Ante Cacic dinobatkan sebagai pelatih tim nasional terbaik ketujuh di Piala Eropa 2016. Timnas Kroasia yang diasuhnya tampil impresif meski tersingkir di babak 16 besar. Di fase grup, Kroasia menduduki peringkat tertinggi dalam grup yang berisi Spanyol, Turki, dan Republik Ceko.
Cacic tidak dipecat meski gagal di Piala Eropa 2016. Tugas selanjutnya adalah meloloskan Kroasia ke Piala Dunia 2018. Awalnya berjalan lancar baginya, sampai kemudian penampilan Kroasia memburuk menjelang akhir kualifikasi. Kroasia bahkan terancam tak lolos. Federasi sepakbola Kroasia (HNS) pun memecat Cacic setelah hasil imbang melawan Finlandia (1-1) di laga ke-9 (dari 10) kualifikasi.
Tak lama Zlatko Dalic lantas dipilih HNS menjadi suksesor Cacic. Dalic sebelumnya “hanya” sukses bersama kesebelasan Asia Timur. Tapi ambisinya dalam melatih membuat HNS percaya bahwa pria berusia 51 tahun itu bisa menunjukkan magisnya untuk Timnas Kroasia.
Satu laga penentu nasib Dalic di kualifikasi
Tak sedikit pelatih yang diisukan jadi kandidat pengganti Cacic. Ada empat nama mencuat: Matjaz Kek, Robert Prosinecki, Branko Ivanovic, dan Dalic. Dalic punya rekam jejak terburuk dibanding tiga kandidat lainnya. Kek baru saja mengantarkan Rijeka juara liga Kroasia. Ivanovic adalah asisten pelatih yang mengantarkan prestasi terbaik Kroasia di Piala Dunia 1998; ia juga mengantarkan Iran ke Piala Dunia 2006. Prosinecki merupakan legenda timnas Kroasia, bagian dari skuat Piala Dunia 1998.
Dalic, sementara itu, tak terlalu sukses di Kroasia. Tak ada trofi yang diraihnya. Prestasi terbaiknya peringkat dua bersama Varteks. Trofi baru diraih di Albania saat menukangi Dinamo Tirana dengan menjuarai Piala Super Albania.
Tak gemilang di Eropa membuat Dalic berkelana ke Asia bagian Timur. Klub Arab Saudi (A-Faisaly dan Al-Hilal) ditanganinya, dengan dua trofi juara bersama Al-Hilal. Baru di Al-Ain, kesebelasan UAE, ia meraih sejumlah prestasi, yang salah satunya merupakan juara Liga Champions Asia.
Tapi bukan prestasi yang membuat Dalic dipilih HNS sebagai pengganti Cacic. Keberanian dan dedikasi Dalic pada Kroasia jadi nilai lebih. Dalam wawancara HNS dengan Dalic, ia menegaskan ingin menukangi Kroasia untuk satu tujuan: meloloskan Kroasia ke Piala Dunia 2018. Ia rela bekerja tanpa durasi kontrak. Ia bertaruh, jika Kroasia gagal ke Piala Dunia, ia akan langsung angkat kaki.
“Saya yang meminta itu,” kata Dalic pada Novilist ketika ditanya kenapa menolak kontrak tiga tahun dari HNS. “Saya tidak perlu dilindungi. Saya tidak membutuhkan kontrak tiga tahun. Saya tidak perlu dilindungi oleh siapapun. Saya hanya akan bertahan jika Kroasia lolos ke [Piala Dunia] Rusia.”
Nasib Dalic pun langsung ditentukan laga hidup-mati. Laga pertamanya merupakan laga terakhir babak kualifikasi grup I, menghadapi tuan rumah Ukraina. Saat itu Kroasia menempati urutan kedua dengan 17 poin. Jumlah tersebut sama dengan Ukraina di urutan ketiga. Islandia sang pemimpin klasemen, punya 19 poin dengan laga terakhir melawan tim lemah, Kosovo. Dengan situasi ini, jika Kroasia kalah, bisa membuat Dalic menjadi pelatih Kroasia yang hanya memimpin satu laga.
Publik Kroasia dibuat deg-degan. Masalahnya, penunjukan Dalic mengundang perdebatan. Selain rekam jejaknya tak terlalu mentereng di top level, ia bukan orang asli Kroasia. Ia lahir di Bosnia & Herzegovina. Patriotismenya dipertanyakan oleh sebagian publik. Itu menjadi tekanan lain pada dirinya, tapi ia berusaha tetap fokus pada tujuannya: mengantarkan Kroasia ke Rusia.
