Jejak Rekam Herry Kiswanto dan Perjuangannya Melalui Masa Kelam

Cerita

by Randy Aprialdi 31195

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Jejak Rekam Herry Kiswanto dan Perjuangannya Melalui Masa Kelam

Nama Herry Kiswanto sudah tidak asing lagi di dunia sepakbola Indonesia. Semasa masih menjadi pemain, ia dikenal sebagai bek yang tenang di dalam maupun luar lapangan. Walau pernah bermain di Pardedetex Medan yang dikenal bermain keras di era perserikatan, Herry cuma mendapatkan satu kartu kuning selama berkarir sebagai pesepakbola. Hal itu tidak lepas dari fairplay yang ia junjung selama kariernya, walau Herry tahu bahwa sepakbola adalah olahraga yang keras. Maka dari itu, untuk mengasah kerapiannya berduel dari lawan tidak lepas dari kesehariannya selalu menambah porsi latihan di luar jadwal bersama kesebelasannya.

"Masalah fairplay itu nomor satu. Kita harus respek sama lawan dan teman. Jadi saat di lapangan kita memang harus berkompetisi. Ya di luar itu normal kembali. Seorang atlet harus bersikap seperti itu untuk memajukan diri sendiri," celoteh Herry ketika diwawancarai Panditfootball secara eksklusif.

Rupanya, karier pesepakbola Herry berbarengan dengan pekerjaan lain di sebuah bank. Pada 1970-an itu pikirannya terbagi dua antara bekerja di bank, pemain Persib Bandung dan kuliah. Namun kuliah dan pekerjaannya di bank ia tinggalkan ketika memutuskan pindah ke Perdedetex Medan yang berkiprah di liga semi profesional Galatama 1979. "Saya sangat serius di sepakbola. Saya fokus dengan apa yang saya pilih. Apa yang saya pilih sudah terbaik, maka saya harus total," tegas Herry.

Kemudian Herry terus melanjutkan kariernya di Liga Galatama sampai awal 1990-an. Setelah Pardetex Medan, ia memperkuat Yanita Utama, Krama Yudha Tiga Berlian dan Assyabaab Salim Grup. Kemudian ia mengakhiri kariernya dengan manis karena memutuskan pensiun di Matrans Bandung Raya setelah mempersembahkan gelar juara Liga Indonesia 1995/1996.Baginya, seluruh kesebelasan yang diperkuatnya itu dianggap mengesankan karena masing-masing pernah dibawanya juara. Persib menjuarai Liga Perserikatan, empat kesebelasan selanjutnya menjuarai Liga Galatama dan Bandung Raya di Liga Indonesia.

Herry juga merupakan pemain andalan Tim Nasional Indonesia dari tahun 1970an sampai awal 1990-an. Pria kelahiran Banda Aceh itu bermain 40 kali dan mencetak tiga gol untuk Indonesia. Kontribusinya itu berhasil membantu Indonesia mendapatkan dua medali perunggu, satu perak dan satu emas di ajang Sea Games. Herry juga pernah membawa Indonesia mencapai semifinal Asian Games 1986. Dan yang paling berkesan baginya adalah ketika memperkuat Indonesia di ajang Pra Piala Dunia 1986.

"Kita juara sub grup karena Piala Dunia, semua dunia melihatnya. Nah itu yang dikatakan mantan pelatih saya Sinyo Aliandoe, bahwa saat itu Indonesia jelang berada di turnamen tertinggi dan harus fight untuk negara," kenangnya.

Sir Alex Ferguson dan Persiraja Banda Aceh di Mata Herry Kiswanto

Setelah pensiun, Herry langsung melanjutkan kariernya menjadi pelatih di Persija Jakarta di Liga Indonesia 1996/1997. Tapi awal karier kepelatihannya tidak lama karena langsung ditarik menjadi asisten pelatih Indonesia di bawah arahan Henk Wullems yang melatihnya ketika juara bersama Bandung Raya. Wullems jugalah yang memberikan banyak ilmu kepelatihan kepada Herry. Jauh sebelumnya, inspirasi Herry ketika melatih terinspirasi dari Wiel Coerver yang melatihnya ketika masih menjadi pemain Indonesia. Sementara saat ini, Herry terinspirasi oleh gaya kepelatihan Sir Alex Ferguson, mantan Manajer Manchester United.

"Hampir sama semua (pelatih di Eropa). Mereka sangat impresif tentunya. Tapi yang saya lihat Sir Alex Ferguson dalam kurun waktu tertentu juara terus. Itu yang membuat saya bertanya-tanya, kok dia sudah berusia tapi tetap disegani para pemain. Betul-betul ucapan dan tingkah laku dia tuh bisa menyatu," ujarnya.

Barulah pada 2000, Herry kembali melatih kesebelasan di Indonesia. Saat itu ia ditunjuk menukangi PSBL Lampung pada Liga Indonesia 2000/2001. Sejak saat itulah ia malang melintang menjadi pelatih berbagai macam kesebelasan di Indonesia. Setelah melatih PSBL, Herry kembali ke Persija, namun jabatannya saat itu menjadi asisten pelatih dari Liga Indonesia 2002 sampai 2004. Kemudian ia kembali menjadi pelatih ketika membesut PSIS Semarang untuk Liga Bank Mandiri 2004/2005. Pada pertengahan musim itu Herry pergi melatih Persikabo Bogor. Setelah melatih Persikabo, ceritanya dengan PSS Sleman dimulai. Ia melatih kesebelasan tersebut pada Liga Super Indonesia (LSI) 2005/2006.

