Massimiliano Allegri pernah dimusuhi Juventini di awal masa jabatannya sebagai pelatih I Bianconeri. Didatangkan dari kesebelasan seteru Juventus, AC Milan, Allegri menjadi seorang pelatih yang dibenci dan diragukan kemampuannya.
Allegri datang untuk menggantikan posisi kursi kepelatihan yang ditinggalkan Antonio Conte setelah menyatakan pengunduran diri. Ia dikontrak selama dua tahun. Banyak pendukung Bianconeri tidak senang dengan penunjukkan pelatih kelahiran 11 Agustus 1967. Alhasil, 300 suporter Juventus menggelar aksi protes di depan markas latihan Juventus di Vinovo.
Saat itu pun lima perwakilan Ultras diizinkan masuk ke Vinovo untuk melakukan pembicaraan dengan direktur kesebelasan, termasuk direktur umum Marotta, dan Allegri. Tapi, pertemuan itu berlangsung hanya beberapa menit saja.
Allegri juga mengaku jika ia takut dengan pendukung Juventus ketika pertama kali diumumkan secara resmi sebagai juru racik anyar Si Nyonya Tua. Ketakutannya bukan tanpa alasan. Allegri sendiri sebelumnya mempunyai rekam jejak yang buruk di mata Juventini seperti ejekannya tentang gol Muntari yang dianulir dan tentu saja dengan kisahnya yang berakhir dengan pemecatan di AC Milan.
Bahkan kecaman kepada Allegri tidak hanya dilontarkan secara langsung. Aroma ketidak senangan kepada Allegri pun merebak hingga ke media sosial seperti Twitter dengan tagar #NoAllegri. Di media sosial tersebut juga banyak beredar foto-foto yang beraroma kebencian.
Salah Satu Gambar yang Beredar di Sosial Media
âKetika pertama kali diumumkan secara resmi sebagai pelatih Juventus, saya merasa sangat senang, karena saya tahu telah diberikan kesempatan untuk meraih kemenangan. Tapi, ketakutan terbesar saya ketika bergabung dengan Juventus adalah tak mampu mencuri hati Juventini, karena saya berjanji akan melakukan itu selain membidik hasil bagus,â seperti dikutip dari laman Football Italia.
Bahkan didebut Allegri sebagai pelatih Juventus tak berjalan mulus saat melakoni pertandingan ujicoba pramusim. Melawan kesebelasan amatir Lucento, Bianconeri dipaksa menyerah dengan skor tipis 2-3 dan bermain imbang 0-0 dengan Cesena di pertandingan berikutnya.
Kemenangan pertama Allegri baru dapat diraih ketika Juventus menghadapi ISL All Star di pertandingan tur pramusim ke Indonesia, Rabu, 6 Agustus 2014. Juventus berhasil menggebuk ISL All Star dengan skor 8-1. Tapi tentu saja pertandingan tersebut tidak langsung membuat Allegri tenang di pinggir lapangan Stadion Gelora Bung Karno.
Sebelum laga dimulai, announcer di stadion Gelora Bung Karno sempat membacakan nama-nama pemain Juventus. Giliran nama Allegri dibacakan, sontak Juventini yang memadati GBK berteriak, "Huuuuu..." Kesialan untuk Allegri juga terjadi ketika pertandingan baru berjalan 3 menit. Juventus harus tertinggal terlebih dahulu melalui gol Lopicic. Dan yang âmungkinâ membuat Allegri semakin tertekan ketika sebagian tribun di Gelora Bung Karno meneriakan nyanyian-nyanyian yang menyanjung Conte.
Tapi siapa yang menyangka jika hasil akhir di Gelora Bung Karno menjadi sebuah titik balik dari penampilan Juventus. Allegri terus menunjukan tren positif di tiap pertandingan. Apa yang dikatakan Allegri pun terbukti. Perlahan tapi pasti dia mampu merebut hati Juventini.
Allegri sukses membuat Juventus menjadi kesebelasan yang memiliki variasi formasi dengan menyesuaikan siapa lawan dan bagaimana jalannya pertandingan. Hal itulah yang tidak pernah dimilik oleh Conte. Di tangan Conte, Juventus cenderung bermain dengan satu pakem formasi, yaitu 3-5-2 dan mutlak berporos di Andrea Pirlo meskipun sesungguhnya ada kesempatan untuk mengalirkan bola ke sisi kanan atau ke kiri secara langsung tanpa harus melalui Pirlo terlebih dahulu.
Argumen seperti paragraf di atas bisa diperkuat jika menonton salah satu pertandingan ulang Juventus ketika ditangani Conte. Dan salah satu pertandingan yang masih terekam jelas diingatan saya adalah saat Juventus tersisih di semifinal Europa League melawan Benfica.
