Seorang suporter dari Witham, Essex, Inggris, datang mendukung kesebelasannya, Witham Town, ketika bermain tandang ke Grays Athletic. Yang dilakukan oleh suporter tersebut mungkin terdengar biasa saja, tapi tidak jika Anda tahu bahwa sang suporter, yang bernama James Beardwell, adalah penyandang autisme.
Selain itu, meski Witham hanya kesebelasan semenjana dari non-liga, Beardwell datang sendirian ke kandang Grays Athletic. Ya, sendirian!
Perjalanan sejauh 60 kilometer sejujurnya tak terlalu jauh. Jarak dari Witham ke Grays tersebut bisa ditempuh selama 40-45 menit menggunakan mobil. Namun, sepertinya pertandingan Isthmian League North Division (kompetisi level ke-8 Inggris) tersebut tak membuat banyak penonton Witham tertarik untuk melakukan away days ke Grays.
Sebelumnya, Beardwell sudah terlebih dulu terkenal sebagai super fan Witham karena pernah muncul di acara The Undateables di salah satu stasiun televisi Inggris, sesuai yang tertulis profil Twitter-nya, @undateable_jb. Acara ini adalah program dokumenter di Channel 4 untuk mencarikan jodoh kepada orang-orang dengan disabilitas atau kesulitan belajar.
Sepanjang 90 menit, ia bernyanyi sendirian mendukung Witham di Parkside, kandang Grays.
https://twitter.com/aksmith111/status/964937508852260864
"Come on, Witham," adalah chant yang selalu ia nyanyikan, termasuk di Parkside. "Aku bisa membuat kebisingan seperti 100 fans!" kata Beardwell, dikutip dari Isthmian. Namun, secerewet-cerewetnya Beardwell, ia tak selegendaris Steve Davies, suporter cerewet West Ham United, yang dipersilakan bermain oleh Harry Redknapp.
Bagi kita yang heran kenapa ada suporter yang sebegitunya kepada kesebelasan kecil seperti Witham, alasan mereka kadang bukan karena hipster atau anti-hipster semata, tapi karena mendukung kesebelasan kecil adalah soal konsistensi.
Namun meski sudah diberi dukungan dari satu orang yang "bernyanyi layaknya 100 orang", Witham kalah 1-4. Setelah pertandingan, satu per satu dari para pemain Witham mendatangi Beardwell untuk menyalami dan berterima kasih kepadanya.
https://twitter.com/undateables_jb/status/965011542235406338
Setelah pertandingan tersebut, video Beardwell di atas menjadi viral. Namun sebenarnya, harus sendirian banget gak, sih? Kan, bisa bawa teman-teman kardus untuk diajak jadi suporter bohongan.
Sendirian Mendukung Udinese di Kandang Sampdoria
Beardwell bukan yang pertama, setidaknya yang pertama yang terliput oleh media, yang melakukan away days sendirian. Pada Desember 2012, seorang suporter Udinese, Arrigo Brovedani, pernah mendukung kesebelasannya sendirian di kandang Sampdoria.
Ini adalah perbedaan besar, karena kasus Beardwell terjadi di non-liga, sementara Brovedani di Serie A Italia. Kemudian sementara Beardwell dan Witham menderita kekalahan 1-4, Brovedani dan Udinese justru mendapatkan kemenangan 2-0.
Brovedani adalah seorang penjual anggur dari Udine, Friuli. Kebetulan saja ia berada di Kota Genoa, lebih dari empat jam perjalanan dari Udine, ketika laga Sampdoria melawan Udinese digelar.
"Ketika aku pergi ke pertandingan tandang, ada sekitar 200 [pendukung tim tamu] atau 80 jika itu di Hari Senin. Karena waktu pertandingan dan lokasinya, aku pikir aku tak akan menemukan lebih dari lima atau enam orang di sana," katanya, dikutip dari CNN.
"Ketika aku sampai sana, ternyata aku hanya satu-satunya," ujarnya kaget. "Aku paham jika itu musim dingin, waktu perjalanan panjang pula, kondisi ekonomi tak banyak membantu sehingga orang tak banyak datang secara massal seperti yang kamu harapkan. Aku beruntung karena aku biasa jalan-jalan dan kebetulan berada di area itu."
Penjaga pertandingan di Stadio Luigi Ferraris, kandang Sampdoria, saat itu mempersilakannya jika ia mau duduk di tribun utama bersama suporter tuan rumah. Namun, Brovedani lebih memilih tribun untuk penonton away.
Baca juga artikel pilihan terkait:
Ini Away Days Rasa Indonesia, Bung!
