Liga Primer Inggris musim 2007-08 telah memasuki pekan ke-34. Chelsea, yang ketika itu berada di urutan kedua, membutuhkan kemenangan demi kemenangan agar dapat menyalip Manchester United yang berada di urutan pertama. Tidak ada pemain andalan yang mengalami cedera ketika itu sehingga kemungkinan untuk menyalip United di menit-menit akhir pun masih sangat terbuka lebar, terlebih mereka masih akan menjamu United di laga kandang pada pekan ke-36.
Satu hari menjelang laga kandang melawan Wigan, manajer Chelsea ketika itu, Avram Grant, mendapat sebuah telpon dari salah satu pemain pentingnya, Frank Lampard. Lampard, yang ketika itu telah mencetak sembilan gol, tiba-tiba meminta izin untuk tidak ikut berlaga di pertandingan melawan Wigan karena harus menemani sang ibu di rumah sakit, yang terserang penyakit radang paru-paru secara mendadak.
Absennya Lampard di lini tengah nyatanya mempengaruhi kreativitas serangan Chelsea. Wigan pun berhasil menahan Chelsea di Stamford Bridge dan membuat gap poin dengan United menjadi lebih besar.
Kesehatan Pat, nama ibu Lampard, ternyata semakin memburuk. Chelsea pun mengizinkan Lampard untuk kembali tidak ikut ambil bagian ketika Chelsea melawat ke Goodisan Park, markas Everton, pada pekan selanjutnya. Beruntung, kali itu Chelsea dapat meraih tiga poin walau menang dengan skor tipis 1-0.
Kondisi Pat yang tak kunjung membaik membuat keadaan Lampard menjadi tak karuan. Di satu sisi ia sangat ingin selalu berada di samping sang ibu, di sisi lain Chelsea harus menghadapi laga penting melawan Liverpool di babak semi final Liga Champions, dan sangat membutuhkan tenaganya. Chelsea sebetulnya telah memberikan dispensasi kepada Lampard untuk tetap menemani sang ibu dan tidak memaksanya untuk ikut tampil.
Lampard pun pada akhirnya memutuskan akan tetap menemani ibunya dan melewatkan laga penting di Anfield. Akan tetapi, keputusan Lampard mendapat tentangan dari Pat. Pat meminta kepada Lampard untuk tidak melewatkan laga penting itu. Dengan berat hati, Lampard pun terpaksa memenuhi permintaannya. Ia kemudian berjanji pada sang ibu akan bermain baik agar dapat membawa Chelsea lolos ke babak final.
Chelsea pun berhasil menahan Liverpool dengan skor 1-1. Ini menjadi poin berharga karena mereka akan bermain di Stamford Bridge di leg kedua delapan hari berselang. Lampard pun segera bergegas terbang ke London selepas laga. Sesampainya di rumah sakit, keadaan Pat ternyata semakin lebih memburuk. Pat merengek agar anak laki-laki satu-satunya itu untuk terus tetap berada di dekatnya, Lampard pun dengan setia terus mendekap Pat yang terbaring lemah.
Malam itu Pat terlihat sangat tersiksa, walaupun ia masih memiliki tekad untuk sembuh, tetapi keadaannya semakin tidak memungkinkan. Tuhan pun akhirnya berkehendak lain, pada paginya harinya, Pat menghembuskan nafas terakhirnya di samping Frank Lampard Sr. dan Frank Lampard Jr. Keluarga besar Chelsea pun berkabung.
Pada prosesi pemakamannya, terlihat para pemain Chelsea dan timnas Inggris hadir dan mengantarkan Pat ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Beberapa bahkan ikut membantu menggotong peti matinya, bersama Lampard.
Keesokan harinya, Chelsea harus menjamu Manchester United di Stamford Bridge. Laga ini wajib dimenangkan oleh Chelsea untuk mempersempit jarak dengan United. Lampard masih harus absen karena masih dalam suasana berduka. Meninggalnya Pat pun menjadi pelecut semangat bagi para penggawa Chelsea untuk tampil lebih trengginas. Kepada Lampard, mereka berjanji akan memberikan kemenangan bagi Pat dan dirinya.
Para penggawa Chelsea nyatanya tidak asal ucap, mereka membuktikan janjinya pada pertandingan itu. Michael Ballack, tandem Lampard di lini tengah, bermain begitu luar biasa. Beberapa fans Chelsea bahkan menyebut, Ballack bermain dengan menjadi dirinya sendiri dan menjadi Lampard. Ia memborong dua gol kemenangan Chelsea, para pemain Chelsea pun merayakan gol Ballack dengan memperlihatkan jersey bertuliskan RIP Pat Lampard, sebagai bentuk dedikasinya terhadap Pat dan Lampard.
Malam Haru di Stamford Bridge
Beberapa saat menjelang kick-off semifinal leg kedua melawan Liverpool, hujan deras membasahi Stamford Bridge. Dengan raut wajah yang masih diselimuti oleh kesedihan, Lampard berjalan memasuki lapangan. Ia kemudian melirik ke salah satu tribun, seketika wajahnya berubah berkaca-kaca. Di sana hanya ada sang ayah, dan tiada lagi sosok sang ibu yang biasa menemaninya untuk menyaksikan Lampard berlaga.
Komentar