Font size:
“Selamat datang di Inggris.” Kalimat ini diucapkan Mark Clattenburg, wasit yang memimpin jalannya pertandingan antara Chelsea melawan Liverpool beberapa waktu lalu, pada manajer anyar Liverpool, Juergen Klopp. Klopp saat itu menyatakan ketidaksabaran (media) sepakbola Inggris pada Mark Clattenburg yang kala itu tak sengaja melewati wawancara Klopp usai pertandingan.
Klopp heran dengan media Inggris yang menanyakan kans Liverpool menempati top four pada akhir klasemen ketika liga masih belum lama dimulai. Apalagi saat ini The Kop hanya tertinggal empat poin dari Manchester United yang berada di peringkat empat.
Tapi seperti itulah media Inggris, tak heran Clattenburg menjawab pernyataan Klopp dengan kalimat pembuka di atas. Media Inggris memang gemar menyoroti sesuatu secara berlebihan. Hal ini akan membuat para manajer Liga Primer Inggris, khususnya kesebelasan papan atas, semakin mendapatkan tekanan berlebih. Konsentrasi mereka pun bisa terganggu sepanjang musim.
Musim ini, rasanya hampir setiap manajer kesebelasan papan atas Liga Primer memiliki masalahnya masing-masing dengan media. Tak hanya Klopp, manajer Chelsea, Manchester City, Manchester United, dan Arsenal pun agaknya sedang atau sering dibuat tak nyaman oleh perlakuan-perlakuan media Inggris.
Manajer yang berada di level paling atas mendapatkan tekanan dari media saat ini adalah manajer asal Chelsea, Jose Mourinho. Manajer asal Portugal ini tengah menjadi sorotan karena performa Chelsea yang merupakan juara bertahan Liga Primer Inggris, begitu tidak maksimal.
Chelsea baru saja menelan kekalahan keenamnya musim ini setelah dikalahkan Liverpool. Chelsea yang terbenam di peringkat ke-15 pun membuat media-media Inggris meramaikan isu-isu pemecatan dirinya dalam waktu dekat.
Meski Mou selalu mengatakan bahwa ia tak akan mundur meski Chelsea terus menderita hasil negatif, tapi media tetap saja menebar segala isu pemecatan dirinya. Bahkan Mou yang biasanya bermulut besar ketika diwawancarai, irit bicara pasca dikalahkan Liverpool.
Kemudian kemenangan diraih Chelsea saat menghadapi Dynamo Kyiv di Liga Champions. Saat gol kemenangan Chelsea yang dicetak Willian Borges tercipta, pendukung Chelsea melakukan aksi dukungan terhadap Mou. Seseorang berteriak “Stand up for Special One” yang kemudian diikuti tepuk tangan dan chant-chant yang memanggil-manggil nama Mourinho.
Mourinho merasa lega dan bangga atas apa yang dilakukan para pendukung The Blues tersebut. Karena dengan aksi itu setidaknya menunjukkan bahwa mereka mendukung dan menginginkan Mourinho untuk tetap menjadi manajer Chelsea meski media Inggris sering mengerdilkannya.
“Fans membaca koran, mereka menonton TV, mereka mendengarkan apa yang dibicarakan pandit, opini komentator, membaca blog-blog, dan sungguh luar biasa mereka melakukan hal itu. Mereka mencoba mengatakan, 'kami menginginkan dia, biarkan dia bekerja'. Ini perasaan yang luar biasa,” ujar Mou dinukil dari Sportsfan.
Dari komentar tersebut tersirat bahwa Mou begitu mengkhawatirkan setiap pemberitaan media akan memengaruhi dukungan pendukung Chelsea terhadap dirinya. Namun ia merasa beruntung bahwa pendukung Chelsea tak termakan apa yang diributkan media tentang hasil-hasil negatif Chelsea dan pemecatan akan dirinya.
Mou tentunya tak sendirian menghadapi media. Manajer Manchester United, Louis van Gaal, bisa jadi merasakan apa yang dirasakan Mourinho. Maklum, sejak bergabung dengan MU pada awal musim 2014/2015, dirinya terus menjadi sorotan.
Pada Agustus lalu, manajer yang akrab disapa LVG ini mulai jengah dengan jurnalis-jurnalis Inggris. Bahkan menurut manajer asal Belanda tersebut, jurnalis Inggris sering memelintir setiap perkataannya.
“Ketika saya mengatakan sesuatu, media seringkali menuliskannya dengan konteks lain,” ujar LVG jelang laga melawan Club Brugge KV di play-off Liga Champions beberapa waktu lalu. “Saya sudah melihat hal ini ketika apa yang saya ucapkan tentang transfer David de Gea berbeda sesuai kenyataan.”
Pada sesi tanya tersebut, bahkan Van Gaal begitu tak nyaman dengan pertanyaan salah satu awak media mengenai Wayne Rooney dan kebutuhan penyerang yang mampu mencetak 20 gol semusim. Padahal menurutnya, media sempat mengkritik LVG karena tak memasang Rooney sebagai penyerang.