Juventus yang kala itu membutuhkan kemenangan 1-0 di leg kedua, harus tersisih karena hanya bermain imbang tanpa gol. Sesungguhnya pada 10 menit terakhir Juventus mampu memberikan tekanan yang lebih, andai setiap kali Juventus melakukan serangan balik mereka tidak harus melakukannya melalui Pirlo. Bahkan sesungguhnya jauh lebih baik jika membiarkan bola langsung diarahkan ke sisi lapangan.
Sumber Gambar lastampa.it
Tapi itu dulu, cerita lama tentang permainan Juventus. Kini di bawah asuhan Allegri, pelatih yang ketika kedatangannya mendapatkan banyak kecaman, Juventus menjelma menjadi sebuah kesebelasan yang fleksibel dengan segala perubahan taktik. Dengan variasi formasi 3-5-2 atau 4-3-1-2 ala Allegri, Juventus berhasil meraih Scudetto di musim ini dan berpeluang meraih treble winner.
"Kami perlahan-lahan membangun kesebelasan dari pekerjaan luar biasa selama tiga tahun dan juga mencoba mengubah sesuatu. Saya mendengar sejumlah orang berkata kesebelasan Juventus ini tidak bisa bermain dengan empat bek di lini belakang," ujar Allegri.
"Saya rasa para pemain ini adalah bek tengah terbaik di Italia kalau bukan terbaik di Eropa. Sementara mereka bahkan disebut akan lebih terbuka dengan empat bek. Itu semua sampah."
"Para pemain ini punya kualitas bagus sebagai seorang manusia dan juga dalam sisi teknis, karena untuk memenangi empat Scudetto beruntun itu luar biasa. Meski demikian musim kami masih belum berakhir. Saya harus berterima kasih kepada semua orang yang telah membantu saya di perjalanan ini, mulai dari kesebelasan dan para staf," tandasnya.
Allegri pun pernah berujar jika pemain Juventus tidak suka dikekang dengan taktik saat mendapat pertanyaan tentang perbedaan dirinya dengan Conte.
âAda waktunya Anda meningkatkan tempo, begitu juga dengan mengendurkan tempo. Beberapa pemain tidak mau sepenuhnya dikekang oleh taktik. Saya rasa pertandingan dimenangkan dengan kerjasama dan pemain hebat. Saya mewarisi kesebelasan hebat, namun masih perlu ditingkatkan,â ujar Allegri pada bulan September tahun lalu kepada Sky Sport Italia.
âSaya beruntung untuk menjadi pelatih Juventus dan menjadi bagian dari kesebelasan yang solid. Setiap pertandingan akan berakhir lebih dari 90 menit dan Anda harus membacanya dengan baik,â tambahnya.
Hal yang senada dengan permasalahan taktik permainan juga pernah diungkapkan Buffon. Menurut kapten kesebelasan nasional Italia itu hasil tren positif Juventus tidak lepas dari peran Allegri. Bahkan Buffon menilai Allegri memiliki beberapa kelebihan ketimbang Conte.
"Allegri tahu taktik yang dia inginkan, tapi dia juga paham dengan psikologi pemain. Dia kurang gila dengan hal-hal detail ketimbang Conte tapi sangat penuh perhatian dan teliti. Setelah bertahun-tahun berada di bawah tekanan, metode dia berguna untuk membuat kami lebih banyak bertanggung jawab." ujar Buffon seperti dikutip Football Italia.
"Di lapangan dia ingin kami untuk mengontrol tempo permainan pada beberapa tahapan, tujuannya agar kami bisa mendapatkan napas kami kembali, sedangkan pada masa lalu kami selalu menyerang habis-habisan," tutup Buffon.
Hal nyata dari pencapaian Allegri yang tidak didapat saat era Conte pun terlihat di Liga Champions. Allegri sukses membawa Juventus melaju ke babak semifinal setelah terakhir kali melaju di semifinal pada musim 2002/2003. Hal tersebut juga terlihat dari gaya permainan Allegri yang membuat Juventus dapat bermain dengan banyak opsi. Sebagaimana ketika taktiknya yang mampu mengelabui Dortmund saat terlalu fokus untuk mematikan Pirlo. Nyatanya Juventus dapat bermain baik meski tak ada Pirlo di pertandingan leg kedua.
***
Kini Allegri sukses membayar semua kecaman yang ia terima di hari pertamanya menangani Juventus. Caci maki, perbandingan, dan lemparan telur ia balas dengan persembahan Scudetto untuk seluruh pendukung Juventus yang membencinya.
Dan kini, tentu saja para Juventini wajib menyatakan permintaan maafnya kepada Allegri dengan cara memberi dukungan dan kepercayaan penuh saat menghadapi Real Madrid. Rasanya itu salah satu cara yang tepat untuk menunjukan perasaan menyesal kepada Allegri sekaligus mengangkat Allegri lebih tinggi. Meskipun Allegri telah memaafkannya.
Komentar