Kejanggalan-kejanggalan di Hari Terakhir Putaran II ISL

Kejanggalan-kejanggalan di Hari Terakhir Putaran II ISL
Font size:

Laga terakhir putaran kedua Indonesian Super League (ISL) sudah selesai. Delapan kesebelasan yang akan bertarung di babak “8 Besar” sudah diketahui. Tapi masih ada sedikit cerita yang tersisa di hari terakhir babak “penyisihan” ISL ini.

Untuk diketahui, musim ini jadi yang pertama ISL akan diakhiri dengan menggunakan babak 8 Besar. Sejak dirilis pada musim 2008/2009, ISL selalu digelar dengan sistem kompetisi penuh, di mana semua kesebelasan bertarung satu sama lain (kandang dan tandang), dengan pemuncak klasemen di akhir kompetisi langsung ditahbiskan sebagai juara. Pada hari terakhir putaran kedua ISL (Jumat, 5 September 2014), masih ada pertandingan-pertandingan krusial untuk menentukan siapa yang lolos ke babak 8 Besar dan siapa yang mesti degradasi ke Divisi Utama. Pertandingan-pertandingan menentukan itu terjadi di masing-masing wilayah. Di wilayah Barat, ada dua pertandingan menentukan terkait slot terakhir wakil wilayah Barat. Saat itu, masih ada dua kesebelasan yang berpeluang lolos yaitu Persija Jakarta dan Pelita Bandung Raya (PBR). Di laga terakhir, Persija menjamu Barito Putra sementara PBR menjadi tamu Persita Tangerang. Situasi lebih rumit terjadi di wilayah Timur. Ada 5 kesebelasan yang masih mencoba mengubah nasibnya. Ada dua kesebelasan yang masih berpeluang lolos ke babak 8 Besar (Persela Lamongan, PSM Makasar) dan tiga kesebelasan yang sedang mengadu nasib untuk lolos degradasi (Persepam Madura United, Perseru Serui dan Persiram Raja Ampat). Simak juga cuplikan kejanggalan pertandingan Persela-Perseru pada bagian ini. Mengingat PSSI dan PT Liga Indonesia sedang mencoba membenahi berbagai hal guna memperbaiki citra pengelolaan sepakbola Indonesia yang masih mengundang banyak kritikan, maka hari terakhir ISL ini sebenarnya bisa diperlakukan sebagai critical point yang dapat digunakan sebaik-baiknya untuk menunjukkan wajah, etik dan moralitas yang baru nan segar dalam pengelolaan sepakbola Indonesia. Kejanggalan-kejanggalan yang muncul di hari terakhir putaran II ISL, juga cara PSSI dan operator liga menyikapi kejanggalan-kejanggalan itu, mau tak mau akan menjadi sebuah teks yang terbuka untuk dibaca dan ditafsirkan oleh para penggemar dan pemerhati sepakbola Indonesia. Halaman Berikutnya: Kick-Off PBR dan Persija Tidak Serentak Kick-Off PBR dan Persija Tidak Serentak Situasi di wilayah Barat tidak serumit yang terjadi di wilayah Timur. Kesebelasan-kesebelasan yang harus turun kasta ke Divisi Utama sudah diketahui kepastiannya yaitu Persijap Jepara dan Persita. Situasi menentukan hanya untuk memenuhi slot terakhir mewakili wilayah Barat di babak 8 Besar yang diperebutkan PBR dan Persita. Hanya selisih satu poin antara PBR dan Persija. PBR saat itu menangguk sebanyak 32 poin, sementara Persija 31 poin. Jika PBR bisa mengalahkan Persita, otomatis mereka akan lolos. Sementara jika PBR hanya meraih hasil seri atau kalah, maka Persija bisa lolos jika berhasil mengalahkan Barito. Sayang sekali jadwal pertandingan tidak memungkinkan terciptanya situasi kompetitif dan menegangkan. Persita vs PBR dimainkan pada sore hari (kick-off 15.30 WIB), sementara laga Persija vs Barito malah dimainkan malam hari (kick-off 19.00 WIB). Ini situasi yang janggal. Publik sepakbola Indonesia sudah terdidik dengan tontonan liga-liga Eropa dan kompetisi-kompetisi kelas atas seperti Piala Dunia atau Piala Eropa. Dan selama ini publik sepakbola Indonesia paham bahwa di kompetisi-kompetisi level top itu, laga terakhir selalu digelar serentak. Menentukan atau tidak menentukan, laga-laga terakhir di babak grup Liga Champions Eropa, Piala Dunia atau Piala Eropa selalu digelar secara serentak. Ada dua aspek yang diabaikan jika laga terakhir yang menentukan tidak digelar secara serentak. Pertama, aspek kompetitif . Menggelar secara serentak laga-laga terakhir yang masih menentukan itu penting untuk memastikan tidak ada laga yang tersia-sia. Jika laga PBR dan Persija digelar serentak, maka kedua laga tidak akan pernah menjadi “laga seremonial” atau “laga formalitas” belaka, karena Setiap kesebelasan secara serentak akan mengeluarkan kemampuan terbaiknya sampai batas yang terjauh karena masing-masing tidak ada yang tahu seperti apa hasil akhir rivalnya. Laga Persija vs Barito akhirnya menjadi hambar karena 1,5 jam sebelum kick-off sudah dipastikan PBR yang lolos karena berhasil mengalahkan Persita dengan skor 3-1. Laga Persija vs Barito tidak akan pernah tersia-sia menjadi semata “laga formalitas” untuk menggenapkan jumlah pertandingan jika saja digelar secara bersamaan dengan laga Persita vs PBR. Tanpa perlu menyinggung isu “main mata” sekali pun, yang biasanya jadi alasan kenapa laga-laga terakhir di liga-liga top Eropa digelar serentak, ada asas “kompetisi” yang menyusut kadarnya gara-gara dua laga menentukan ini tidak digelar serentak. Untuk diketahui, istilah “sepakbola gajah” dalam nomenklatur sejarah sepakbola Indonesia mulai dikenal saat laga-laga menentukan tidak digelar serentak. Itu terjadi di era Divisi Utama Perserikatan, saat babak 6 atau 8 Besar digelar hanya di satu tempat yaitu di Senayan, sehingga dua laga terakhir masing-masing grup mesti digelar berlainan waktu (sore dan malam). Laga Persija dan PBR sebenarnya tidak digelar di tempat yang sama. Sayang sekali operator liga membuang kesempatan yang dulu tak dimiliki/diambil oleh PSSI saat menggelar Divisi Utama Perserikatan. Jika "aspek kompetitif" dimaknai sebagai "situasi di mana setiap laga, setiap menit, setiap insiden dan setiap momen bisa sangat menentukan hasil akhir kompetisi", maka aspek kompetitif ini telah berkurang kadarnya, bahkan diabaikan, menyusul tidak serentaknya gelaran pertandingan Persija dan PBR. Kedua, aspek dramatik. Sebagai imbas dari laga digelar serentak, yang memaksa semua kesebelasan yang sedang berebut tiket untuk bertarung habis-habisan, maka ada potensi dramatik yang (di)lenyap(kan) saat dua laga menentukan ini tidak digelar serentak. Potensi dramatic seperti yang terhidang di laga terakhir Liga Inggris musim 2011/2012, saat Man United dan Man City bertarung hingga menit-menit terakhir dan terbukti ditentukan di detik terakhir oleh gol Aguero, mustahil terhidang jika laga tidak digelar serentak. Bayangkan saja seperti apa situasi kamar ganti PBR di saat jeda (babak I laga Persita vs PBR berakhir 0-0) ketika mereka mengetahui Persija sedang unggul 2-1. Pasti ada adrenalin yang menggelegak karena Bepe, dkk., mesti memperbaiki penampilannya di babak I yang monoton dan gagal mencetak gol.  