Jika ada "perempuan" lain yang lebih memikat hati, Si Nyonya Tua akan membukakan pintu keluar. Si Nyonya Tua akan mempersilakan pergi, berpisah dengan baik-baik, lalu melanjutkan hidup.
Sebelum Paul Pogba resmi menjadi milik Manchester United, Juventus baru saja menjalani laga persahabatan menghadapi West Ham United. Usai pertandingan, manajer West Ham United, Slaven Bilic, melontarkan pujian setinggi langit pada Juventus. Bukan karena penampilan yang disuguhkan Juventus, melainkan karena Juventus sebagai kesebelasan yang istimewa di matanya.
"Si Nyonya Tua merupakan salah satu kesebelasan besar Eropa, tapi mereka lebih dari sekadar klub. Saya sering menjadikan mereka sebagai model ketika saya berbicara pada pemain saya, staf saya, teman saya. Sepakbola merupakan olahraga, tapi di Juventus, sepakbola merupakan olahraga bagi para pria," ujar Bilic seperti yang dikutip harian Inggris, Standard.
"Mereka sangat profesional, ini serius. Tak ada seorang pun yang lebih besar dari klub. Mereka memiliki pemain hebat dalam sejarah mereka seperti Michel Platini, Liam Brady, Zinedine Zidane, Roberto Baggio, Alessandro Del Piero, tapi tetap, Juventus-lah yang utama, individual berikutnya. Ini sangat hebat, dan harusnya setiap klub seperti itu," tambah Bilic.
Apa yang dikatakan Bilic di atas kemudian menjadi kenyataan. Pogba yang menjadi figur penting di lini tengah Juventus usai hengkangnya Arturo Vidal dan Andrea Pirlo serta cederanya Claudio Marchisio, dilepas ke Manchester United. Ya, Juventus melepas (lagi) pemain terbaik mereka.
Juventus tampak selalu siap kehilangan para pemain terbaiknya. Vidal dan Pirlo, serta Carlos Tevez adalah contoh yang masih segar dalam ingatan kita ketika mereka hengkang di awal musim 2015/2016. Pada musim panas ini, sebelum Pogba, Si Nyonya Tua pun tak berusaha keras merayu Alvaro Morata untuk tidak kembali ke kesebelasan lamanya, Real Madrid, di samping klausul transfernya.
Juventus tak pernah menghalangi ambisi pribadi setiap pemainnya. Jika para pemainnya ingin hengkang, pintu keluar akan terbuka. Mereka tak akan berusaha mati-matian untuk para pemain yang ingin hengkang agar berubah pikiran dan tetap bertahan di Juventus.
Tevez dipersilakan membela kesebelasan lamanya, Boca Junior. Vidal diperbolehkan memperkuat Bayern Muenchen untuk memenuhi ambisi menjuarai Liga Champions Eropa. Kingsley Coman yang merupakan pemuda berbakat dengan kemampuan menjanjikan, diizinkan membela Bayern Muenchen. Sekarang, Pogba, yang telah menjadi sosok penting Juventus dalam empat musim terakhir, tak dihalang-halangi untuk bergabung dengan kesebelasan lamanya, Manchester United.
Para pemain yang hengkang pun tak memilih masalah yang berarti. Baik Juventus maupun pemain yang hengkang meninggalkan kesan yang baik. Hampir tak ada pemain yang pergi dari Juventus dengan hubungan yang buruk. Ini mungkin membuktikan bahwa Juventus lebih dari sekadar klub, seperti yang dikatakan Bilic.
Baca juga: Bukan Juventus yang Butuh Pogba, Tapi Pogba yang Butuh Juventus
Sejak kembali mendominasi Serie A, para pemain Juventus memang tak luput dari perhatian. Setiap bursa transfer, para pemainnya akan selalu digoda oleh kesebelasan lain. Tapi Juventus tak pernah panik, mereka selalu siap kehilangan pemainnya.
Ketimbang mati-matian mempertahankan pemain yang ingin hengkang, Juventus lebih percaya pada pemain yang siap berjuang mati-matian untuk Juventus. Secara tidak langsung, Juventus menyisihkan pemain yang tidak loyal pada klub, selain tentunya karena kebutuhan skuat itu sendiri.
Juventus memang memerlukan pemain-pemain yang loyal, yang benar-benar ingin bermain di Juventus. Hal itu merupakan tradisi klub. Bentuk loyalitas para pemainnya ini pun menjadi sumber awal bagaimana grinta, atau etos kerja untuk tidak menyerah sampai pertandingan berakhir, bisa muncul dalam setiap pemain yang berseragam bianconero.
Semangat tim secara kesatuan merupakan yang utama. Semangat tim, bukan semangat Pogba, bukan juga semangat Tevez, Vidal, bahkan Alessandro Del Piero sekalipun. Dengan menjaga tradisi ini, ketika para pemain terbaik pergi, Juventus terbukti tetap bisa membangun kejayaannya sendiri, walau masih sebatas di liga domestik.
"Anda selalu tahu bahwa Juventus akan bertarung sampai mati dan berjuang sampai titik darah terakhir. Mereka pantang mundur, saat dihajar langsung bangkit lagi. Jika Anda bukan seorang bianconero, atau jika Anda tidak mengalami apa yang saya alami, Anda tidak akan pernah mengerti," ujar Pirlo dalam bukunya I Think Therefore I Play.
Grinta itu tentunya tidak hadir jika sang pemain lebih memikirkan kesebelasan lain. Misalnya ketika Pogba dipertahankan sementara sang pemain ingin hengkang, tentunya motivasi Pogba dalam bermain akan terganggu. Motivasi seorang individu yang terganggu, tentunya tidak bisa menghasilkan grinta atau semangat tim secara menyeluruh. Dan Juventus membutuhkan pemain yang memiliki semangat grinta tersebut.
"Grinta merupakan cara Juventus hidup, cara jantung Juventus berdetak. Dan jantung kami harus seperti itu setiap kami berada di lapangan," ujar Vidal ketika Juventus berhasil menyamakan kedudukan usai tertinggal dua gol lebih dulu melawan Chelsea pada 2012.
Karenanya, kepergian Pogba mungkin tidak akan terlalu menjadi persoalan besar bagi Juventus. Juventus merupakan kesebelasan besar yang memiliki daya tarik luar biasa, setidaknya di Italia. Pembelian Miralem Pjanic, Medhi Benatia (pinjam), Gonzalo Higuain dan Marko Pjaca contohnya, bahkan Pjaca menolak AC Milan yang menawarkan gaji dua kali lebih besar untuk bergabung ke Juventus.
Tanpa Pogba, Juventus tetaplah Juventus. Seperti kata Bilic, Juventus tetap yang utama, individual kemudian. Kepergian Pogba akan bisa teratasi cepat atau lambat. Apalagi situasi sekarang bisa membuat Juventus membeli pemain yang mereka inginkan, terlebih dengan nilai transfer yang mencapai 105 juta euro. Dan Juventus terus melaju seperti biasanya, berusaha mencapai prestasi tertinggi yang bisa mereka dapatkan.
Baca juga: Harga Paul Pogba Memang Lebih dari 100 Juta Euro
Komentar