Empat kali Iran ke Piala Dunia—1978, 1998, 2006, dan 2014. Empat kali pula Iran gagal melaju ke 16 besar.
Tahun ini Iran akan ambil bagian dalam Piala Dunia kelima mereka. Pertanyaan yang muncul dengan lolosnya Iran ke Piala Dunia 2018 adalah: akankah mereka gagal lolos ke 16 besar untuk kali kelima?
Melihat kondisi saat ini, Iran cukup diunggulkan untuk lolos. Iran saat ini menempati peringkat tertinggi di antara negara-negara Asia dalam ranking FIFA: peringkat ke-30. Tidak hanya itu, Iran adalah negara kedua yang memastikan diri lolos dari kualifikasi, setelah Brasil.
Iran memainkan 18 pertandingan sepanjang kualifikasi dan tidak sekali pun menelan kekalahan. Mereka memenangi 12 pertandingan dan bermain imbang dalam 6 lainnya. Tidak sekali pun Iran kalah.
Dengan penampilan seperti itu Iran sudah memastikan diri lolos sejak pertandingan kedelapan, putaran tiga Kualifikasi Zona Asia—Iran mengalahkan Uzbekistan 2-0. Yang lebih hebat lagi, sepanjang kualifikasi Iran hanya kebobolan 5 gol; mereka mencetak 36 gol.
Penampilan Iran sepanjang kualifikasi merupakan salah satu penampilan Iran menuju Piala Dunia. Hal itu membuat para pemain dan penggemar cukup optimis menyambut Piala Dunia 2018.
Superioritas Iran di Kualifikasi Zona Asia membuat Iran untuk kali pertama lolos ke dua Piala Dunia secara berturut-turut. Penampilan luar biasa Iran itu tidak lepas dari peran Kepala Pelatih Tim Nasional Iran, Carlos Queiroz.
Kesediaan Queiroz untuk menangani Iran sejak 2011 tidak bisa dianggap biasa. Ia pelatih Eropa satu-satunya yang mau bergabung dengan Tim Nasional Iran meski pada 2011 Iran sedang dilanda krisis.
Krisis Iran pada 2011 disebabkan karena pada tahun itu mereka sedang mendapatkan sanksi dari PBB. Jangankan untuk mengembangkan sepakbola, mengembangkan pertumbuhan ekonomi negara saja mereka cukup kesulitan.
Timnas Iran kesulitan mencari pengganti Branko Ivanovic yang melepas jabatan sebagai Kepala Pelatih Tim Nasional Iran. Kesulitan itu disebabkan oleh sanksi PBB yang membuat kekuatan ekonomi Iran tak cukup baik untuk mempekerjakan pelatih asing.
Jangankan mempekerjakan pelatih asing, Iran saat itu cukup kesulitan melakukan uji tanding melawan negara-negara lain, karena negara-negara yang mereka hubungi menolak melakukan uji tanding.
Kesulitan memperoleh visa untuk pemain dan staf, kesulitan mendatangkan sponsor karena keterbatasan perbankan internasional adalah sedikit masalah lain yang dialami Iran saat itu.
Kemurahan hati Queiroz saat itu cukup diapresiasi karena dengan label eks Kepala Pelatih Real Madrid (dan eks Asisten Manajer Manchester United) ia masih bersedia menjadi Kepala Pelatih Tim Nasional Iran, walaupun pada saat itu Iran sedang mengalami krisis yang cukup rumit.
Tujuh tahun bukan waktu yang sebentar. Lalu apa saja yang telah dilakukan Queiroz kepada Iran hingga kini mereka berada di peringkat teratas di antara negara-negara Asia?
Queiroz mengubah sistem dan menentukan pemain yang masuk ke skuat tim nasional. Sebelumnya Iran hanya memanfaatkan pemain yang bermain di liga lokal saja. Iran selalu menggunakan pemain yang lahir di Iran dan hanya bermain di dalam negeri.
Queiroz mulai mencari pemain keturunan Iran yang bermain di seluruh pelosok dunia. Dengan pengalaman sebagai pencari bakat Manchester United, Queiroz sangat terbantu dalam mencari pemain yang dia inginkan. Pemain-pemain yang lahir di Iran lalu hijrah ke Eropa menjadi bidikan Queiroz.
Pekerjaan yang Queiroz lakukan tidak mudah. Beberapa pemain yang sejak kecil sudah berpindah ke negara Eropa bahkan sama sekali tidak bisa berbahasa Persia, bahasa nasional Iran. Namun yang dilakukan Queiroz adalah untuk kemajuan Tim Nasional Iran. Ia tidak mau lagi ada pemain keturunan Iran tetapi membela negara lain sekali saja lalu dilupakan.
Kini skuat Iran dihuni pemain-pemain yang sebagian besar bersinar di Eropa. Alireza Jahanbakhsh adalah pemain Asia pertama yang berhasil menjadi pencetak gol tebanyak liga top Eropa. Ia bermain untuk AZ Alkmaar, kesebelasan Eredivisie.
Selain Alireza, masih ada pemain-pemain berkualitas lainnya seperti Sardar Azmoun (Rubin Kazan), Ashkan Dejagah (VfL Wolfsburg), dan Karim Ansarifard (Olympiakos). Reza Ghoochannejhad yang bermain untuk Heerenveen pun tak luput dari pengamatan Queiroz.