Setelah satu musim di sana, ia melatih Persmin Minahasa, Persiraja Banda Aceh, dan Persikab Bandung. Masing-masing kesebelasan itu dibesutnya selama satu musim. Setelah Persikab, Herry kembali ke Persiraja dan melatih di sana dari 2010 sampai 2013. Waktu yang paling lama bagi Herry melatih sebuah kesebelasan di Indonesia. Di sana jugalah ia menemukan bakat-bakat seperti Syakir Sulaiman, Defri Rizki dan lainnya melalui seleksi yang dilakukan ke kampung-kampung di Aceh.

"Paling berkesan melatih Persiraja. Jajaran pengurus tidak mau pusing dengan teknis. Saya diberikan keleluasaan secara penuh. Saya juga tidak ada target yang jelas. Waktu itu di papan tengah aja udah senang. Mungkin berikutnya kalau punya uang bisa pasang target lebih tinggi lagi. Memang pengurus pun tidak masuk teknis, cuma diskusi saja. Paling tanya ini itu. Saya mengajukan pra sarana ini itu. Semua dengan keterbatasan, tapi lapangan sintetis, stadion, diberikan mereka. Saya pun sangat fokus dan sama anak-anak bisa berinteraksi," kenangnya.

Masa-masa Kepedihan Herry Kiswanto

Setelah melatih Persiraja ia kembali melatih PSS pada 2014. Tapi kembalinya ke Sleman justru menjadi malapetaka bagi kariernya karena terjadi insiden Sepakbola Gajah ketika melawan PSIS dalam pertandingan delapan besar Divisi Utama 2014/2015 di Stadion Sasana Krida, Yogyakarta, pada 26 Oktober 2014. Pertandingan itu berakhir 3-2 untuk kemenangan PSS, namun seluruh gol dalam laga tersebut berasal dari proses bunuh diri pada menit-menit akhir. Konon, seluruh gol bunuh diri itu dilakukan untuk menghindari melawan Borneo Pusamania FC di babak semifinal. Kemudian Ketua Komisi Disiplin (Komdis) PSSI saat itu, Hinca Panjaitan, menjatuhi hukuman kepada beberapa pemain, staf pelatih, ofisial dan pemain PSS dan PSIS yang terlibat.

Sanksinya beragam, mulai dari satu tahun, lima tahun, 10 tahun dan larangan beraktivitas di dalam sepakbola Indonesia seumur hidup yang dijatuhkan salah satunya kepada Herry karena dianggap terlibat langsung dalam skandal itu. Padahal waktu itu Herry mengaku tidak memiliki kekuatan apapun untuk mengendalikan hasil pertandingan tersebut. Ia melakukan sejumlah upaya untuk mengubah keputusan PSSI. Apalagi empat pemain PSS yang dipanggil Komdis sudah mengakui bahwa Herry tidak terlibat. "Jadi bukti apapun untuk saya yang mendasari itu tidak ada. Apa sih bukti dasar saya sampai dihukum? Apakah waktu itu ada politik atau kesalahan sistem di federasinya?" tanya Herry heran.

Herry pun melakukan berbagai banding terkait hukumannya. Sambil menunggu hasil bandingnya, ia juga mengadu kepada pihak Kementrian Pemuda dan Olahraga (Menpora). Herry sampai disarankan Komnas HAM untuk terus melontarkan gugatan. Sejak tragedi itu ia menjalani kepedihan dan rasa kecewa karena apa yang sudah ia tanam selama berkarier di sepakbola berangsur habis dan menipis. "Ada temen-temen (yang membantu) dan coaching clinic walau itu tidak menentu. Ada pembukaan Sekolah Sepakbola juga. Itu alhamdulillah, tapi bukan itu rencana hidup saya," sesal Herry.

Salah satu yang membuatnya terharu ketika menjalani hukuman adalah muncul seorang dermawan menolongnya. Dermawan yang katanya pengusaha dari Padang itu tiba-tiba datang dan menolongnya dengan menjanjikan dana puluhan juta. Herry pun diundang datang ke Padang untuk menerima tawaran tersebut. Awalnya, Herry mengaku takut karena tiba-tiba ada yang menawarkan bantuan uang begitu banyak. Tapi setelah konfirmasi kepada beberapa pelatih asal Padang seperti Indra Sjafrie, Nil Maizar, Suhatman Imam dan lainnya, Herry memberanikan diri menerima tawaran tersebut.

Akhirnya ia pun terbang ke Padang ditemani istrinya. Ketika berbicara langsung dengan sang pengusaha, istri Herry pun menangis haru. "Dia sering bantu orang-orang sepakbola yang kena musibah. Jadi orangnya tidak mau disebutkan (namanya). Dermawan sekali," ceritanya dalam wawancara eksklusif.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Komentar