Sejak AS Roma diakuisisi konsorsium dari Amerika Serikat pada 2011, dimulailah bulan madu transfer dengan pria bercerutu bernama Walter Sabatini. Era transfer Roma dengan guyuran dari Amerika diserahkan sepenuhnya kepada Sabatini. Pada bursa transfer musim panas 2011 itulah Roma memberikan kesempatan kepada Luis Enrique untuk menangani kesebelasan profesional. Kemudian tangan-tangan Sabatini dengan cerutunya mampu membantu Enrique mendatangkan pemain-pemain kelas Eropa seperti Bojan Krkic, Daniel Osvaldo, Fernando Gago, Gabriel Heinze, Maarten Stekelenburg, Miralem Pjanic, Simon Kjaer dan lainnya.
Transfer itu adalah prosesi pada musim pertama konsorsium Roma. Baru pada musim selanjutnya, Sabatini digunakan sebagai mesin utama penghasil uang besar bagi Roma. Musim selanjutnya, Roma lebih irit soal transfer.
Rupanya Sabatini mendapatkan tugas khusus, yaitu mencari pemain muda potensial agar terjual mahal. Tugasnya itu langsung dijalankan dengan mulus. Pada bursa transfer musim panas 2012 itu tidak ada yang menyangka bahwa perekrutan bocah ingusan Erik Lamela dan Marquinhos akan mencetak uang puluhan juta euro. Taktik mesin uang Sabatini pun berlaku ketika Roma menjual Alessio Romagnoli, Mehdi Benatia, dan Miralem Pjanic pada musim-musim berikutnya.
Di sisi lain, ada juga cacat dalam transfer Sabatini ketika melakukan pembelian pemain-pemain yang gagal bersinar di Roma seperti Ervin Zukanovic, Iago Falque, Juan Iturbe, Noybert Gyomber, Seydou Doumbia, William Vanqueur, Victor Ibarbo dan lainnya. Kritik lainnya kepada Sabatini adalah taktik mesin cetak uangnya yang dipertanyakan karena pemain-pemain berbakat justru menjadi jutaan euro. Hal itu membuat skuat Roma harus membangun lagi komposisi dan menghambat perburuan juara yang terakhir kali diraih pada 2001.
Kendati demikian, taktik cetak uang itu jugalah yang membuat Roma kembali ke papan atas Serie-A dalam perburuan scudetto bersama Napoli dan Juventus. Dan Sabatini akhirnya memilih menanggalkan kursi Direktur Olahraga Roma pada Okober 2016. Keputusan itu diindikasi karena hubungan panas internal atas menurunnya permainan Roma ketika dilatih Rudi Garcia. Namun peninggalan transfer terakhir Sabatini yakni Wojciech Szczesny dan Federico Fazio pada bursa transfer musim panas 2016, masih menjadi andalan di skuat Roma yang dilatih Luciano Spalletti saat ini.
Untuk sementara, kepergian Sabatini meninggalkan lubang cukup besar di Roma. Para petinggi pun langsung mengubah struktur tanpa direktur olahraga sehingga urusan transfer menjadi koordinasi antara petinggi klub dengan pelatih. Maka dari itu bursa transfer Januari 2017 lalu, Roma tidak begitu gereget dalam perekrutan pemain. Roma hanya mendatangkan Clement Grenier yang penuh dengan berjudian karena riwayat cederanya. Kesannya sungguh jauh berbeda dengan saat mendatangkan Radja Nainggolan pada bursa transfer Januari 2014.
Monchi Bukan Jaminan Scudetto Instan
Tentunya kekosongan direktur olahraga tidak bisa didiamkan saja oleh Roma. Peran itu sangat penting dalam komposisi pemain dan jajaran pelatih dalam setiap kesebelasannya. Apalagi kompetisi akan selesai dalam beberapa bulan lagi sehingga perubahan komposisi sebuah kesebelasan akan segera dimulai. Sebetulnya Roma sudah menyiapkan beberapa nama direktur olahraga baru sejak kepergian Sabatini. Dan pada akhirnya Roma menunjuk Ramon Rodriguez Verdejo, alias Monchi yang sebelumnya menjabat sebagai direktur olahraga Sevilla.
Monchi dikenal sebagai operator transfer pemain yang sangat licin. Sampai-sampai Monchi dijuluki Serigala dari Sevilla. Demi pembenahan akademi dan transfer Sevilla, Monchi memiliki lebih dari 700 jaringan pemantau bakat di dunia. Mantan kiper Sevilla itu selalu memberikan yang terbaik di dalam bisnis yang dilakukannya. Ia adalah orang yang berperan penting dalam kebangkitan Sevilla setelah degradasi dari La Liga 1999/2000.
