Di Amsterdam, sepakbola menjadi permainan berisiko tinggi setelah hadirnya F-Side yang tak lain adalah kelompok suporter (firm) Ajax Amsterdam yang didirikan pada tahun 1976.
Di luar stadion Amsterdam Arena, kandang Ajax,banyak kios-kios souvenir menjual bendera Israel atau bendera bintang bintang Daud yang dibubuhi aroma-aroma Ajax. Suporter datang dengan mengenakan topi, jaket dan syal bordir dengan tulisan Ibrani. Sampai saat ini, situs web resmi tim bahkan menampilkan nada dering dari Hava Nagila dan lagu Yahudi lainnya yang dapat di download ke ponsel fans. Hingga fans pun menjuluki klub mereka "Super Yahudi."
"Sekitar tiga puluh tahunan yang lalu, suporter tim lain mulai memanggil kita orang-orang Yahudi karena ada sejarah Yahudi di Ajax,`` jelas Fred Harris melalui The New York Time, seorang pria gempal dengan rantai emas tebal di lehernya, "jadi kami mengambil itu sebagai bentuk kebanggaan dan sekarang telah menjadi identitas kita."
Selama bertahun-tahun, manajemen Ajax mendukung identitas F-Side yang dikatakan unik itu. Namun seiring berjalannya waktu apa yang tampak seperti tidak berbahaya kini berubah menjadi hal yang membahayakan. Bahkan bisa mengakibatkan pertempuran.
Suporter dari rival terbesar Ajax mulai memberikan salam Nazi atau nyanyian meneriakkan "Hamas, Hamas!" (nama partai di Palestina yang terkenal sangat keras bersikap terhadap Israel). Itu jelas dilakukan untuk mengejek suporter Ajax, juga untuk merusak permainan Ajax. Para rival juga sering berteriak ``gas untuk orang Yahudi!`` Atau hanya mendesis sebagai tiruan terhadap bunyi gas yang dulu menjadi alat pembunuh orang Yahudi di kamp-kamp konsentrasi yang didirikan NAZI Jerman.
Musuh bebuyutan Ajax yang paling terkenal adalah Feyenoord, didirikan 19 juli 1908, bermarkas di stadion Kuip (Rotterdam). Kalian yang gemar menonton sepakbola Eropa pasti tahu dengan nama klub sepakbola kebanggan kota Rotterdam ini.
Rivalitas suporter Ajax dan Feyenoord selengkapnya dapat anda baca diDe Klassieker, Saat Suporter Ajax Bertempur vs Suporter Feyenoord
Feyenoord dikenal dengan sebutan "het is een club van arbeidersï" (kesebelasannya kaum buruh). Suporter Ajax yang punya kelompok fanatik bernama F-Side itu sering tawuran habis-habisan melawan SCF Hooligans sebutan buat fans Feyenoord.
Prilaku ofensif tidak sepihak sebab pendukung Ajax, khususnya F-Side, sering menyerang lawan juga dengan identifikasi diri sebagai Yahudi.
Dalam pertemuan dengan kesebelasan dari Jerman, sekelompok pendukung Ajax menunjukkan sebuah spanduk bertuliskan "Yahudi melakukan pembalasan atas `40 -`45,`` merujuk tahun-tahun terjadinya pada Holocaust alias pembantaian orang Yahudi oleh NAZI.
``Orang-orang Yahudi, orang-orang Yahudi, orang-orang Yahudi!"
Ribuan suara pendukung Ajax biasa meneriakkan hal itu. Sehingga banyak penggemar yang memiliki darah Yahudi asli justru mulai risih dan beberapa di antaranya menghindari pertandingan. Mereka mengerti sakitnya Yahudi yang kehilangan anggota keluarga selama perang.
Bahkan setiap kali para suporter berjingkrak di tribun, kita bisa membedakan jika mereka yang tidak melompat adalah orang Yahudi asli.
