Pertandingan Liga Champions di Kota Naples selalu spesial. Aktivitas masyarakat selain berdagang di sekitaran stadion San Paolo mendadak sepi pada setiap pertandingan itu. Begitu pun ketika SSC Napoli menjamu Feyenoord Rotterdam kemarin (Rabu 27/9).
Malam itu jalanan di kawasan tersebut nampak lenggang. Hanya terlihat beberapa orang saja yang berjalan dan kendaraan terparkir rapih di sekitaran stadion maupun bar-bar di kawasan Stadion San Paolo. Kebisingan baru terjadi ketika lagu khas Liga Champions bergemuruh di Stadion San Paolo.
Seharusnya, Kota Naples lebih bising lagi jika seandainya para pendukung Feyenoord diizinkan hadir di sana. Ya, sejak jauh-jauh hari situs resmi Feyenoord dengan rasa kecewa harus mengumumkan bahwa para pendukungnya dilarang ikut bertandang ke Stadion San Paolo.
Mereka sudah menerima salinan dokumen dari panitia pelaksana (panpel) pertandingan Napoli bahwa para pendukung Feyenoord tidak akan diterima di Stadion San Paolo untuk pertandingan tersebut. Kebijakan itu merupakan kesepakatan dari Panpel Napoli dengan Pemerintah Daerah Naples.
Maka tidak ada tiket yang boleh dijual ke pendukung Feyenoord sehingga pertandingan hanya diperbolehkan dihadiri pendukung Napoli selaku tuan rumah, "Ini adalah penyesalan Feyenoord bahwa tim asuhan pelatih Giovani van Bronckhorst tidak akan mendapatkan keuntungan dari dukungan pendukung klub tersebut pada pertandingan kedua grup Liga Champions," tulis pernyataan klub tersebut.
"Menanggapi keputusan pihak berwenang Italia itu, klub telah memutuskan untuk tidak akan mengatur perjalanan dengan Feyenoord Business Club," sambung pernyataan kesebelasan tersebut melalui situs resminya pada 18 September lalu.
Kemudian satu hari sebelum pertandingan, penjagaan di sekitaran Stadion San Paolo lebih ketat. Semua orang yang masuk ke kawasan itu wajib menunjukkan kartu identitas. Jika pun ada pendukung Feyenoord yang datang walau memiliki tiket, tidak diizinkan masuk ke kawasan tersebut.
Tiketnya akan disita dan akan ditahan ditambah denda jika melakukan perlawanan kepada aparat keamanan di sana, "Selama konsultasi dengan SSC Napoli, polisi dan UEFA, Feyenoord kembali menyatakan ketidakpuasannya terhadap situasi ini," tulis pernyataan resmi Feyenoord sekitar satu hari sebelum pertandingan dimulai.
Sementara itu, ada juga para pendukung Feyenoord bersikeras menuju Naples untuk mendukung kesebelasan kesayangannya itu. Sekitar 200 orang berangkat ke kawasan Italia Selatan tersebut. Alasan kebanyakan karena mereka tidak tahu adanya larangan datang ke pertandingan.
Bahkan terjadi pemberontakan kepada kepolisian. Tiga pendukung Feyenoord ditahan karena mabuk dan melempar batu ke kepolisian sehingga mengakibatkan cedera.
Panpel Feyenoord Rotterdam dan hooliganisme yang egois
Keputusan Pemerintah Daerah Naples bukan tanpa alasan, mereka khawatir akan adanya bentrokan antara pendukung Feyenoord dengan Napoli yang tidak ramah kepada pendukung tamunya. Rasa traumatis itu semakin besar jika mengingat kerusuhan yang dilakukan para pendukung Feyenoord ketika bertandang ke AS Roma pada pertandingan Liga Europa 2014/2015.
Kerusuhan mereka membuat Pemerintah Daerah Roma mengalami kerugian 1 juta euro. Salah satunya karena air mancur Barcaccia yang bersejarah dan sudah berusia 400 tahun mengalami kerusakan. Kerusuhan itu membuat 50 pendukung Feyenoord ditahan di Italia untuk diberi penyuluhan.
Enam diantaranya sampai harus diskors menonton pertandingan Feyenoord. Bahkan satu pendukung Feyenoord harus mendekam di penjara selama 18 bulan. Pihak Feyenoord sendiri tidak luput dari denda sebesar 50 ribu euro dan wajib menjalani percobaan kondusivitas pendukungnnya selama tiga tahun.
Jika ada insiden lagi selama masa percobaan itu, Feyenoord dihukum menggelar satu pertandingan kandang di Stadion De Kuip tanpa penonton. Sementara ketika giliran Roma yang bertandang ke Rotterdam, mendapatkan perlakuan yang tidak adil seperti pertemuan leg pertama.
Jatah tiket pendukung Roma dikurangi dan penjagaan lebih ketat dilakukan kepolisian Rotterdam. Apalagi saat itu para Ultras Roma balas dendam dengan melakukan kerusuhan di beberapa titik kota Rotterdam. Aksi semakin panas di dalam stadion karena pendukung Feyenoord melemparkan balon pisang raksasa kepada Gervinho sehingga pertandingan harus dihentikan sementara.
