Tak sedikit yang kaget ketika melihat Kevin De Bruyne tiba-tiba emosi saat jeda turun minum melawan Napoli pada pertandingan ketiga Grup F Liga Champions 2017/2018. Namun nyatanya, saat masih kecil, gelandang asal Belgia ini dikenal sebagai sosok pemarah dan susah diatur. Hal itu dijelaskan oleh pelatih akademi KRC Genk, Frank De Leyn.
Frank De Leyn masih mengingat momen ketika ia menegur seorang pemain muda karena tidak membantu membersihkan lapangan usai pemusatan latihan di Spanyol. Pemuda yang justru marah besar setelah mendapatkan teguran darinya itu tak lain adalah De Bruyne muda.
"Dia itu luar biasa keras kepala, seperti seekor keledai. Tapi saya juga berpikir bahwa sikap keras kepalanya itu adalah karakter yang telah membuatnya menjadi pemain seperti sekarang," kenang De Leyn seperti dikutip dari The Guardian.
Ketika banyak yang tak menyangka De Bruyne meneriaki David Silva dan Fernandinho ketika itu, mungkin De Leyn biasa saja. Bagi De Leyn, keras kepala dan pemarah adalah sifat asli De Bruyne yang sebenarnya. De Leyn menjelaskan, jika De Bruyne tidak setuju dengan sesuatu, maka ia akan membiarkan semua orang tahu kepribadiannya dengan cara yang brutal. "Begitu wasit meniup peluitnya, Anda bisa melihat Kevin (De Bruyne) yang lain," cetus De Leyn.
De Leyn juga menceritakan amarah-amarah mantan pemain asuhannya itu ketika masih memperkuat Genk. De Bruyne yang masih berusia 19 tahun pernah menegur seniornya saat itu, Elyaniv Brada, karena dianggap tidak total bermain. Tidak hanya Brada, sebagian besar pemain Genk pada waktu itu pun disindir hal yang sama oleh De Bruyne.
"Saya malu pada mereka. Saya menyarankan agar mereka yang tidak memiliki keinginan untuk bermain (di Genk) supaya pergi," cerita De Leyn lebih lanjut tentang De Bruyne.
De Bruyne sendiri memiliki masa kecil yang cukup nakal. Seperti anak kecil yang menyukai sepakbola pada umumnya, ia memainkan si kulit bundar kapan pun dan di mana pun ia bisa. Tempat favoritnya pada waktu itu adalah taman yang berada di rumah temannya.
Bermain sepakbola menggunakan bola plastik dengan kawan-kawannya, De Bruyne sering merusak tanaman dan bunga-bunga di taman tersebut. Di tempat itulah ia menghabiskan waktu lainnya untuk mengasah hasil dari tempaannya di akademi sepakbola KVV Drongen.
De Bruyne bergabung dengan akademi sepakbola itu dalam usia enam tahun. Dua tahun kemudian, dengan cueknya De Bruyne berkata kepada pelatihnya bahwa ia akan pergi dan bergabung dengan akademi Gent karena dinilai memiliki metode latihan yang lebih baik daripada Drongen.
De Bruyne bergabung dengan Akademi KAA Gent pada 1999. Ketika baru bergabung, De Bruyne merupakan murid yang susah diatur. Ia seperti memiliki taktiknya sendiri dan jarang menjalankan instruksi pelatihnya walau permainannya terbilang bagus pada waktu itu. Alhasil, De Bruyne pun dikeluarkan dari akademi Gent.
"Orang-orang berkata bahwa saya tidak akan berhasil karena karakter saya yang buruk. Saya berkata kepada diri sendiri pada waktu itu: `Mari kita lihat siapa yang akan terakhir berbicara`," celoteh De Bruyne mengingat masa kecilnya.
Kemudian De Bruyne bergabung dengan akademi Genk yang membuatnya harus meninggalkan rumah serta keluarganya. Bersama akademi Genk, gelandang asal Belgia ini mengubah karakternya lebih baik karena kesebelasan itu merupakan favoritnya sajak dahulu. Perubahan itu membuat permainannya lebih menonjol dan dipromosikan ke skuat utama pada 2008 sehingga dipanggil Belgia U18. Puncaknya, ia menjuarai Liga Pro Belgia 2010/2011 sehingga Chelsea membelinya satu tahun kemudian.
Kedatangan De Bruyne dimaksudkan untuk menjadi pengganti Frank Lampard dalam jangka panjang. Tapi pada nyatanya, De Bruyne justru langsung dipinjamkan ke Werder Bremen selama satu musim. Kembali ke Chelsea pada musim 2013/2014, ia gagal mencuri perhatian Jose Mourinho, manajer Chelsea waktu itu.
Suasana hati De Bruyne semakin memburuk setelah Mourinho menyindirnya usai melawan Swindon di Piala Liga 2013/2014. "Saya tidak menyukai pertandingan yang dimainkannya (De Bruyne) melawan Swindon dan saya tidak menyukai cara dia berlatih," cetus Mourinho yang kini menjabat Manajer Manchester United.
De Bruyne pun melakukan pilihan cerdas karena meninggalkan Chelsea secara permanen pada bursa transfer Januari 2014. Wolfsburg yang menampungnya kala itu telah memberikan panggung kepada De Bruyne untuk menjadi raja asis Eropa musim 2014/2015.
Hal itu yang membuat Manchester City jatuh hati padanya dan berhasil direkrut pada tenggat transfer musim panas 2015 seharga 75 juta euro. Pembeliannya menjadikan De Bruyne pemain termahal kedua kesebelasan Liga Primer Inggris setelah Angel Di Maria di Manchester United pada waktu itu.
Pembelian De Bruyne itu memanglah tidak salah. Kini ia tidak tergantikan sebagai maestro lini tengah City selama tiga musim terakhir, mulai dari era manajer Manuel Pellegrini sampai Josep "Pep" Guardiola saat ini. De Bruyne menyumbangkan 18 asis dari 37 pertandingan dan menjadi yang tertinggi Liga Primer Inggris musim lalu.
Pada musim ini, asis perdananya baru terjadi ketika melawan Liverpool pada pekan keempat Liga Primer Inggris 2017/2018. Tapi ia langsung menyumbangkan dua asis yang mampu menghancurkan Liverpool dengan skor 5-0. Gelontoran asis dari gelandang 26 tahun itu terus berlanjut. Total, De Bruyne sudah menyumbangkan enam asis dari sembilan pertandingan Liga Primer Inggris 2017/2018.
Sejak debutnya bersama City di Liga Primer Inggris pada September 2015, ia sudah mengoleksi 38 asis. Tidak ada pemain lain di Liga Primer Inggris saat ini yang punya jumlah asis lebih banyak dari De Bruyne. Pada musim ini, Pep jelas mendapatkan lebih banyak manfaat dari De Bruyne melalui asis-asis yang disumbangkannya.
Tapi soal asis memang bukan hal yang aneh untuk De Bruyne. Berbeda dengan sifat pemarahnya yang tiba-tiba meledak pada laga melawan Napoli. Hanya saja dengan apa yang diceritakan oleh De Leyn, kita tampaknya tidak perlu heran lagi jika suatu saat De Bruyne melakukan hal yang sama di laga lainnya.
Komentar