“Orang-orang mungkin mempertanyakan kemurnian cinta saya untuk Kroasia. Tapi saya hanya ingin mengatakan bahwa saya ingin melakukan sesuatu, menorehkan hasil, dan membuktikan bahwa saya di sini karena hal itu, bukan karena hal lain.”
“Saya hanya ingin Kroasia ke Piala Dunia. Saya tidak ingin terganggu oleh masalah lain. Saya harap masyarakat Kroasia menyadari hal itu dan tetap mendukung timnas Kroasia. Saya, sekali lagi, hanya tertarik pada hasil akhir laga ini (melawan Ukraina).”
Cacic dipecat pada 7 Oktober 2017. Dalic ditunjuk sehari setelahnya. Laga melawan Ukraina digelar pada 10 Oktober 2017. Hanya dua hari waktu bagi Dalic untuk menentukan nasibnya. Tapi waktu yang singkat itu tak jadi alasan baginya. “Masih ada waktu. Yang paling penting semua pemain sehat dan bugar.”
Dalic tahu saat itu bukan hanya tentang kemampuan taktikalnya yang akan menentukan nasib Kroasia. Mental pemain menghadapi situasi genting akan turut berperan dalam berjalannya skema bermain. Maka di hari pertama sebagai pelatih Kroasia, ia hanya berusaha membangkitkan mental pemenang pada setiap pemain Kroasia. Tidak hanya pemain inti, tapi juga seluruh pemain.
“Saya sudah berbicara dengan beberapa pemain yang tidak bermain pada laga sebelumnya. Saya berbicara pada Leovce, yang mencetak sebuah gol bersama PAOK. Saya berbicara pada Strinic yang mencetak gol bersama Sampdoria. Saya juga sudah berbicara dengan Niko Kovac (pelatih Frankfurt—saat ini sudah menjadi pelatih Bayern Muenchen), karena saya ingin meminta pendapat darinya tentang Ante Rebic (pemain Frankfurt). Semua orang sudah siap untuk menjadi bagian dari tim ini.”
“Saya tidak ingin mengeluh tentang pendeknya waktu persiapan, karena saya belum tahu betul potensi yang kami miliki. Tapi kami langsung cocok dalam waktu singkat. Saya menghampiri semua pemain dengan sikap yang tepat. Tidak perlu banyak filosofi, mereka semua pemain bagus dan bermain untuk tim besar. Saya hanya melakukan sedikit hal, tapi terima kasih Tuhan, semuanya kini siap melawan Ukraina. Saya hanya mengingatkan pada mereka bahwa laga melawan Ukraina jangan sampai berakhir kegagalan untuk Piala Dunia Rusia, yang merupakan Piala Dunia terakhir untuk generasi (emas) ini.”
Baca juga: Kreativitas yang Melahirkan Generasi Emas Kroasia Jilid Dua
Dalic benar dan berhasil membangkitkan gairah bermain para pemain Kroasia. Para pemainnya tampil jauh lebih impresif dibanding laga-laga sebelumnya. Ukraina pun akhirnya mampu dikalahkan dengan skor 2-0. Kroasia memastikan diri sebagai runner-up grup I.
Kroasia tidak lolos otomatis ke Piala Dunia 2018. Mereka harus mengalahkan Yunani terlebih dahulu di babak play-off. Tapi tidak seperti laga melawan Ukraina, Kroasia saat itu sudah jauh lebih percaya diri. Yunani pun dikalahkan dengan agregat cukup meyakinkan, 4-1. Kroasia ke Piala Dunia berkat Dalic.
Satu laga penentu Kroasia di final Piala Dunia
Kroasia punya catatan yang tak terlalu impresif di babak kualifikasi. Dari 10 kali bermain, hanya 15 gol saja yang mampu diciptakan (empat kali kebobolan). Tapi torehan itu merupakan hasil Kroasia asuhan Cacic. Bersama Dalic, Kroasia tampil lebih menyerang.
Melawan Ukraina, Kroasia mencetak dua gol tanpa kebobolan. Lima laga sebelumnya, Kroasia hanya mencetak satu gol bahkan tidak mencetak gol bersama Cacic. Melawan Yunani menang 4-1 di leg pertama, imbang tanpa gol di leg kedua. Tiga laga dijalani, Kroasia mencetak enam gol bersama Dalic.