“Semua media menulis dalam setahun bahwa saya harus memasang Rooney sebagai penyerang, maka sungguh mengherankan setelah dua pertandingan (Rooney ditempatkan sebagai penyerang) kalian meragukan opini kalian sendiri. Saya sulit memahami hal tersebut,” tambahnya.
Setali tiga uang dengan LVG dan Mou, Arsene Wenger yang sudah lebih lama berkiprah di dunia manajerial sepakbola Liga Inggris pun sudah paham betul dengan karakteristik media Inggris. Manajer asal Prancis ini bahkan pernah mengatakan bahwa media Inggris tidak kreatif.
Bagaimana dengan pandangan Arsene Wenger dan Manuel Pellegrini menghadapi media? Temukan jawabannya di halaman selanjutnya.
Komentar tersebut lahir setelah Arsenal ditaklukkan Olympiakos pada ajang Liga Champions awal Oktober lalu, media masih menanyakan tentang konflik dirinya dengan Jose Mourinho. Hal tersebut menurut Wenger sangat membosankan.
“Anda lihat? Hentikan cerita itu atau kita sudahi konferensi pers ini,” seloroh Wenger ketika ditanyai tentang hubungannya dengan Mourinho. “Saya pikir kalian kehabisan kreatifitas pada konferensi pers saat ini. Kalian sangat, sangat, sangat, sangat membosankan.”
Keluhan Wenger di atas tentunya baru mengenai satu kasus, belum lagi dengan tekanan media mengenai Arsenal yang sulit juara, badai cedera, atau aktivitas transfer Arsenal beberapa musim terakhir. Namun tentunya Wenger sudah terbiasa dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut mengingat dirinya sudah hampir 20 tahun menangani The Gunners.
Tapi ternyata tak semua manajer termakan oleh perilaku media Inggris seperti yang sudah disebutkan di atas. Dibandingkan dengan manajer-manajer yang telah disebutkan di atas, manajer Manchester City, Manuel Pellegrini, tak terlalu memusingkan pendapat media. Meski dirinya mendapatkan tekanan karena melatih Manchester City yang haus akan gelar juara baik di Inggris maupun di Eropa bahkan isu pemecatannya pada akhir musim 2014/2015, manajer asal Cile ini nyaris tak pernah berpersoalan dengan media.
Pellegrini memang cenderung selalu tenang setiap menjawab pertanyaan media. Ia nyaris tak pernah bersinggungan dengan manajer manapun. Ini merupakan kelebihan Pellegrini yang bisa meredam emosinya meski sebenarnya ia pun seringkali sedang berada dalam mood yang tidak bagus.
Hal tersebut diungkapkan oleh salah satu anak asuhnya yaitu Pablo Zabaleta. Bek kanan asal Argentina ini mengatakan bahwa bosnya tersebut memang selalu tenang di hadapan media meski sebenarnya bisa saja ia kehilangan kesabaran.
“Apa yang terlihat di publik bukanlah cerita keseluruhan dari manajer [Pellegrini],” ujar Zabaleta seperti yang ditulis Manchester Evening News pada Februari lalu. “Ketika ia berbicara pada media, ia selalu bisa tenang. Ia tak pernah mau terlibat dalam argumen atau berbicara mengenai manajer atau tim lain dengan cara mengkritik.”
“Karenanya kalian melihatnya sebagai seorang yang sangat tenang, dan itu yang menjadi kualitas dirinya. Tapi saya beritahu, ada saat di mana ketika ia berteriak-teriak dan tak bisa mengontrol amarahnya,” imbuh bek berusia 30 tahun tersebut.
Apa yang dikatakan Zabaleta itu memang benar adanya. Adapun jika Pellegrini ingin mengkritik manajer atau kesebelasan lain, ia tak akan mengatakannya pada media. Yang terbaru, ia mengkritik Chelsea dan Mourinho lewat buku terbarunya berjudul 'The Pellegrini Method'.
***
Dari cerita-cerita di atas, anggapan (media) sepakbola Inggris yang tidak sabaran seperti yang dikatakan Klopp mungkin memang benar adanya. Karena hal itu juga dialami oleh manajer-manajer kesebelasan papan atas lainnya seperti yang sudah pernah dialami Mourinho, LVG, dan juga Wenger. Namun pada akhirnya, semuanya akan kembali pada watak manajer itu sendiri. Semakin banyak manajer itu berargumen, maka media akan semakin tertarik mengorek banyak hal dan memberi tekanan pada manajer tersebut. Berbeda jika sifat manajer yang dihadapi media itu seperti Pellegrini, di mana ia selalu tetap tenang sehingga media pun akhirnya tak terlalu menjadi tambahan masalahnya dalam kariernya di sepakbola Inggris. Foto: bbc.com