Cerita-cerita itulah yang membuat para pendukung Manchester United (MU) gelisah ketika bertandang ke Feyenoord pada pertandingan Liga Europa waktu September 2016 lalu. Terakhir MU dengan Feyenoord bertanding saat 1997 di ajang Liga Champions. Pada pertemuan terakhir itulah tercipta sejarah bentrokan antara kedua pendukungnya.
"Ada sedikit sejarah antara klub ini. Saya berharap ini seperti saat 1997. Gambaran yang lebih besar yaitu ketika pendukung dari Inggris memiliki reputasi tandang yang melangkahi mereka (pendukung Feyenoord). Pendukung Feyenoord memiliki reputasi buruk di Belanda. Tapi itu karena kebesaran klubnya. Ketika mereka bisa memobilisasi (reputasi) itu bisa menjadi serius jika mereka melihat sebuah peluang (kekerasan)," ujar Ramon Spaaij, penulis buku tentang hooliganisme di Belanda, seperti dikutip dari The Sun.
Maka dari itu ada kekhawatiran juga ada bentrokan antara pendukung MU dengan Feyenoord sehingga dihukum pertandingan tanpa penonton dan denda 47 juta euro karena masih dalam masa percobaan. Lagi-lagi Panpel Feyeenord mengurangi jatah tiket untuk tamunya pada laga ini. Pendukung MU hanya diberikan jatah 1000 tiket. Sementara sekitar 1.400 pendukung MU yang sudah berada di Rotterdam.
"Kami tidak percaya mengapa fans kami harus terpengaruh oleh kekhawatiran polisi tentang perilaku fans tuan rumah (Feyenoord) dan memilih untuk mengurangi kapasitas (pendukung MU) dalam pertandingan tersebut," imbuh salah satu pendukung MU yang tergabung dengan Manchester United Supporters Trust.
Namun tidak ada bentrokan antara pendukung pada laga itu karena pengawalan dari polisi setempat dan akal-akalan panpel soal jatah tiket berjalan dengan lancar. Kemudian giliran para pendukung Feyenoord yang bertandang ke kandang MU di Stadion Old Trafford. Kepolisian Manchester langsung menurunkan operasi keamanan terbesar untuk sebuah pertandingan sepakbola di sana.
Mereka mengerahkan ratusan anggota untuk menjaga keamanan pertandingan tersebut. Apalagi situasi berbanding terbalik dengan pertandingan sebelumnya karena pendukung Feyenoord mendapatkan jatah 3 ribu tiket dan justru datang dengan jumlah dua kali lipatnya. Diperkirakan sekitar 200 anggota S.C.F (Sport Club Feeyenord) yang merupakan kelompok pendukung Feyenoord garis keras pun turut bergabung.
"Secara keseluruhan, kami memperkirakan sekitar 7.500 pendukung (Feyenoord) yang datang dan dikhawatirkan lebih dari 4 ribu orang tidak memiliki tiket. Polisi dengan jumlah yang besar akan hadir di pusat kota untuk memantau mereka," ujar salah seorang polisi seperti dikutip dari Daily Mail.
Antisipasi lainnya adalah para pendukung Feyenoord yang memiliki tiket akan disuruh memasang gelang agar tidak bisa diberikan sembarangan. Jadi ada dua syarat agar bisa masuk ke tribun Old Trafford, yaitu tiket dan gelang. Mereka yang tidak memiliki tiket akan dimasukan ke dalam sebuah bus lalu ditahan di pusat kota.
"Kami berharap besar kepada para pendukung Feyenoord yang mengunjungi Manchester jelang pertandingan dan ingin memberikan sambutan yang hangat kepada semuanya. Kami sangat berpengalaman dalam menempatkan acara besar dan bekerja sama dengan kedua klub dan pendukungnya agar memastikan semua orang bisa menikmati pertandingan dengan kompetitif namun di lingkungan yang aman," sambung pihak kepolisian Manchester.
Tapi ketika berkumpul di pusat kota sebelum pertandingan, para pendukung Feyenoord justru membuat kekacauan kecil. Salah satu di antara mereka melempar botol bir setelah buih-buih alkohol itu ditenggak habis. Rupanya salah satu lemparan yang sembarangan itu justru mengenai kepala seorang wanita yang kebetulan sedang melewat kawasan tersebut.
Mulailah keributan terjadi antara beberapa pendukung Feyenoord dengan warga setempat. Melalui berbagai jejak rekam tersebut, maka bukan tanpa alasan jika Panpel Napoli dan pemerintah daerahnya menolak mentah-mentah kedatangan pendukung Feyenoord di Kota Naples.
Feyenoord sendiri memang memiliki reputasi buruk karena hooliganisme di sana. Sudah bertahun-tahun mereka meneror pendukung lawannya baik kandang maupun lawan. Walau mereka lebih nyaman merusuh saat bertandang karena para lawannya justru dibuat tidak berkutik oleh keamanan di Rotterdam.
Sumber lain: Goal, NL Times, Sprots of the Day, The Times of India
Komentar