Setelah itu Monchi datang di tengah situasi Sevilla yang ditinggalkan banyak pemain pentingnya. Maka tugas Monchi adalah mencetak banyak pemain baru dengan dana terbatas agar menggantikan para bintang yang hengkang maupun pensiun. Kemudian secara perlahan Monchi mulai terlibat dalam rekomendasi pemain akademi Sevilla yang bersinar kemudian seperti Jose Antonio Reyes, Sergio Ramos, Diego Capel, Jesus Navas, dan Alberto Moreno. Tidak cuma produk akademi sendiri, Monchi juga sama seperti Sabatini. Ia jeli melihat potensi pemain yang dibeli murah kemudian dijual dengan harga mahal.
Sebanyak 22 pemain yang dibeli dengan harga total 36 juta euro bisa dijual menjadi 229 juta euro, yaitu Andrés Palop, Dani Alves, Federico Fazio, Martin Cáceres, Adriano, Ivan Rakitić, Júlio Baptista, Seydou Keita, Christian Poulsen, Luís Fabiano, Carlos Bacca, Sergio Ramos, Jesús Navas, Alberto Moreno, Luis Alberto, José Antonio Reyes, Renato, Gary Medel, Geoffrey Kondogbia, Enzo Maresca, Aleix Vidal dan Diego López. Sementara situs Squawka merilis 13 pemain yang dianggap paling sukses dalam pembelian dan penjualan Monchi sampai bursa transfer musim panas 2015, yaitu Alves, Adriano, Baptista, Fazio, Poulsen, Keita, Alvaro Negredo, Medel, Rakitic, Caceres, Kondogbia, Bacca dan Aleix Vidal. Belum lagi dengan nama-nama lain seperti Ever Banega, Kevin Gameiro dan lainnya pada bursa transfer musim panas 2016.
Ada juga beberapa transfer gagal Monchi seperti Arouna Kone dan Gael Kakuta. Namun selama 30 tahun mengabdi di Sevilla, transfer yang dibangun Monchi membantu kesebelasan itu meraih Copa del Rey, Super Copa Spanyol dan Liga Eropa. Tentunya gelar-gelar itu merupakan bagaimana cara Monchi berurusan dengan iklim ekonomi yang keras. Kedatangan Monchi (baru pensiun jadi pemain) ke Sevilla pun ketika kesebelasan tersebut sedang mengalami kelumpuhan finansial sehingga terdegradasi. Maka bukan tanpa alasan Monchi mampu membuat banyak orang semakin jatuh cinta kepada Sevilla.
Monchi juga merupakan salah satu individu yang dicari di kesebelasan-kesebelasan dunia. Real Madrid pun terus-terusan menggoda Monchi. Beberapa waktu ke belakang pun Everton, Liverpool, Manchester United, Tottenham Hotspur dan kesebelasan lainnya dikabarkan mengincarnya. Namun akhirnya Roma yang berhasil mendapatkan jasa pria 48 tahun tersebut. Monchi memang cocok dengan klub yang sedang membangun skuatnya dengan kerja keras seperti Roma. Namun kepergian Monchi akan menjadi prasasti tak ternilai bagi Sevilla.
"Berbicaralah kepada Monchi, saya memahami bahwa keputusannya (untuk pergi) begitu tegas. Apa yang saya tidak tahu adalah kapan itu akan terjadi. Jika dia pergi, kami akan kehilangan orang yang paling penting di Sevilla," ungkap Oscar Arias, Sekretaris Teknis Sevilla seperti dikutip dari Calcio Mercato.
Di sisi lain kedatangan Monchi ke Roma bukanlah jaminan untuk mendapatkan scudetto dalam waktu dekat. James Pallotta sebagai presiden seperti memiliki maksud agar Monchi mampu memburu bibit muda atau pemain berharga murah agar dijual mahal. Visi itu tidak beda jauh dengan apa yang dilakukan Sabatini sebelumnya. Sebab situasi Roma saat ini pun sedang terbagi konsentrasi ekonominya dengan pembangunan stadion baru. Kendati demikian, Monchi akan sangat berguna dalam proyek jangka panjang Roma untuk meraih scudetto pada suatu saat nanti.
Sumber lain: These Football Times, Transfermarkt.
Komentar