Permainan menyerang Dalic tak lepas dari pengalamannya melatih kesebelasan Asia Timur. Di Al-Hilal dan Al-Ain, Dalic membuat dua kesebelasan papan atas masing-masing negara tersebut superior. Catatan kemenangannya di atas 60%.
Dalic cukup lama menangani Al-Ain. Kegagalan juga sempat ia rasakan sebelum akhirnya meraih rentetan trofi. Semua itu diraihnya berkat keberhasilan menjadikan Al-Ain kesebelasan menyerang. Dari 107 laga yang dipimpinnya, Al-Ain mencetak 215 gol dan hanya kebobolan 99 kali. Jumlah mencetak gol dan kebobolan Al-Ain sangat jauh mencolok bersama Dalic.
Gaya tersebut ditransfer Dalic ke Kroasia. Di Piala Dunia 2018, Kroasia menjadi salah satu kesebelasan yang konsisten bermain terbuka dan menyerang. Ini cukup menarik karena banyak kesebelasan di Rusia ini yang bermain pragmatis mengandalkan serangan balik atau mengincar gol dari bola mati.
Kroasia menjadi kesebelasan keenam terbanyak perihal tembakan per laga dengan 14,3 kali. Gol open play skuat berjuluk Vatreni ini pun adalah terbanyak kedua dengan sembilan gol (Belgia pertama, 10 gol). Penguasaan bolanya tertinggi ketujuh dengan rataan 54,5%.
Ajaran sepakbola menyerang yang ditularkan Dalic pada pemain Kroasia saat ini tak lepas dari didikan mantan pelatih Kroasia, Miroslav Blazevic. Blazevic adalah pelatih yang mencatatkan sejarah untuk timnas Kroasia saat generasi emas pertama mereka mencapai babak perempat final Piala Eropa 1996 dan semi-final Piala Dunia 1998.
Dalic pernah menjadi asisten pelatih Blazevic di kesebelasan Rusia, Varteks, sebelum menjadi kepala pelatih. Saat itu Blazevic mengantarkan Varteks, yang notabene bukan kesebelasan besar, menempati urutan kedua di akhir klasemen.
Keberhasilan Dalic mengantarkan Kroasia ke babak final pun menjadi “penyelamat” sepakbola menyerang. Di laga final, Perancis yang akan dihadapi Kroasia lebih identik dengan strategi kerapatan pertahanan dan skema serangan balik.
Tapi selain strategi, kemampuan Dalic (yang gajinya merupakan terendah ke-9 di Piala Dunia kali ini, hanya 15% gaji Joachim Loew dan Gareth Southgate sebagai pelatih termahal) dalam memotivasi pemain juga yang membuat Kroasia bisa sejauh ini. Motivasi-motivasi yang keluar dari mulutnya membuat para pemainnya selalu tampil militan, tak kenal lelah meski menjalani seluruh fase gugur hingga 120 menit pertandingan, dan tak takut menghadapi lawan manapun (termasuk Argentina, yang mereka kalahkan 0-3).
“Saat turun minum (melawan Inggris dalam situasi tertinggal 0-1), saya berkata pada para pemain, ‘tetap tenang dalam mengoper, jangan hilang harapan’. Kami kemudian menunjukkan bahwa kami kesebelasan yang lebih baik di segala aspek permainan (pada babak kedua hingga tambahan),” ujar Dalic seperti yang dikutip Dailymail.
“Saya pikir itu permainan terbaik kami. Kami bermain lebih baik dari lawan Argentina. Kami sangat termotivasi. Sebelum laga, saya meminta para pemain untuk tidak tertekan, tidak gugup dan tetap percaya diri karena mereka sudah mencapai semi-final, mereka harus bangga dan menikmati permainan. Itulah yang kemudian mereka tampilkan—menikmati sepakbola,” sambungnya.
Baca juga: Pressing Kroasia Bikin Inggris Keok
Perlu diketahui, laga final nanti akan menjadi laga ke-14 Dalic bersama timnas Kroasia. Dalam waktu singkat, laga ke-14 nya nanti menjadi satu laga penting lainnya bagi Dalic. Satu laga lagi, satu kemenangan lagi, ia bisa menciptakan sejarah yang jauh lebih istimewa: menjadikan Kroasia juara Piala Dunia.
Komentar