Tim nasional Inggris untuk sementara berhasil memuncaki klasemen grup F di babak kualifikasi Euro 2016 dengan memenangkan tiga dari tiga pertandingan mereka. Ini memang Inggris yang tidak biasa kita saksikan pada tahun-tahun sebelumnya. Jika kita mau âmenyalahkanâ performa Inggris yang tiba-tiba membaik ini, mungkin ada banyak hal yang bisa kita dapatkan.
Namun, dari semua hal yang mendukung pernyataan di atas, tentunya adalah perubahan sistem kejuaraan Eropa (Euro) yang diubah oleh sang presiden UEFA, Michel Platini.
Peserta finalis yang diekspansi dari 16 menjadi 24 tim adalah satu keputusan yang ternyata memiliki efek domino. Buah dari peraturan baru ini berarti setiap juara dan runner-up dari sembilan grup kualifikasi berhak otomatis melaju ke babak final.
Jumlah tersebut ditambah lagi dengan satu negara peringkat ke tiga terbaik yang juga otomatis lolos, serta delapan sisa peringkat tiga yang menjalani pertandingan play-off untuk memperebutkan empat jatah sisa.
Olahraga (bukan hanya sepakbola) memang hampir melulu mengenai kompetisi: ada pemenang dan ada pecundang. Bayangkan, tim peserta UEFA hanya berjumlah 53 negara. Itu artinya masing-masing grup kualifikasi hanya berisi enam negara dengan satu grup (grup I) berisi lima negara.
Kesempatan untuk Negara-Negara Kecil
Jika menyimak hasil undian grup, keputusan Platini ini memberikan angin segar kepada negara-negara âbertradisi nanggungâ seperti Skotlandia, Slovakia, Slovenia, Israel, dan Republik Irlandia untuk melaju ke babak final. Bahkan jika melihat klasemen sementara, ada Islandia sebagai pemuncak grup A, diikuti Republik Ceko dan Belanda; Wales memuncaki grup B, di atas Belgia; Irlandia Utara memuncaki grup F; serta Albania sebagai runner-up grup I.
Keputusan Platini ini bukan tidak mungkin akan membuat kita familiar dengan nama-nama negara di atas pada babak final dua tahun ke depan nanti yang akan diselenggarakan di Prancis. Ini juga berarti akan semakin tingginya kemungkinan untuk lahirnya juara baru di Euro 2016 nanti, meskipun pernyataan ini masih terlalu prematur.
Bukannya tanpa alasan, menurut Platini, hal ini ia lakukan agar pelaksanaan pesta empat tahunan sepakbola negara Eropa ini semakin meriah dan juga meningkatkan kualitas turnamen.
Euro 2016 memang akan terlihat lebih besar (dari kuantitas tentunya). Tetapi, apakah lebih besar berarti lebih bagus? Belum tentu.
Simak saja Liga Europa. Kompetisi anak bawang Liga Champions ini hampir tidak mendapatkan perhatian sebelum mereka tiba pada fase knock-out di setengah akhir musim. Kompetisi ini terlalu banyak menyajikan pertandingan tim-tim kelas ânanggungâ, ada 481 pertandingan, 276 di antaranya adalah babak kualifikasi (sebelum masuk ke fase grup).
Jika dibandingkan dua dekade yang lalu ketika nama mereka masih Piala UEFA, mereka hanya memiliki total sekitar 126 pertandingan dan tentunya dengan kualitas yang lebih baik dari Liga Europa.
Jika mau jujur, menurut kami Euro dengan jumlah peserta babak final 16 tim adalah sempurna. Babak kualifikasi juga semakin seru. Tentunya kita akan langsung teringat pada timnas Inggris di Euro 2008 dimana timnas Inggris... tidak lolos! Lalu babak final juga akan menyajikan tim-tim yang memang perkasa meskipun beberapa tim semenjana kadang mampu lolos seperti Slovenia (2000) dan Latvia (2004).
Saatnya Tim Besar Bersantai
Kini memori Euro 2000 yang dilabeli banyak orang sebagai âturnamen terbaik pada 25 tahun terakhirâ hanya tinggal menjadi kenangan yang tidak bisa terulang lagi. Bahkan Euro 2004 yang tidak menarik pun (dengan Yunani sebagai juaranya) bisa dibilang masih akan lebih berkualitas daripada turnamen dengan 24 tim peserta yang tim-tim topnya bisa dihitung dengan jari kedua tangan, itu artinya tidak sampai setengah dari jumlah totalnya.
Namun, keputusan Platini ini tentunya disambut hangat oleh banyak tim kecil, karena probabilitas mereka untuk lolos tentunya akan semakin lebih besar: dari 53 total peserta UEFA, 23 di antaranya akan lolos (satu jatah otomatis lolos bagi tuan rumah).
Mungkin saya akan senang jika saya adalah warga negara Islandia. Atau tepatnya saya akan lebih senang lagi jika saya adalah warga negara Inggris.