Bayangkan saja atmosfir Jakmania di GBK yang mendadak lemas saat tahu bahwa Bepe mencetak gol di menit 55. Bahwa Bepe yang mencetak gol niscaya membuat derajat kejengkelan Jakmania saat itu terasa lebih dramatik. Kita juga bisa membayangkan seperti apa atmosfir GBK saat pengeras suara, atau salah seorang dirijen di tribun, mengabarkan bahwa Kenji Adachihara baru saja menyamakan kedudukan di menit 67. Dan seterusnya, dan lain-lain. Aspek kompetitif dan dramatik ini juga penting untuk babak 8 besar nanti. Aspek ini akan dibahas di bagian terakhir. Tapi tidak ada drama di tribun GBK, karena storyline tak memungkinkan itu terjadi. Halaman Berikutnya: Tidak Ada Siaran Langsung Laga Wilayah Timur Tidak Ada Siaran Langsung Laga Wilayah Timur Seperti yang sudah diuraikan di bagian awal tulisan ini, situasi yang terjadi di wilayah Timur berlangsung lebih rumit karena masih ada lima kesebelasan yang sedang “menunggu nasib”. Dua kesebelasan masih berpeluang lolos 8 Besar (Persela, PSM) dan tiga kesebelasan sisanya masih mencoba menghindari dari degradasi (Perseru, Persepam dan Persiram Raja Ampat). Kecuali Persiram, kesebelasan-kesebelasan itu masih punya satu pertandingan sisa di hari terakhir putaran II. Di hari terakhir itu, Persela menjamu Perseru, PSM bertandang ke kandang Mitra Kukar, sedangkan Persepam Madura United menghadapi Persipura. Khusus untuk perebutan slot terakhir 8 Besar dari wilayah Timur, situasi menjadi rumit bukan hanya karena masih ada dua kesebelasan yang berpeluang lolos, tapi juga karena catatan head to head PSM dan Persela itu juga agak pelik. Seperti diketahui, aturan PT Liga Indonesia (PT LI) menggariskan bahwa jika poin sama maka posisi diklasemen mula-mula akan ditentukan oleh rekor head to head masing-masing kesebelasan. Situasinya, head to head Persela vs PSM sama-sama seri baik putaran pertama maupun kedua. Sehingga jika Persela kalah dan PSM menang, kedua kesebelasan sama-sama punya nilai 28, maka siapa yang lolos akan ditentukan oleh selisih gol. Serunya, selisih gol kedua kesebelasan juga sama yaitu sama-sama minus 3 gol. Maka setiap gol akan sangat menentukan, dan setiap insiden bisa begitu berarti. Sayang sekali, tidak ada satu pun dari laga menentukan di wilayah Timur ini yang disiarkan secara langsung. Jika di wilayah Barat berpersoalan dengan laga Persija dan PBR yang tidak dimainkan serentak, di wilayah Timur sebenarnya laga dimulai dengan kick off serentak, hanya saja tak ada yang menyiarkan langsung. Alih-alih menyiarkan langsung laga menentukan di wilayah Timur, RCTI atau K-Vision memilih menyiarkan (dalam hal ini RCTI) laga Sriwijaya FC (SFC) vs Persib yang sudah tidak menentukan.  