Joe Hart Menjadi Bagian dari Masa Transisi Torino

Berita

by Redaksi 33

Redaksi 33

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Joe Hart Menjadi Bagian dari Masa Transisi Torino

Usai menjaga gawangnya tetap perawan dalam pertandingan melawan Malta pada Sabtu (8/10/2016) malam, Joe Hart mengungkapkan bahwa orang-orang boleh saja memiliki opini yang bermacam-macam tentang dirinya. Bahkan, ia juga yakin bahwa beberapa orang menganggapnya sebagai pemain yang tak berguna.

"Dalam sepakbola semua orang berhak memiliki opininya masing-masing, bahkan termasuk opini kepada saya. Ada yang menganggap saya adalah kiper yang luar biasa, tapi tak jarang ada juga yang menganggap bahwa saya ini tidak berguna," ujarnya seperti dilansir ESPN FC.

"Namun, kurang beruntungnya saya, ada seseorang di klub saya dahulu yang seharusnya tidak mengeluarkan opini buruk tentang saya sekuat itu (mungkin merujuk kepada Pep). Akhirnya, saya pun memutuskan untuk keluar dan mencari tim yang lain yang beranggapan bahwa saya dapat membantu tim. Maka, saya memutuskan untuk pergi," tambahnya.

Joe Hart, bersama dengan Samir Nasri dan Yaya Toure, adalah pemain-pemain yang menjadi korban dari era baru Pep Guardiola di Manchester City. Ketidaksesuaian mereka dengan filosofi permainan sepakbola Pep membuat ketiga pemain tersebut menjadi pesakitan pada musim 2016/2017, setelah sempat menjadi aktor penting dalam kesuksesan City dalam beberapa tahun terakhir.

Seperti Samir Nasri yang akhirnya dipinjamkan ke Sevilla, Joe Hart pun tidak mau larut dalam ketidakpastian dan akhirnya pindah ke klub yang bermarkas di Turin, Torino. Meski sempat diragukan akan mampu bersaing di daerah yang benar-benar asing baginya (sejak muda sampai usianya yang sekarang menginjak 29 tahun, Hart selalu bermain di Inggris), ternyata perlahan ia mulai menjadi andalan di bawah mistar gawang Torino.

Tim Torino, yang juga sekarang sedang mengalami masa transisi, sedang gencar-gencarnya mendatangkan pemain-pemain muda. Pemain-pemain seperti Marco Benassi, Daniele Baselli, Davide Zappacosta, dan Andrea Belotti menjadi tumpuan skuat Torino pada musim 2016/2017. Masa transisi Torino ini pun disertai dengan kedatangan Sinisa Mihajlovic sebagai pelatih.

Miha, yang melihat keseriusan Hart untuk mendapatkan tempat dalam skuat Torino (dibuktikan dengan keinginannya untuk belajar bahasa Italia), langsung menempatkan kiper timnas Inggris itu sebagai komandan di lini pertahanan Torino. Kepercayaan itu pun dibayarnya dengan penampilan yang sejauh ini cukup memuaskan. Ia menjadi bagian dari skuat Torino yang sedang mengalami masa transisi.

Meski sempat menderita kekalahan dalam partai debutnya melawan Atalanta, perlahan, Hart mulai menunjukkan diri. Dalam empat pertandingan terakhir ketika ia menjadi penjaga gawang, Torino sama sekali belum menerima kekalahan dengan catatan dua kali hasil imbang dan dua kali menang.

Dua kemenangan itu pun dicatatkan atas tim yang cukup kuat, yaitu AS Roma (3-1) dan Fiorentina (2-1). Hart tampil cukup gemilang dalam pertandingan itu, dan hasil ini mengantarkan Il Toro duduk sementara di peringkat ketujuh klasemen Serie A 2016/2017.

"Torino adalah opsi terbaik yang saya miliki, karena saya tertarik untuk bermain di Serie A dan juga bermain untuk Torino. Ternyata, klub ini cocok dengan saya. Sekarang, saya bersama klub ini, dengan komitmen yang besar pula terhadap klub. Di sini saya banyak belajar hal baru, ikut dalam perubahan, dan semakin saya berkembang, maka saya akan tahu kekurangan dan kelebihan saya," ujar kiper yang pernah berseragam Birmingham City ini.

foto: @ProperSport

Komentar