama perang Honduras dan El Salvador, namun "The Football War" akan terus melekat, melabeli kejadian tersebut. Sepakbola seharusnya bisa menjadi alat untuk menyebarkan perdamaian, bukan kebencian.