Kemenangan Watford Football Club atas Brighton and Hove Albion lewat gol Troy Deeney dan Matej Vydra pada pekan ke 45 divisi Championship musim 2014/2015 lalu,  belum bisa memastikan promosi kesebelasan asal Hertfordshire ini ke Liga Primer Inggris. Pasalnya, mereka tetap harus menunggu hasil pertandingan antara Middlesbrough dan Fulham di pekan yang sama. Jika pertandingan ini berakhir seri, mau tidak mau mereka harus menunggu hasil pertandingan pekan 46.
Sementara dari Italia, kesebelasan Udinese terseok-seok di akhir kompetisi Liga Italia Serie A. Mereka bahkan tak mampu mendapatkan angka sekalipun di empat pertandingan terakhir, walaupun tetap lolos dari jeratan degradasi karena berhasil bertahan di peringkat 16 pada akhir musim.
Lain Italia, lain pula Spanyol. Kesebelasan Granada berjuang hingga pekan terakhir divisi Primera La Liga musim 2014-2015 lalu. Untung saja, mereka berhasil menahan imbang Atletico Madrid di pertandingan terakhir. Â Granada boleh bernafas lega. Walaupun mereka mengakhiri musim ini tepat di atas zona degradasi, setidaknya, musim depan mereka tetap bisa bermain di kompetisi teratas sepakbola Spanyol.
***
Drama akhir musim 2014/2015  liga Italia, Inggris dan Spanyol  agaknya menjadi topik pembicaraan utama antara ayah dan anak, Giampaolo Pozzo dan Gino Pozzo. Maklum, mereka berdua memang pemilik ketiga kesebelasan "medioker" tersebut. Dapat dipastikan kalau topik pembicaraan mereka tidak akan jauh dari siasat apa yang harus dilakukan untuk menghindari degradasi dan mengupayakan promosi.
Meski demikian, jarang sekali orang yang memiliki tiga kesebelasan yang bermain di kompetisi level teratas. Mike Ashley, memang pemiliki Newcastle United dan Rangers FC. Namun, saham kepemilikannya di Rangers hanya mencapai 8,92%. Lagipula, mulai musim depan Rangers tidak bermain di kompetisi teratas Liga Skotlandia.
Yang menjadi pertanyaan, siapa sebenarnya Giampaolo Pozzo? Apa yang membuatnya bisa memiliki tiga kesebelasan sekaligus?
Giampaolo Pozzo adalah pengusaha sukses yang berasal dari kota Udine, Italia. Sebagai anak yang lahir dan tumbuh di Udine, tak heran kalau ia juga menggemari kesebelasan Udinese. Ketika dewasa, Pozzo bertemu lalu menikah dengan Giuliani yang merupakan cucu presiden Udinese saat itu, Giuseppe Bertoli.
Pernikahannya dengan Giuliana secara tak langsung membawa Pozzo masuk ke ranah manajerial kesebelasan favoritnya tersebut. Bahkan di tahun 1986, Pozzo secara resmi membeli Udinese dan menjadi presiden kesebelasan. Tugasnya jelas, ia harus menyelamatkan Udinese dari Serie B menuju Serie A dan mampu berbicara banyak di kompetisi teratas liga Italia tersebut.
Sukses di Udinese, bisnis sepakbola a la Pozzo ini mulai merambah Spanyol dan Inggris. Nampaknya Pozzo paham betul bagaimana atmosfir sepakbola Spanyol dan Inggris yang banyak digadang-gadang sebagai liga sepakbola terbaik di dunia. Makanya tak heran jika kedua negara tersebut menjadi sasaran pasar Pozzo selanjutnya.
Kawasan Andalusia di selatan Spanyol menjadi destinasi kedua Pozzo. Kesebelasan Granada yang saat itu berkutat di divisi ketiga liga Spanyol (Segunda B), menjadi sasaran karena sedang terbelit masalah utang dan kesulitan finansial.
Akhirnya, pada awal musim 2009/2010 lalu kesebelasan Granada berhasil diambil alih oleh Pozzo. Ia menunjuk sahabatnya, Quiqui Pina, untuk menjabat sebagai presiden klub. Ajaibnya, mereka langsung promosi ke divisi kedua pada musim 2010/2011 dan berhasil naik ke divisi Primera pada musim 2011/2012.
Keberhasilan Granada ini ternyata tidak melulu mendapatkan pujian. Bahkan beberapa kelompok suporter kesebelasan rival Granada di divisi Segunda mencibir kelakuan licik Granada ini. Menurut mereka, Granada diuntungkan dengan banyaknya pemain pinjaman dari Udinese. Namun, suporter Granada bergeming, bagi mereka yang terpenting klub kebanggannya dapat bermain di kompetisi teratas, bersama Barceona dan Real Madrid.
Promosinya Granada ternyata menimbulkan efek domino bagi kebijakan Pozzo itu sendiri. Ia malah tertarik mengakuisisi kesebelasan Watford yang berlaga di divisi Championship Inggris. Menurutnya, kesebelasan Watford memiliki pembinaan pemain muda yang bagus.
Juni 2012 lalu, Pozzo berhasil mengakuisisi kesebelasan tersebut dan menempatkan anaknya, Gino Pozzo di Inggris untuk memantau perkembangan Watford itu sendiri, sebelum akhirnya berhasil promosi ke liga Primer mulai musim depan.
***
Salah satu keuntungan kemitraan yang dijalin oleh Udinese, Granada dan Watford ini adalah, ketika jaringan pencarian bakat kesebelasan Udinese mendapatkan pemain muda berbakat dan nampaknya tak akan terpakai di tim utama Udinese, mereka akan meminjamkannya kepada Granada ataupun Watford.
Tak hanya pemain muda, jika pemain senior lainnya membutuhkan jam bermain dan sulit mendapatkan tempat di Udinese, mereka akan dikirim menuju Granada atau Watford dan mendapatkan apa yang mereka inginkan: jam bermain yang lebih banyak.
Begitupun sebaliknya. Tak melulu Udinese yang menjadi pemasok pemain untuk kedua kesebelasan itu, Udinese juga merasakan keuntungan dari bakat-bakat muda Granada dan Watford. Cara ini juga disinyalir sebagai antisipasi dari peraturan FFP yang sedang gencar-gencarnya diterapkan.
Maka, atas segala kecerdikan yang membikinnya bisa merangkul tiga klub di tiga liga sekaligus, tak heran jika pada akhirnya, Giampolo Pozzo diberi julukan sebagai "Gurita dari Italia".
Tulisan diolah dari berbagai sumberSumber gambar: bbc.co.uk
Komentar