``Kami mungkin terlalu bertoleransi," kata Uri Coronel, seorang Yahudi yang merupakan anggota dewan pengurus Ajax pada tahun 1990, berbicara tentang sikap masa lalu manajemen yang membiarkan itu semua. Bahwa adopsi identitas Yahudi secara luas disalahpahami sebagai sesuatu yang positif oleh suporter dan itu akhirnya menjadi hal yang tak sepenuhnya mengenakkan.
``Klub tidak memiliki asal-usul Yahudi yang nyata,`` kata John C. Jaakke, presiden klub.
Meskipun demikian, Ajax kadung diidentifikasi dalam pikiran publik dengan orang-orang Yahudi di tahun 1950, dan pada 1970-an, suporter lawan akhirnya memang mulai memanggil pendukung Ajax sebagai Yahudi. Hingga saat ini.
Mr. Jaakke diduga melakukan pertemuan dengan perwakilan dari pimpinan F-Side untuk berkomunikasi tentang kekhawatiran manajemen. Mr. Jaakke mengatakan jika anak korban Holocaust sudah berbicara kepada mereka tentang bagaimana menyakitkannya bahasa yang ditampilkan untuk orang-orang Yahudi di stadion. Mereka, anak-anak korban holocaust, mengaku merasa perih tiap kali suporter lawan mendesiskan suara tiruan gas. Itu hal traumatis bagi mereka.
Dalam pidato tahun barunya pun Mr. Jaakke menyatakan keinginan manajemen agar penggemar melepas identitas Yahudi. `` Tidak hanya orang-orang Yahudi yang terganggu oleh ini, `` kata Mr Jaakke, ``aku bukan orang Yahudi dan aku benci itu juga.``
F-Side pun menolak untuk melepaskan identitas yang telah melekat 30 tahun lebih. Seorang wartawan Yahudi dan juru bicara sebuah yayasan yang membahas anti-Semitisme di sepakbola Belanda pun akhirnya mengungkapkan jika sekitar 90 persen suporter Ajax sesunguhnya tidak tahu di mana Israel. Ketika mereka berteriak "Yahudi, Yahudi!" atau "Super Yahudi", itu tentang cara membangun semangat para pemain dan bukan yang lain.
Baca juga:
F-Side sendiri sudah berusia hampir 40 tahun. Didirikan pada 1976, mereka menggunakan nama F-Side, dulunya sebutan untuk area di Stadion De Meer tempat para pendirinya dulu biasa berdiri mendukung Ajax.
Mereka bukan hanya bermusuhan dengan SCF, kelompok suporter Feyenoord, tapi juga dengan North Side (kelompok suporter ADO Den Haag) dan Bunnikside (kelompok suporter FC Utrecht).
Selain insiden Pertempuran Baverwijk melawan SCF, insiden perkelahian yang menewaskan salah seorang anggotanya, F-Side juga sudah membuat ulah di kancah Eropa.
Pada 27 September 1989, di Stadion De Meer, terjadi insiden yang masyhur dengan sebutan Staafincident. Saat itu Ajax sedang berduel dengan Austria Wien, kesebelasan asal Austria. Skor 1-1 di perpanjangan waktu. Laga sedang sengit-sengitnya. Dan F-Side mulai memaki para pemain lawan dengan teriakan "NAZI! NAZI!"
Saat itulah, seorang anggota F-Side, namanya Gerald M., melemparkan benda metal ke lapangan. Lemparan itu mengenai Franz Wohlfart, kiper Austria Wien.
Hasilnya: laga dihentikan saat itu juga dalam skor masih 1-1. Ajax kemudian dinyatakan kalah dan dilarang tampil di Eropa di tahun berikutnya.
Setelah Ajax pindah ke stadion baru yang lebih besar, Amsterdam Arena, F-Side berhasil "memaksa" manajemen untuk memberi mereka tempat di sisi selatan bawah tepat di belakang gawang. Dan dengan itulah jumlah F-Side justru kian berbiak karena difasilitasi ruang yang lebih lapang di stadion.
Pada 2009, kelompok suporter (firm) Ajax yang lain, VAK410, juga mulai menempati sisi selatan yang sama dengan yang ditempati F-Side. Maka jadilah sisi selatan belakang gawang menjadi area paling meneror bagi kesebelan lawan.
Komentar