Soal Mogok Main dan Lingkaran Setan yang Harus Dihentikan

Soal Mogok Main dan Lingkaran Setan yang Harus Dihentikan
Font size:

Pada pekan ke-16 Liga 1 2017, sebuah kejadian menarik sekaligus mengundang kontroversi terjadi dalam laga antara Semen Padang melawan Arema FC. Kejadian ini, yang juga pernah terjadi sebelumnya, terjadi pada menit ke-50.

Pada menit tersebut, Arema mendapatkan hadiah penalti setelah Cassio de Jesus tertangkap tangan oleh wasit melakukan handball di dalam kotak penalti. Cristian Gonzales pun maju sebagai eksekutor untuk menjalankan tugas tersebut. Namun, sekira 1 - 2 menit, pertandingan harus terhenti karena para pemain Semen Padang justru berlarian ke arah bench, mogok melanjutkan pertandingan.

Alhasil kejadian ini, tampaknya, sedikit memengaruhi mental dari Gonzales dalam menendang. Peluang untuk menyamakan kedudukan pun sirna setelah El Loco gagal mengeksekusi tendangan 12 pas tersebut. Semen Padang malah menambah gol sehingga mereka menang dengan skor 2-0.

Beruntung, seusai pertandingan, pelatih Arema FC, Aji Santoso mengungkapkan bahwa kegagalan penalti Gonzales itu adalah hal yang wajar. Pemain kelas dunia pun kerap gagal penalti seperti itu.

"Penalti tidak masuk itu wajar. Pemain hebat mana yang selalu mencetak gol saat penalti, Ronaldo, Messi, Maradona, serta Franco Baresi, semua juga tidak bermaksud (untuk gagal penalti)," ungkap Aji seperti disitat dari Indosport.

Namun, yang patut diperhatikan justru bukanlah gagalnya tendangan penalti Gonzales, melainkan aksi mogok sementara yang dilakukan oleh para pemain Semen Padang. Aksi mogok ini, sebenarnya, adalah buntut dari sebuah lingkaran setan yang terbentuk dari masih buruknya kualitas sepakbola Indonesia

Bukan aksi mogok pertama, dan bagaimana regulasi menyikapinya

Dalam ajang Liga 1 2017, aksi mogok para pemain Semen Padang ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Pada pekan-pekan sebelumnya, tercatat ada dua aksi mogok yang juga pernah dilakukan oleh tim Liga 1 2017. Aksi mogok yang pertama terjadi dalam laga antara Arema FC melawan Madura United, aksi mogok yang kedua terjadi dalam laga antara PSM melawan Sriwijaya FC, sedangkan aksi mogok yang ketiga terjadi dalam laga Mitra Kukar melawan Persib Bandung.

Uniknya, ketiga aksi mogok itu pun terjadi dengan alasan yang sama, yakni ketidakpuasan akan keputusan wasit. Kejadiannya pun hampir mirip: pelanggaran di dalam kotak penalti, pemain protes, wasit protes, dan akhirnya mogok dilakukan. Terkhusus untuk Sriwijaya FC, mogok bahkan terjadi sampai 20 menit.

Perihal mogok ini, hal ini sebenarnya sudah diatur dalam regulasi Liga 1 2017. Dalam Bab II Pasal 13 yang membicarakan soal pengunduran diri setelah Liga 1 dimulai, dalam ayat 1 dan 2 disebutkan tentang kondisi-kondisi serta hukuman yang akan diterima oleh tim yang dianggap mengundurkan diri setelah Liga 1 dimulai.

Berikut adalah isi dari Pasal 13 tersebut:

1. Setiap Klub dapat dianggap dan dinyatakan mengundurkan diri dari Liga 1 apabila:

a. mengundurkan diri setelah dimulainya Liga 1 ; atau b. menolak untuk melanjutkan Pertandingan di Liga 1 ; atau c. meninggalkan lapangan atau stadion sebelum selesainya Pertandingan yang dijalankan,

2. Klub yang mengundurkan diri setelah dimulainya Liga 1, berlaku hal-hal sebagai berikut:

a. seluruh Pertandingan yang telah dijalankan dibatalkan dan dinyatakan tidak sah. Seluruh nilai dan gol yang terjadi dalam Pertandingan tersebut tidak akan dihitung dalam hal menentukan klasemen akhir dan dihilangkan dari klasemen; b. diharuskan membayar biaya kompensasi terhadap kerusakan atau kerugian yang timbul dan dialami oleh Klub lainnya, LIB, sponsor, televisi dan pihak terkait lainnya. Nilai kompensasi akan ditetapkan oleh LIB. c. dilaporkan ke Komisi Disiplin untuk mendapatkan sanksi tambahan; dan d. mengembalikan seluruh subsidi yang telah diterima.

