Tanpa terasa, Piala Liga Inggris atau English Football League Cup sudah sampai di babak kelima (perempat-final). Sadarkah kita? Pastinya kalian sudah tahu dan peduli dengan Piala Liga, kan? Tapi jika tidak, ini bukan sepenuhnya salah kalian.
Kompetisi ini sempat memiliki nama Coca-Cola Cup (1992-1998), Worthington’s Cup (1998-2003), Carling Cup (2003-2012), dan Capital One Cup (2012-2016) untuk kebutuhan sponsor utama. Sedangkan musim ini mereka tidak memiliki sponsor utama, sehingga nama resminya adalah EFL Cup atau Piala EFL.
Ada masanya ketika Piala FA dan Piala Liga memiliki kedudukan yang sama pentingnya. Tapi masa itu telah lama berlalu. Dengan kehadiran kompetisi Eropa (Liga Champions dan Liga Europa), Piala Liga sudah beberapa kali dipandang sebagai kompetisi yang paling tidak penting bahkan cenderung mengganggu.
Persepsi umum yang hinggap adalah bahwa kesebelasan besar tidak terlalu ingin menjuarai Piala Liga. Mereka biasanya menurunkan susunan pemain yang lebih lemah dengan pemain muda atau pemain lapis dua dan tiga.
Padahal pihak Football League sebagai operator kompetisi tidak membatasi pemain yang boleh dimainkan (misalnya harus ada pemain muda dan peraturan sejenisnya). Kesebelasan dibebaskan menurunkan pemain asalkan pemain tersebut memang terdaftar di kesebelasan tersebut.
Dari sisi peraturan, kita jadi tahu bahwa kesebelasan yang menurunkan susunan pemain yang lebih lemah adalah pilihan mereka sendiri, bukan karena keterpaksaan.
Namun sebenarnya kesebelasan besar tidak bisa disebut tidak ingin memenangkan Piala Liga juga. Jika ditanya secara umum, mereka pasti ingin memenangkannya. Kalau tidak percaya, 9 dari 12 penyelenggaraan kompetisi Piala Liga terakhir berhasil dijuarai oleh kesebelasan asal London atau Manchester.
Dari daftar juara Piala Liga, kita masih bisa melihat nama-nama seperti Swansea City (2013), Birmingham City (2011), Middlesbrough (2004), sampai Tottenham Hotspur (2008). Sementara sisanya tetap didominasi oleh kesebelasan seperti Liverpool (8 gelar juara), Chelsea (5), Manchester United (4), Manchester City (4), serta Aston Villa (5, dengan gelar terakhir yang mereka raih pada 1996).
Kemudian kita juga bisa melihat nama Arsenal yang sedikit unik. Hal yang menarik dari Arsenal adalah Arsene Wenger yang terang-terangan menganggap Piala Liga tidak menjadi prioritasnya.
Ini ditunjukkan dengan Arsenal yang selalu menurunkan skuat lapis kedua. Mereka memang sudah menjuarai Piala Liga sebanyak dua kali (1987 dan 1993) dan menjadi runner-up sebanyak 5 kali (dua yang terakhir pada 2007 dan 2011), tapi sudah 23 tahun mereka tidak pernah berprestasi lagi di kompetisi tersebut meskipun dianggap salah satu kesebelasan besar.
Kita tidak bisa menyalahkan Wenger juga karena walaupun pemain-pemain yang diturunkan adalah pemain lapis kedua seperti (pada pertandingan melawan Reading yang lalu) Emiliano Martinez, Robert Holding, Ainsley Maitland-Niles, Jeff Reine-Adelaide, dan Gedion Zelalem, toh mereka tetap bermain serius.
Uang hadiah Piala Liga memang hanya 100 ribu paun. Ini merupakan jumlah yang kecil, yang jika dipakai menggaji Wayne Rooney saja sudah akan habis dalam satu pekan. Namun, mereka tetap pemain profesional dan tentunya mereka ingin menjadi pemenang, menjadi juara.
Jika pada akhirnya mereka mengangkat trofi Piala Liga pada 26 Februari 2017 nanti di Wembley, siapapun mereka – Martinez, Adama Diomande (Hull City), Ronaldo Vieira (Leeds United), atau Rooney sekalipun – mereka pasti akan menggila dan melakukan selebrasi.
Di lain pihak, kesebelasan ‘kecil’ juga selama ini tidak bisa menaikkan standar mereka sendiri. Kesebelasan dari Divisi Championship, League One, atau League Two, sebenarnya bisa memandang kompetisi ini sebagai salah satu kompetisi bergengsi mereka.
Tapi jika kita lihat dalam empat dekade terakhir, hanya satu kali kesebelasan dari luar Liga Primer (divisi teratas) menjadi juara Piala Liga, yaitu Sheffield Wednesday yang menjadi juara pada 1991.
Kesebelasan non-Liga Primer lainnya sempat masuk ke final seperti Bradford City (2013), Cardiff City (2012), Birmingham City (2001), dan Tranmere Rovers (2000). Harus bersaing dengan kesebelasan Liga Primer, meskipun menurunkan susunan pemain yang lemah, tetap membuat kesebelasan Championship, League One, dan League Two kesusahan.
Kalau mau diikuti terus sampai juara, kesebelasan Liga Primer yang biasanya baru bergabung dari babak kedua atau babak ketiga (ditentukan berdasarkan peringkat klasemen terakhir mereka di musim sebelumnya), sebenarnya hanya perlu bermain sebanyak 6-7 pertandingan saja sampai akhir Februari atau awal Maret tahun berikutnya.
Andaikan memang kehadiran Piala Liga itu sangat mengganggu, kesebelasan yang lolos Liga Champions saja harus mengikuti setidaknya 6 pertandingan di babak grup Liga Champions atau Liga Europa sampai akhir tahun. Ini sebenarnya perbandingan yang serupa jika kita memandangnya hanya dari jadwal pertandingan.
Untuk itulah kesebelasan yang musim ini tidak bermain di kompetisi Eropa, seperti misalnya Chelsea (sudah tersingkir), Liverpool, Hull City, atau West Ham United, seharusnya bisa menganggap Piala Liga seperti “kesibukan” lainnya, seperti “Liga Europa mini” atau “Liga Champions mini mini” (karena Liga Europa sudah dianggap “Liga Champions mini”). Tapi, ya... itu terserah mereka.
Sedangkan kita sebagai penonton, bisa lebih menghargai lagi Piala Liga. Tentunya dengan membaca tulisan ini sebenarnya Anda sudah sedikit menghargai Piala Liga. Untuk itulah kami akan sekaligus memberitahukan jadwal Piala Liga ke depannya (meskipun tidak disiarkan di televisi Indonesia sampai sejauh ini).
Babak kelima (setara dengan perempat-final) – 29/30 November 2016 (belum ditentukan)
Liverpool vs Leeds United
Manchester United vs West Ham United
Hull City vs Newcastle United
Arsenal vs Southampton
Semi-final (dua leg) – 10/11 Januari 2017 dan 24/25 Januari 2016
Final – 26 Februari 2017
Komentar