SFC sudah aman dari degradasi dan sudah pasti tidak lolos 8 Besar, sementara Persib sudah memastikan lolos 8 Besar. Ada perjanjian tersendiri tentu saja antara operator liga dengan TV yang memiliki hak siar. Ada banyak variabel yang menentukan sebuah laga ditayangkan langsung atau tidak oleh televisi. Dari soal memperhitungkan rating yang terkait pemasukan iklan, jarak stadion terkait ongkos dan pengeluaran, dll. Mungkin benar menayangkan langsung laga Persib lebih menjanjikan dari segi rating televisi atau menayangkan laga di Palembang (kandang SFC) lebih murah ketimbang mengirim kru ke Stadion Surajaya di Lamongan. Tapi tidak menayangkan salah satu laga di wilayah Timur tetap menyisakan lubang yang memungkinkan berlanjutnya "cerita alternatif yang tak pernah diakui": omongan tak sedap ihwal laga-laga yang tak ditayangkan langsung oleh televisi. Laga Persela vs Perseru memang paling punya bobot. Pada laga itu, bukan hanya nasib Persela yang ditentukan, tapi juga Perseru. Dalam satu laga, ada dua jatah yang dipertaruhkan: jatah ke babak 8 Besar dan jatah degradasi. Ada peluang yang dibiarkan lewat dengan tidak menayangkan laga Persela vs Perseru. Menayangkan laga Persela vs Perseru adalah peluang yang amat bagus untuk menjawab cerita-cerita alternatif seperti yang sudah disebutkan di paragraf sebelumnya. Ada semangat akuntabilitas yang ditegakkan dengan baik jika saja laga di Stadion Surajaya itu bisa ditayangkan oleh televisi secara langsung. Industri televisi memang punya logikanya sendiri. Tapi pengelola sepakbola mestinya menggunakan peluang sekecil apa pun untuk membabat cerita-cerita alternatif demi menegakkan reputasi. Rating bukanlah segalanya, terlebih ketika peluang meraup rating yang lebih besar masih sangat terbuka di laga-laga seru yang masih akan tersaji di babak 8 Besar. Halaman Berikutnya: Tertundanya Babak Kedua Laga Persela vs Perseru Tertundanya Babak Kedua Laga Persela vs Perseru Laga Persela vs Perseru menarik dicermati bukan semata karena laga itu menentukan nasib kedua kesebelasan untuk lolos 8 Besar bagi Persela dan lolos degradasi bagi Perseru. Laga itu juga menarik karena ada “insiden misterius” yang menyebabkan wasit yang memimpin pertandingan diganti dan babak kedua tertunda hingga 50 menit. Babak I berakhir dengan skor mengejutkan 1-3 bagi kesebelasan tamu. Empat gol yang tercipta semuanya lahir dari situasi bola mati (satu dari tendangan bebas, tiga sisanya diawali oleh tendangan sudut). Agaknya tuan tumah tidak puas “dengan kejutan” sementara di babak I ini. Protes terhadap kepemimpinan wasit Nusur Fadillah dilancarkan oleh kubu Persela. Pemain terlihat beradu argumen dengan wasit sebelum masuk ke kamar ganti. Wasit harus berlari tergesa-gesa ke lorong kamar ganti untuk menghindari reaksi yang tidak menyenangkan dari para penonton. Ketika kick off babak kedua mestinya segera dimulai, ternyata wasit tidak segera memasuki lapangan. Laporan yang ditulis Goal.com menyebutkan wasit mengalami luka memar di perutnya. Tidak diketahui apa penyebabnya, tapi perangkat pertandingan membutuhkan waktu sekitar 50 menit untuk melakukan: (1) memeriksa luka memar wasit Fadila, (2) berkonsultasi dengan operator liga dan kedua kesebelasan, dan (3) memutuskan wasit Fadila diganti oleh wasit cadangan Suyanto. Goal.com menyebutkan babak kedua tertunda selama 50 menit dengan mengutip wasit cadangan Suyanto. Dengan tertunda selama itu, maka laga babak kedua tidak bisa dimulai sekitar pukul 16.30 seperti lazimnya. Laga dengan demikian baru bisa dimulai sekitar 17.15 WIB dan berakhir sekitar pukul 18.00. Konsekuensi