3. Ketentuan pasal 12 dan pasal 13 tidak berlaku untuk keadaan force majeure yang diakui oleh LIB.

4. LIB akan melakukan tindakan yang diperlukan terhadap kondisi yang timbul karena force majeure tersebut pada pasal 13 ayat 3.

Melihat isi pasal 13 ayat 1 sampai 4 di atas, sebenarnya sudah dijabarkan cukup jelas perihal hukuman yang kelak diterima oleh kesebelasan-kesebelasan yang tiba-tiba memutuskan untuk tidak ingin bertanding, dalam hal ini mogok main. Jika kesebelasan benar-benar melek regulasi, mereka tentu tidak akan gegabah melakukan mogok, karena hal tersebut sudah diatur dalam regulasi, soal bentuk mogok yang dilakukan serta hukuman yang menanti mereka.

Efek mogok pertandingan dan pengaruh wasit di dalamnya

Aksi mogok yang dilakukan oleh sebuah kesebelasan, lazimnya akan mengganggu konsentrasi dari kesebelasan yang lain. Hal ini pun diakui oleh Djadjang Nurjaman usai pertandingan melawan Mitra Kukar bahwa aksi mogok yang dilakukan oleh para pemain Mitra Kukar memengaruhi psikologis para pemainnya, sampai-sampai Raphael Maitimo gagal mengeksekusi tendangan penalti. Terlihat juga Gonzales menjadi sedikit tidak fokus ketika para pemain Semen Padang melakukan mogok, yang berujung pada gagalnya penalti yang dieksekusi.

Bersambung ke halaman selanjutnya

Lanjutan dari halaman sebelumnya

Sementara itu, Mulyana Sobandi yang pernah menjadi instruktur wasit PSSI, membeberkan pandangannya soal kejadian mogok sebuah kesebelasan. Selain memang karena adanya kesalahan wasit dalam memberikan keputusan, ia menyebut bahwa aksi mogok yang terjadi sebagai puncak dari ketidakpercayaan sebuah kesebelasan terhadap kepemimpinan wasit. Kepercayaan yang harus bisa dibangun kembali oleh para wasit sekarang.

"Sebenarnya, keputusan yang dibuat wasit ada sebabnya. Dalam laga melawan Kukar kemarin, di mata wasit terlihat Matsunaga seperti diganjal oleh pemain lawan, maka wasit memberikan hukuman penalti. Tapi, kesalahan dari wasit adalah ia ada di posisi blind zone, sehingga ia tidak punya angle yang baik untuk melihat peristiwa Matsunaga tersebut. Ia hanya melihat Matsunaga jatuh, tapi tidak melihat sebab dari Matsunaga jatuh," ungkap Sobandi.

"Kemudian, kenapa bisa mogok demikian? Satu, secara hierarki tim lawan sudah tidak percaya kepada wasit. Kemudian, sebaliknya, bisakah teman-teman wasit memperbaiki hal seperti itu?" ujar pria yang juga pernah menjadi pemain ini.

Soal aksi mogok, Mak Mul (sapaan akrab Sobandi) pun menyebut bahwa regulasi harus dijadikan acuan untuk menghukum kesebelasan yang melakukan aksi mogok ini. Ia mengacu kepada regulasi yang digunakan dulu, bahwa dulu jika ada kesebelasan melakukan mogok, maka akan kena sanksi dan hukuman WO (walk out).