Selain melakukan perubahan sistem dalam menentukan pemain, Queiroz juga bisa dibilang sosok yang cukup keras kepala. Berkat sifat keras kepalanya tersebut, Federasi Sepakbola Iran tidak sedikit pun melakukan intervensi dalam pemilihan pemain untuk Tim Nasional Iran.
Queiroz jarang sekali terlihat di pertandingan-pertandingan lokal atau acara-acara yang diadakan oleh Federasi Sepakbola Iran. Queiroz selalu menghindari keterlibatan dengan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan skuat Tim Nasional Iran, juga tak pernah hadir di acara stasiun TV lokal seperti pelatih-pelatih Iran sebelumnya.
Mantan pelatih Iran Mohammad Mayeli Kohan sempat melakukan sindiran kepada Queiroz, “Di mana Quiroz? Mengapa kita hanya melihatnya di Iran ketika pertandingan saja?”, sindir pelatih yang mengorbitkan penyerang terbaik sepanjang masa Iran, Ali Daei, itu.
Queiroz berkali-kali merencanakan kamp pelatihan dan mengatur pertandingan persahabatan. Namun semua yang ia rencanakan jarang sekali mendapat dukungan dana karena kurang dekatnya Queiroz kepada federasi dan stakeholder sepakbola Iran. Queiroz seringkali kesulitan memanggil pemain pilihannya karena kesebelasan lokal sering menolak melepas pemainnya untuk mengikuti kamp pelatihan.
Salah satunya adalah ketika Queiroz hanya kedatangan 11 pemain untuk kamp pelatihan di Afrika Selatan, menjelang Piala Dunia 2014. Bahkan dari 11 pemain tersebut, tidak satu pun yang penjaga gawang. Queiroz membatalkan uji tanding melawan Mozambik.
Sikap keras kepalanya kembali ia tunjukkan terhadap pemain senior Iran. Queiroz sadar bahwa selama ini ada kesenjangan antara pemain senior dengan para pemain junior dan menurutnya itu membuat Iran sempat mengalami kemunduran prestasi.
Penjaga gawang berbakat Mehdi Rahmati dan pemain belakang Hadi Aghily pernah ia pecat pada 2013 karena mereka meninggalkan skuat setelah keduanya tidak masuk dalam starting line-up pertandingan. Media dan federasi sepakbola sempat membujuk Queiroz untuk tidak melakukan pemecatan itu.
Namun Queiroz yang keras kepala tidak membatalkan keputusannya. Ia mengatakan bahwa semua pemain yang dipilih harus bertanggung jawab dan mengikuti program yang ia tetapkan. Semua pasti mendapat kesempatan bermain. Jadi jika ada yang tak sabar menanti, Queiroz tak akan peduli.
Selain menerapkan dua sistem di atas, Queiroz memilih rekan kerja yang sangat profesional dan sesuai dengan visi-misi yang ia terapkan selama melatih. Mereka bekerja secara profesional tanpa henti, masing-masing pelatih sudah memiliki tugasnya masing-masing dan terdefinisi dengan baik.
Daniel Gaspar sejak 2011 adalah salah satu rekan kerja Queiroz. Ia merupakan pelatih penjaga gawang yang sudah bekerja dengan Queiroz sejak di Amerika Serikat, Portugal, Afrika Selatan, dan Jepang. Gaspar memiliki peran yang relevan dalam peningkatan kualitas penjaga gawang Timnas Iran.
Alireza Haghighi dan Sosha Makani bergabung dengan kesebelasan Eropa berkat metode latihan yang Gaspar berikan. Alireza Beiranvand juga mendapat manfaat latihan Gaspar: ia tidak kemasukan satu gol pun dalam empat pertandingan kualifikasi Piala Dunia.
Lalu ada nama Omid Namazi yang memainkan peran penting selama tiga setengah tahun menjadi asisten Queiroz. Ia sangat membantu Queiroz menjalin hubungan dengan stakeholder sepakbola di Timur Tengah.
Selanjutnya ada nama mantan kapten Portugal Oceano da Cruz yang bergabung dengan Queiroz. Ia berperan penting dalam mencari pemain-pemain muda berbakat Iran. Ia merupakan pencari bakat yang sangat baik dalam memilih pemain muda untuk Queiroz. Hampir semua pemain dalam skuat Iran adalah pilihan Da Cruz.
Satu lagi pemeran kunci dalam staf kepelatihan Queiroz adalah Markar Aghajanyan. Ia merupakan orang penting bagi Queiroz dalam menentukan negara-negara untuk lawan uji tanding Iran.
Ada juga Diego Giacchino, ahli terapi fisik yang didatangkan Queiroz untuk menjaga kondisi fisik para pemainnya.
Kini tantangan Queiroz selanjutnya adalah membawa Iran untuk setidaknya mencapai 16 besar untuk kali pertama, di Piala Dunia 2018. Namun tantangan tersebut cukup berat bagi Queiroz karena mereka satu grup dengan Portugal dan Spanyol yang merupakan unggulan. Belum lagi Maroko, yang secara mengejutkan tak sekali pun kemasukan gol sepanjang kualifikasi.
Sekarang tinggal bagaimana Queiroz mampu meracik dan memadukan para pemain yang telah ia temukan selama melatih Iran. Namun walau nanti ia kembali gagal membawa Iran lolos ke 16 besar, Queiroz telah meninggalkan sistem yang sangat baik dan mewariskan pemain-pemain yang bermain di kompetisi Eropa untuk memperkuat Timnas Iran, khususnya setelah Piala Dunia akan ada Piala Asia dan juga kompetisi-kompetisi tingkat Asia.
Komentar