paling logis dan kemudian memang terjadi adalah laga babak kedua sudah tidak menentukan lagi karena belum juga babak kedua dimulai Persela sudah bisa dipastikan lolos karena laga lainnya yaitu Mitra Kukar vs PSM Makasar sudah ketahuan hasil akhirnya di mana PSM kalah 1-2 dari Mitra Kukar. Kekalahan PSM memastikan Persela lolos ke babak 8 Besar, bahkan walau pun Persela akan kebobolan 3 gol lagi di babak kedua. Laga babak kedua tak lagi menentukan bagi Persela. Aspek kompetitif di babak kedua sudah menurun kadarnya bagi Persela. Jangan heran jika fans-fans Persela sudah bisa bersorak gembira saat babak kedua baru dimulai. Akun @perselaFC, salah satu akun fanbase Persela dengan jumlah pengikut lebih dari 25 ribu, sudah meramaikan lini masa dengan me-retweet ucapan selamat atas lolosnya Persela ke babak 8 Besar saat laga babak kedua belum juga dimulai. Sementara bagi Perseru, tertundanya pertandingan jelas menguntungkan mereka secara mental. Kalahnya Persepam oleh kesebelasan tamu Persipura berkat gol dramatis Robertino Pugliara di menit 90, yang membuat pelatih kepala Persepam, Arca Iurie, tumbang karena shock, membuat mereka di atas angin. Mereka hanya perlu mempertahankan keunggulan 3-1. Situasi menjadi lebih menguntungkan lagi karena lawan mereka, tuan rumah Persela, juga sudah tak perlu ngoyo karena kalah pun Persela sudah dipastikan lolos. Kendati lima laga yang menentukan di wilayah timur dimulai hampir serentak, tapi akhir laga tidak terjadi secara serentak. Maka situasi babak kedua di laga Persela vs Perseru ini mirip atau mendekati situasi seperti yang terjadi pada laga Persija vs Barito di wilayah barat.  Jika Persija mengalami dua babak yang tidak lagi kompetitif, Persela mengalami satu babak yang tidak kompetitif lagi. Halaman Berikutnya: Gol-gol Perseru ke Gawang Choirul Huda Gol-gol Perseru ke Gawang Choirul Huda Kekalahan Persela atas Perseru ini memang mengejutkan. Selama gelaran ISL 2014 ini, hingga menjelang laga vs Perseru, Persela mencatatkan rekor tidak terkalahkan di kandang sendiri. Sembilan kali berlaga di Surajaya, mereka menang enam kali dan hanya seri tiga kali. Di laga sebelumnya, mereka dengan meyakinkan melumat Persipura dengan skor 2-0. Tapi sepakbola memang selalu menyediakan kejutan, hasil yang memporak-porandakan segala prediksi merupakan hal biasa dalam sepakbola. Hanya saja, “cerita alternatif” masih tersedia, apalagi untuk laga-laga menentukan yang berakhir dengan hasil akhir mengejutkan dan berlangsung melalui proses yang juga tidak biasa (babak kedua molor cukup lama) dan tidak ditayangkan langsung. Di media sosial, misalnya, sebagai contoh bagaimana media alternatif membahas berbagai isu, muncul komentar-komentar yang menarik terkait gol-gol yang bersarang di gawang yang dijaga Choirul Huda. Silakan anda simak klip gol-gol di laga Persela vs Perseru yang semuanya lahir di babak pertama dan semuanya lahir dengan diawali oleh bola mati. Bagaimana menurut anda? Adakah yang janggal? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, juga untuk menjelaskan posisi editorial kami terkait kata “janggal” dan “kejanggalan”, silakan simak uraian dari Kamus Besar Bahasa Indonesia mengenai lema “janggal” dan “kejanggalan”.