Menjadi Suporter di Tanah Rantau
Sepotong Cinta dalam Kepala Suporter Karbitan
"Para pendukung tuan rumah mulai meneriaki, mengejek... biasa, lah. Namun ketika aku lihat para pemain Udinese pemanasan, aku berteriak kepada mereka, `Guys, aku sendirian di sini. Sendirian! Kalian bisa mendengar aku sekarang tapi tidak bisa lagi mendengarku ketika pertandingan dimulai!`"
"Ketika para penonton tuan rumah kebetulan mengerti apa yang terjadi, mereka memberikanku tepuk tangan meriah. Mereka bersorak meski Sampdoria kalah di akhir pertandingan. Mereka sangat baik. Mereka menawariku makanan dan kopi, dan manajer kesebelasan memberiku seragam [Sampdoria], bagus."
Sejak itu, Brovedani menjadi buah bibir media di Italia dan dunia. Ofisial Udinese langsung menawarinya tiket pertandingan selanjutnya, stasiun televisi Italia banyak yang menghubunginya, sampai-sampai BBC juga menawarinya hadir di pertandingan Liga Primer Inggris.
Meski demikian, Brovedani tetap rendah hati. "Aku pikir itu bukan berita besar. Ada banyak suporter yang tak pernah absen datang ke pertandingan. Jadi, aku yakin aku bukan yang pertama!" katanya.
"Aku juga bukan perwakilan kelompok suporter Udinese. Aku hanya memiliki gairah soal segala hal dari daerahku, dari olahraga sampai makanan dan apapun di antaranya. Aku selalu membawa bendera dan syal di mobilku. Seketika ada acara olahraga yang melibatkan orang-orang dari daerahku, aku ikut saja, karena aku sangat bangga dengan [daerah] asalku," tutupnya.
Pernah Terjadi di Rusia dan Turki
Ada banyak pemisah jika seorang suporter ingin melakukan perjalanan tandang, antara lain adalah jarak tempuh, waktu tempuh, kondisi cuaca, sampai biaya ini-itu yang tidak murah.
Di Rusia, negara terluas di dunia, tak mengherankan jika liga sepakbola mereka memainkan pertandingan antarkota yang jaraknya bisa ribuan kilometer. Kejadian seperti Beardwell dan Brovedani pernah terjadi di Liga Primer Rusia dua tahun yang lalu. Saat itu, Krasnodar bertandang ke Ufa, yang berjarak lebih dari 2000 km.
Jika memakai mobil, akan menghabiskan 26 jam perjalanan. Jika menggunakan pesawat, akan menghabiskan 2 jam 45 menit, mahal pula (tiket termurah biasanya sekitar 1,5 juta rupiah). Pada pertandingan tandang ke Ufa, hanya ada satu suporter Krasnodar yang hadir.
Meski tak secerewet Beardwell dan Brovedani, seorang suporter yang tak diketahui identitasnya ini hanya sendirian mengibarkan bendera Krasnodar di tribun penonton tandang Stadion Neftyanik. Pertandingan tersebut dilaporkan berakhir 0-0.
Selain jarak, ada kondisi cuaca juga yang menghalangi seorang suporter untuk datang bertandang ke kesebelasan lawannya. Pada Piala Turki tahun lalu, hanya ada satu orang suporter Bursaspor, kesebelasan Süper Lig Turki, yang datang ke kandang Ümraniyespor, kesebelasan dari satu divisi di bawahnya, di cuaca yang sangat dingin.
Jarak dari Bursa ke Ümraniye memang "hanya" 145 km dengan 1 jam 34 menit perjalanan memakai mobil, tapi cuaca yang terlalu menyengat bisa membuat orang malas keluar rumah, apalagi ke stadion dengan atap terbuka seperti di Atatürk Olympic Stadium. Usaha suporter tersebut tak sia-sia, karena Bursaspor menang 1-0.
Ngomong-ngomong soal video di atas, nyanyian dan gairahnya boleh ditiru, tapi berdiri di bangku penontonnya jangan ditiru, ya.
Rasa cinta seorang suporter kepada kesebelasannya kadang tak membendung mereka untuk melakukan dukungan ke kandang lawan, meski banyak halangan menanti di depan seperti jarak, waktu, cuaca, dan biaya. Suporter biasanya akan lebih senang jika bergerak berkelompok.
Maka dari itu, satu suporter Witham Town, Udinese, Krasnodar, dan Bursaspor di atas adalah mereka-mereka yang luar biasa karena hanya sendirian mendukung kesebelasannya di kandang lawan. Mereka berempat menunjukkan keindahan, cinta, gairah, dan hal-hal yang tak dapat dibeli di sepakbola, meski hanya dari tribun penonton.
Komentar