"Kalau terjadi pemogokan, seperti dalam regulasi, tim yang mogok kena sanksi, baik denda ataupun WO. Tim yang mogok akan kena skor [kalah] 3-0, Jadi jika tim yang mogok sedang menang 1-0, dia akan kalah dengan skor 3-1. Jika keadaan seri, maka tim yang mogok akan kalah dengan skor 3-0. Di regulasi yang dulu ada, tidak tahu kalau di regulasi yang sekarang, tapi harus tetap dipatuhi regulasi itu," ungkapnya.

Namun, usai laga yang berakhir dengan aksi mogok, seperti laga melawan Arema FC lawan Madura United serta PSM lawan Sriwijaya FC, tidak ada sanksi yang dijatuhkan oleh Komisi Disiplin PSSI terhadap kesebelasan yang mogok, padahal dalam regulasi di atas jelas disebutkan soal kesebelasan yang menolak bertanding. Apa memang karena tidak ada batas waktu mogok? Karena Sobandi menyebut di regulasi dulu ada batas waktu kesebelasan melakukan mogok.

"Di dalam regulasi dulu, di dalam peraturan pertandingan disebutkan bahwa apabila tim mogok, ditunggu lima menit oleh wasit. Kalau tidak, wasit bisa menghentikan seterusnya. Itu dulu, kalau sekarang mungkin regulasinya beda lagi," ungkapnya.

Proses menghentikan lingkaran setan

Dengan adanya aksi mogok ini, ada siklus yang terbentuk. Siklus tersebut berawal dari kualitas wasit yang dianggap buruk, sehingga menimbulkan aksi pemain dan pelatih yang protes, serta berlanjut ke aksi mogok, dan dibiarkan begitu saja tanpa ditindak. Lalu kembali lagi ke kualitas wasit yang buruk, dan hal yang sama pun kembali terjadi.

Siklus ini membentuk sebuah lingkaran setan, dan hal inilah yang membikin sepakbola Indonesia menjadi tidak maju dan terkesan jalan di tempat. Masih terjadinya lingkaran setan ini dalam ajang Liga 1 2017, liga baru dan semangat baru yang muncul setelah PSSI disanksi setahun lamanya oleh PSSI, menjadi sebuah pekerjaan rumah tersendiri yang harus diselesaikan oleh semua elemen sepakbola Indonesia.

Grafis lingkaran setan sepakbola Indonesia. Infografis: Haikal Kharisma

Apakah lingkaran setan ini bisa diputus? Tentu. Siklus itu akan berhenti jika ada salah satu fase yang berhasil dihentikan. Jika salah satu fase dihentikan, maka siklus tidak akan berlanjut dan kemungkinan sepakbola Indonesia untuk melaju ke arah yang lebih baik tetap terbuka.

Perihal wasit buruk, maka hal ini bisa dihentikan dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan mengenai dunia perwasitan sehingga kualitas wasit bisa lebih baik dan bisa memimpin jalannya pertandingan dengan baik. PSSI sudah mengupayakan ini dengan mendatangkan George Cumming, direktur wasit FIFA, untuk memperbaiki kualitas wasit di Indonesia.

Sedangkan untuk soal pemain atau pelatih yang kerap protes, hal ini akan berkaitan kembali dengan regulasi. Jika operator liga bisa menerapkan regulasi dengan baik, dan memberikan sanksi tegas bagi pihak-pihak yang melanggar, tanpa pandang bulu, maka akan sedikit kesebelasan-kesebelasan yang melakukan protes berlebihan kepada wasit.

Pada intinya, lingkaran setan ini harus berhenti. Selain memutus salah satu alur yang ada di dalam lingkaran tersebut, harus ada perbaikan menyeluruh di PSSI sehingga kelak, akan tercipta kondisi sepakbola Indonesia yang kondusif dan sepakbola Indonesia bisa maju ke arah yang lebih baik.

Foto: Taufik Ferdiansyah

Hasil, Klasemen, dan Jadwal Selanjutnya Liga 1 2017 Pekan ke-13
Artikel sebelumnya Hasil, Klasemen, dan Jadwal Selanjutnya Liga 1 2017 Pekan ke-13
Skema Penalti "ABBA" Digunakan dalam Premier League Asia Trophy 2017
Artikel selanjutnya Skema Penalti "ABBA" Digunakan dalam Premier League Asia Trophy 2017
Artikel Terkait