jang·gala1 tidak sedap dipandang mata (krn letaknya atau susunannya tidak tepat dsb): tampak -- kalau vas bunga itu kauletakkan di atas lemari;2 tidak sedap didengar (krn iramanya, bunyinya tidak harmonis, dsb): lagu-lagu mars yg dibawakan dng irama keroncong -- kedengarannya;3 tidak biasanya; tidak menurut kebiasaan (tt tingkah laku): tingkah lakunya -- benar hari ini;4 canggung:saya merasa -- menghadapi orang itu; men·jang·gal·kanv1 menyebabkan janggal: letak kursi yg tidak tepat ~ susunan ruang tamu itu;2 menganggap janggal: ia tidak ~ kelakuan anak laki-laki yg spt perempuan itu; ke·jang·gal·ann keadaan janggal: banyak ditemukan ~ dl pembukuan keuangan kantor itu
Halaman berikutnya: Kesimpulan dan Catatan untuk Babak 8 Besar Kesimpulan dan Catatan untuk Babak 8 Besar Anggaplah kita semua bersepakat bahwa tidak ada yang janggal dalam tiga gol Perseru, maka yang tersisa tinggal tiga kejanggalan lainnya: pertandingan terakhir dan menentukan digelar serentak, ditayangkan oleh televisi, dan sebisa mungkin tak ada lagi insiden seperti yang berlangsung di Surajaya ketika babak kedua mundur selama itu. Tiga poin awal dari tulisan ini menarik dan perlu untuk digarisbawahi agar pengelola sepakbola Indonesia (federasi maupun operator liga) bisa memperbaikinya di babak 8 Besar. Babak 8 Besar akan menggunakan format kompetisi penuh di masing-masing grup, di mana satu sama lain akan bertanding kandang tandang, dan dua peringkat teratas masing-masing grup akan maju ke babak semifinal. Juara grup akan bersua dengan runner-up masing-masing grup. Penting untuk tidak mengulangi hal yang sama di babak 8 Besar ini. Demi menghindari sekecil mungkin peluang hadirnya cerita-cerita alternatif yang sebenarnya bisa dihindari. Laga terakhir masing-masing grup akan berpeluang menjadi laga menentukan. Penting bagi pengelola liga untuk berani bernegosiasi dengan pemilik hak siar untuk menayangkan laga terakhir masing-masing grup secara serentak. Sekali lagi, seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, untuk menegakkan aspek kompetitif yang dibutuhkan sebuah kompetisi dan merayakan aspek dramatik yang diperlukan bagi sebuah tayangan yang punya potensi entertainmen. Akan tetapi tak hanya itu. Demi menghindari kemungkinan main mata atau memilih-milih lawan, jika perlu semua laga terakhir di babak 8 Besar juga digelar secara serentak. Jadi bukan dua laga terakhir di tiap grup saja yang dimainkan serentak, tapi seluruh laga terakhir di semua grup juga ditayangkan serentak. Artinya akan ada empat laga yang dimainkan berbarengan di hari terakhir pertandingan babak 8 Besar. Jika bisa dilakukan, apalagi jika keempatnya bisa tayang di televisi secara serentak juga, ini akan meminimalisir kemunculan cerita-cerita alternatif yang pasti sudah bosan didengar oleh federasi maupun operator liga. Boleh dong, sekali-kali penggemar liga Indonesia disuguhi suasana seperti di laga terakhir liga Inggris, di mana semua laga main serentak, semua ditayangkan TV, dan di tengah tayangan ada klip gol di laga yang lain. Kalaupun kualitas ISL masih jauh dari EPL, setidaknya drama dan suspense-nya bisa mendekati. Asyik, bukan?  
4 Alasan Pentingnya Klub Melakukan Tes Medis kepada Calon Pemain
Artikel sebelumnya 4 Alasan Pentingnya Klub Melakukan Tes Medis kepada Calon Pemain
Oscar dan Kunci Kesuksesan Lini Tengah Chelsea
Artikel selanjutnya Oscar dan Kunci Kesuksesan Lini Tengah Chelsea
Artikel Terkait