Sepakbola adalah hal yang sangat kompleks. Sepakbola bukan hanya tentang sebelas orang yang bertanding di lapangan dan saling memperebutkan bola satu sama lain. Sepakbola juga bukan hanya tentang transfer pemain dari satu klub ke klub yang lain dengan harga yang melimpah. Sepakbola bukan hanya tentang seberapa banyak gelar juara dan seberapa banyak jumlah kemenangan yang telah diraih. Sungguh, sepakbola lebih kompleks daripada itu semua.
Sepakbola bicara tentang humanitas. Tentang bagaimana saling menghargai antar sesama tim, pemain, manajer, dan suporter sepakbola. Sepakbola bicara tentang moral. Bagaimana memperlakukan pemain dan bagaimana hubungan antara pemain, manajer, suporter, petinggi klub, dan juga pemain lain terjaga dalam sebuah harmoni. Sepakbola menyentuh sisi-sisi lain dari kehidupan manusia dan merasuk ke dalam sendi kehidupan kita, tanpa kita sadari.
Namun, benarkah semua beranggapan seperti yang diungkapkan di atas? Hmm, nampaknya jika kita menengokkan mata ke tanah Inggris, sepertinya ungkapan di atas tentang sepakbola sudah tidak berlaku. Beberapa waktu ke belakang, Inggris dikejutkan oleh berita tentang pelecehan seksual yang dilakukan oleh salah satu pemainnya, Adam Johnson, kepada anak perempuan usia 15 tahun. Johnson pun harus terlibat dalam sidang selama berkali-kali untuk mendengarkan tuntutan jaksa dan pembelaan dari Johnson terhadap aksi kriminal yang dilakukannya.
Tapi, semua pun berakhir di kisaran akhir Februari sampai awal Maret 2016. Tepat di waktu-waktu tersebut, Johnson pun dijatuhi hukuman penjara selama lima tahun akibat perbuatannya ini. Johnson akhirnya tidak bisa lagi mengikuti latihan ataupun tampil bersama kesebelasan Sunderland seperti di saat dirinya masih berstatus tersangka. Johnson resmi mendekam di penjara.
Media pun ramai-ramai memberitakan tentang hal ini, tentang Adam Johnson, pemain yang sempat digadang-gadang sebagai pemain masa depan Inggris, akhirnya harus berakhir mendekam di penjara. Bagaimana seorang Johnson, yang di masa mudanya dianggap sebagai pemain yang berbakat, karier sepakbolanya hancur saat ia beranjak dewasa. Sebuah kisah yang memilukan bagi seorang pesepakbola berbakat macam Johnson.
Adam Johnson pun tidak tinggal diam. Ia bicara. Ia angkat bicara atas apa yang ia alami. Ia merasa bahwa semua ini adalah karena kebosanan yang ia alami, dan tidak ada seorangpun yang mau membantunya sehingga ia melakukan tindak pelecahan seksual yang membuat ia dihukum itu.
"Semuanya terasa membosankan bagiku. Dan ketika semua terasa membosankan, cara satu-satunya bagiku untuk menghilangkan kejenuhan itu adalah dengan berpesta di tempat yang jauh macam Dubai, Los Angeles, atau Las Vegas. Kadang, aku pun kerap menyibukkan diri dengan smartphone-ku saat tidak ada kegiatan latihan," ujar Johnson seperti yang dilansir oleh The Guardian.
"Dan aku yakin, benar-benar yakin, kalau rekan-rekan pesepakbolaku di Inggris yang lain juga melakukan hal yang sama. Mereka juga merasa bosan sama sepertiku, dan itu sudah berlangsung sejak kami muda dahulu," tambahnya.
Lihatlah pernyataan Johnson di atas. Saat pemain-pemain senior lain lebih senang menghabiskan waktu dengan ngobrol santai dan berdiskusi, Johnson berbicara dengan sebuah maksud implisit bahwa telah terjadi dekadensi moral yang cukup parah di tanah Britania Raya, yang disebabkan karena sepakbola. Sepakbola, yang harusnya juga mampu menyentuh sisi humanitas dan moralitas manusia, Johnson jadikan sebagai sebuah alat penyalahan atas apa yang telah menimpa dirinya. Moralitas sepakbola di Inggris telah hilang.
Hal inilah yang disadari betul oleh mantan agen pemain asal Inggris, Jon Holmes, yang juga pernah menjadi agen bagi Gary Lineker dan David Beckham. Ia mengatakan bahwa ini adalah efek dari aliran uang yang semakin lama semakin banyak mengalir ke Premier League, yang membuat rasa individualisme pemain meningkat.
"Efek dari uang bagi Premier League memang kejam. Agen menjadi lebih jahat kepada pemain. Mereka akan memberikan pemain kepada klub, bahkan ketika pemain itu masih muda sekalipun. Mereka lebih mementingkan ego sendiri daripada masa depan si pemain," ujarnya.
Pernyataan ini juga diperkuat oleh tetangga Johnson yang tinggal di Durham tempat Johnson menghabiskan masa kecilnya. "Adam (Johnson) hanya tahu cara bermain sepakbola. Ia tidak pernah tumbuh sebagaimana pria kebanyakan. Ia tidak akan pernah bisa tumbuh menjadi seorang pria. Uang banyak yang sudah ia terima semenjak kecil membuat Adam tidak mengenal apa arti dari tanggung jawab," ungkapnya.
Jika menilik dari pernyataan orang-orang di atas, sangat jelas bahwa klub juga turut bertanggung jawab atas perkembangan para pemain muda ini. Mereka seharusnya tidak hanya memberikan uang sebagai penghargaan atas bakat yang para pemain muda, namun juga mereka harus mendidik para pemain muda itu bagaimana caranya untuk hidup di tengah masyarakat, dan bagaimana sepakbola yang mereka mainkan memiliki pemgaruh yang begitu besar di masyarakat, dan bagaimana sepakbola yang mereka mainkan itu berkaitan dengan segala aspek kehidupan masyarakat.
Oleh karenanya, Asosiasi Pesepakbola Profesional (PFA) menyuarakan kepada klub bahwa pengajaran moral dan perilaku dalam sepakbola harus dilakukan sedini mungkin, bahkan sejak masih di akademi. "Untuk klub yang memiliki akademi sepakbola, jangan hanya mengajarkan anak-anak tentang sepakbola saja. Ajarkan pula bahwa dalam sepakbola ada pesan-pesan moral yang harus dipenuhi, yang kelak dapat mereka terapkan di masyarakat. Hal inilah yang dapat membuat sang anak tumbuh menjadi pesepakbola yang bertanggung jawab,"
Tentunya, apa yang dikatakan oleh PFA dan beberapa orang di atas tentang moral dalam sepakbola adalah benar adanya. Jangan sampai uang menghilangkan sisi moralitas dari sepakbola yang sebenarnya memang lekat dengan sepakbola itu sendiri. Jangan sampai anak-anak muda di masa depan tumbuh menjadi pesepakbola robot, tidak mengenal moral, dan bertingkah semaunya tanpa rasa tanggung jawab. Sepakbola, seperti yang sudah diungkapkan di atas, memiliki sisi humanitas dan moralitas yang bisa disentuh oleh siapapun, termasuk pemain muda.
Namun jujur, jika melihat industri sepakbola sekarang di mana uang sudah berbicara, sepakbola di masa depan bisa jadi akan kehilangan sisi moralitas dan humanitasnya.
(sf)
[ans]
Sumber: The Guardian
foto: guardian.co.uk
Komentar