Inggris bergabug pada babak kualifikasi Euro 2016 bersama Swiss, peringkat ke sembilan FIFA. Swiss mungkin satu-satunya lawan terberat Inggris, yang sudah mereka kalahkan 2-0. Tetapi sisa lawan mereka adalah Slovenia (peringkat 39 FIFA), Estonia (93), Lithuania (103), dan juga âsi lumbung golâ San Marino.
Bandingkan dengan kualifikasi Euro 2008 ketika Inggris tidak lolos, mereka bergabung bersama dengan Kroasia, Rusia, Israel, Makedonia, Estonia (lagi), dan Andorra.
UEFA sendiri mengklaim bahwa Benua Eropa membutuhkan turnamen yang lebih besar karena jumlah negara di Eropa juga semakin banyak (menyusul pecahnya Uni Sovyet dan pecahan-pecahannya yang semakin pecah lagi). Ini mungkin ada benarnya, pada awal tahun 1990-an ketika diputuskan bahwa babak final Euro memiliki 16 peserta, peserta UEFA hanya berjumlah 34 negara.
Namun, patut diakui juga bahwa anggota-anggota baru dari negara UEFA adalah negara-negara semenjana dalam urusan sepakbola. Ada Gibraltar, Kazakhstan, Georgia, Lithuania, Liechtenstein, Azerbaijan, Armenia, dan lebih dari selusin negara semenjana lagi yang bisa kita sebutkan.
Tapi tentunya kita masih bisa berharap beberapa kejutan akan terjadi dalam 14 bulan ke depan, termasuk Islandia, Wales, dan Irlandia Utara yang sementara memuncaki grup kualifikasi. Namun, ini tidak akan mengubah persepsi umum bahwa kualitas Euro 2016 akan menurun, setidaknya sampai babak knock-out saja. Yah, semoga.
Baca juga: "Euro 2020: Gelaran Piala Eropa yang Paling Romantis"
Sistem Babak Final yang Kacau
Babak final Euro 2016 sendiri nanti akan dibagi ke dalam enam grup yang masing-masing grupnya berisi 4 negara. Negara yang berhak lolos ke babak knock-out 16 besar adalah masing-masing dari juara dan runner-up grup, ditemani oleh empat peringkat ke-tiga terbaik.
Bayangkan, ada 4 tim dalam satu grup, tim yang lolos otomatis ada dua, sedangkan peringkat tiga bisa lolos, bisa juga tidak. Maka, kengototan pun akan semakin menurun. Tim tidak perlu bermain baik, toh peringkat dua pun bisa lolos, bahkan peringkat tiga juga insyabola bisa lolos. Prasyarat yang lebih terlihat kacau sepertinya.
Mengingat sebenarnya babak knock-out pun sudah ditentukan sebelumnya (siapa bertemu siapa) yang bisa disimak pada tabel di bawah (sumber: wikipedia.org), maka siapa saja yang lolos dan pengundian grup nanti akan sangat berpengaruh bagi kelangsungan Euro 2016.
Melihat tabel di atas, tidak jelas kemungkinan juara tiga grup yang lolos siapa saja. Mungkin ini akan lebih sedikit manusiawi jika seluruh 16 tim yang lolos ke fase knock-out diundi kembali. Tetapi memang melihat turnamen babak grup dengan 24 tim yang dilanjutkan dengan babak knock-out 16 besar adalah sesuatu yang "cacat". Ini sangat berpotensi terjadinya main mata.
Mungkin jika mau memaksakan 24 tim, membagi peserta ke dalam  empat grup dengan masing-masing grup berisi enam tim adalah solusi yang idealis. Setelah itu, turnamen bisa dilanjutkan ke babak knock-out alih-alih 16 besar tetapi 8 besar (juara dan runner-up masing-masing grup berhak lolos).
Ataupun jika memaksa dengan enam grup, UEFA dapat membuat fase knock-out menjadi 8 besar saja dengan masing-masing juara grup lolos dan dua runner-up terbaik juga lolos. Turnamen format ini sempat dijalankan di Liga Champion ketika Manchester United meraih gelar treble.
Jadi, di sini masalah utamanya adalah pada babak knock-out. Jika memang mereka menginginkan 16 besar, akan lebih bijaksana jika jumlah peserta babak final pada babak grup dibuat 32 peserta saja agar tidak menimbulkan banyak ketimpangan dan kepusingan.
Pusing maupun tidak pusing, Platini pasti harap-harap cemas, meskipun negaranya, Prancis, sudah otomatis lolos sebagai tuan rumah.
Sambil merenung, pastinya Ryan Giggs (Wales) sedang kesal, âKenapa gak dari dulu aja Euro dibuat 24 peserta, sih?â. Atau George Best (Irlandia Utara) sedang menangis dari dalam kuburnya, karena sebagai pemain top, mereka berdua tidak pernah bermain pada turnamen besar.
Komentar