Bukan soal Piala Eropa saja yang membuat benua Eropa bergejolak pada musim panas kali ini. Gejolak panas lain muncul ketika Britania Raya (Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia Utara [United Kingdom]) ingin melepaskan diri dari otoritas Uni Eropa. Wacana Britania Raya yang ingin melepaskan diri dari Uni Eropa ini dikenal sebagai Brexit (kependekan dari British dan exit [Keluar-red]).
Wacana tersebut diimplementasikan melalui pemungutan suara atau referendum pada 23 Juni kemarin. Pemungutan suara melibatkan seluruh warga negara Britania Raya, dan seluruh warga negara persemakmuran (Commonwealth), yang memenuhi syarat. Namun, negara persemakmuran yang merupakan anggota Uni Eropa seperti Malta dan Siprus tidak diambil suaranya.
Siang (24/6) tadi, hasil referendum telah diumumkan dengan 51.9% suara yang mendukung lepasnya Britania Raya dari Uni Eropa.
Setelah pemungutan suara pada di kedaulatan lokal Britania, yang selanjutnya adalah menjalankan pakta Lisbon terkait keanggotaan Uni Eropa. Pakta Lisbon ini nantinya akan membuat Britania melakukan pemberitahuan kepada Uni Eropa terkait niatan mereka untuk memisahkan diri. Selanjutnya, dewan Eropa akan melakukan voting. Upaya pemisahan akan tercapai andai 72% dari negara-negara di Eropa menyetujui Britania Raya keluar dari keanggotaan Uni Eropa.
Pengaruh Brexit terhadap Dunia Sepakbola
Jika Britania Raya keluar dari Uni Eropa, pertanyaan besarnya adalah "Apa saja dampak yang akan terjadi?"
Kebijakan ini tentunya akan berpengaruh besar terhadap tatanan yang sudah ada sebelumnya, tak terkecuali dunia sepakbola. Liga Primer Inggris sebagai wajah utama sepakbola Britania Raya tentu akan terkena pengaruh yang besar dari keputusan ini. Pengaruh yang paling besar adalah terkait izin kerja dan perekrutan pemain di usia muda.
Terkait izin kerja atau work permit, memang ada peraturan ganda dari FA (Federasi Sepakbola Inggris) soal penggunaan pemain Non-EU sebelumnya. Namun, jika Britania Raya bukan lagi anggota Uni Eropa, maka aturan tersebut bukan lagi menyasar "Non-EU" melainkan "Non-Britania Raya". Menurut Telegraph, akan ada lebih dari 100 pemain yang terancam tak bisa bermain di Liga Primer Inggris.
Dalam aturan FA tertulis bahwa pemain Non-EU yang bermain di Liga Inggris harus memiliki jumlah penampilan tertentu di timnas di level senior. Jumlah penampilan ini tergantung pada peringkat FIFA/UEFA negara masing-masing. Nama-nama yang terselamatkan dari aturan ini adalah N`Golo Kante, Laurent Koscielny, Robert Huth, Emre Can, Alberto Moreno, Jesus Navas, Bacary Sagna, David de Gea, Anthony Martial, sampai Dimitri Payet. Hal ini disebabkan karena mereka berasal dari negara anggota Uni Eropa tetapi belum mempunyai caps yang cukup bersama timnas sesuai dengan syarat FA.
Dengan keluarnya Britania Raya dari Uni Eropa, maka aturan FA tersebut berubah dari pemain "Non-EU" menjadi pemain "Non-Britania Raya", yang artinya nama-nama di atas tidak bisa meruput di Liga Primer Inggris. Hal ini karena aturan FA berkaitan langsung dengan izin kerja yang dikeluarkan oleh Pemerintah Britania Raya. Kalau hal ini terjadi, setidaknya Stoke City, Watford, dan Liverpool, akan kehilangan masing-masing sembilan pemain karena tidak memenuhi kualifikasi.
Catatan: Pemain Non-Britania yang saat ini telah bermain di Liga Primer Inggris, tidak akan terusir karena mereka sudah punya izin kerja saat aturan ini belum berubah.
Pemain yang tidak mendapatkan izin kerja, tidak bisa bermain di Liga Primer Inggris. Bahkan, kalau ada aturan batasan soal jumlah pemain Non-Britania, sejumlah pemain bisa saja harus angkat kaki.
"Klub akan dibatasi dalam mendatangkan pemain top dari negara yang memiliki peringkat tinggi di Uni Eropa," ujar Dr. Babatunde Buraimo, dosen senior ekonomi olahraga di Universitas Liverpool. "Jika pemain-pemain seperti itu dibatasi, maka harga mereka akan melonjak, termasuk nilai transfer dan gaji, dalam merekrut pemain Uni Eropa. Hal ini akan membuat kesulitan mendatangkan pemain-pemain bertalenta."
Apa yang dikatakan Dr. Babatunde bisa jadi wajar, karena tak sedikit pemain yang belum memiliki caps timnas, memiliki kemampuan berkelas. Contohnya, Kante (Leicester City) dan Payet (West Ham United) yang baru dipanggil ke timnas Prancis karena bermain apik di liga bersama kesebelasannya.
Namun, para pemain Non-Britania yang tidak memenuhi syarat FA bisa saja mendapatkan izin kerja yakni lewat peraturan baru soal "investor visa". Peraturan ini menyebutkan bahwa pemain bisa saja bermain di tanah Inggris meskipun tidak sesuai dengan kriteria, andai ada penjamin yang bisa memastikan bahwa sang pemain bisa memiliki nilai investasi seharga satu juta pounds atau lebih. Dan penjamin bisa memastikan bahwa nantinya sang pemain akan berkontribusi besar terhadap perkembangan olahraga secara keseluruhan.
Nilai satu juta pounds memang rasanya kecil ketimbang transfer besar-besaran yang sering dilakukan oleh klub-klub Liga Inggris. Namun nilai ini menjadi besar apabila berurusan dengan pemain muda. Tentu sebuah risiko besar karena klub harus menjamin visa serta uang sebesar satu juta pounds untuk seorang pemain muda yang belum tentu nantinya akan bermain bagus.
Juga transfer pemain muda yang masuk dalam regulasi FIFA artikel 19 terkait transfer pemain menyebutkan bahwa "Perpindahan pemain muda berusia 16 hingga 18 tahun hanya boleh terjadi antara anggota Uni Eropa". Maka dengan Brexit, klub-klub Liga Primer Inggris tentu tidak bisa mengamankan bakat-bakat muda dari negara lain di luar Britania Raya, yang akan menjadi kerugian besar buat Arsene Wenger seluruh kesebelasan Premier League.
Tetapi karena Liga Primer Inggris merupakan sesuatu yang punya nilai jual tinggi, sangat menguntungkan, dan menjadi sumber pendapatan banyak orang selama puluhan tahun, maka selalu ada celah untuk mengakali peraturan seketat apapun. Di masa depan, bisa saja muncul aturan khusus terkait pemain Non-Britania setelah Brexit.
Namun, apabila dikaji kembali, dengan referendum ini bukankah berarti Britania Raya bisa melaksanakan kritikan yang terus mendera terkait “Eugenika” atau kemurnian bakat-bakat sepakbola Britania Raya? Kritik muncul karena Liga Primer Inggris makin hari justru tidak membuat orang-orang Britania Raya menjadi raja di rumah sendiri. Mulai dari pemain hingga pelatih lebih banyak orang luar Britania yang meraih kesuksesan. Maka ke depannya Inggris dan negara di Britania Raya lain bisa lebih leluasa untuk mengembangkan bakat-bakat sepakbola mereka. Agak terkesan fasis memang.
Terkait pertanyaan apakah dengan keluar dari Uni Eropa maka Britania Raya akan keluar juga dari UEFA, jawabanya tentu tidak. Bukan berarti keluar dari Uni Eropa selaku organisasi regional yang lebih bersifat politik dan ekonomi, Britania Raya akan secara otomatis keluar dari UEFA selaku organisasi regional Eropa yang mengurusi dunia sepakbola. Secara teori hukum dan organisasi internasional, setiap organisasi memiliki peraturan formal dan otonomi tersendiri.
Maka meskipun sudah keluar dari Uni Eropa, baik Inggris, Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara tetap termasuk sebagai bagian dari UEFA, karena rezim dan otoritas UEFA masih mengategorikan Inggris, Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara sebagai anggota UEFA. Hal ini bisa saja berubah apabila UEFA memiliki keputusan tertentu terkait keanggotan mereka seperti Ukraina dan Turki yang bukan anggota Uni Eropa tetapi merupakan anggota dari UEFA.
Karena meskipun Britania Raya keluar dari Uni Eropa, negara mereka masih tetap ada di tempat yang sama di benua Eropa yang kita kenal seperti di peta.
Baca juga Ilustrasi Dampak Brexit pada Liga Inggris
ed: fva
foto : Wikimedia
Komentar