Oleh: Deivor Ismanto
FC Bayern berhasil mengakhiri musim 2019/2020 dengan sensasional. Setelah mengunci gelar domestik Bundesliga dan DFB Pokal, Die Roten berhasil menjuarai Liga Champions musim ini dengan mengalahkan Paris Saint Germain difinal, Senin (24/8)
Nama Alphonso Davies muncul sebagai satu dari sekian banyak pemain Bayern yang tampil mengesankan. Bermain sebagai bek kiri, pemain berjuluk Road Runner ini berhasil menunjukan performa gemilang dengan rajin melakukan Overlap memanfaatkan kecepatan dan skill yang dimilikinya.
Meski tidak menyumbangkan banyak gol dan asis, Davies tercatat memberikan kontribusi besar dalam proses serangan Bayern. Di Bundesliga, Davies adalah pemain dengan jumlah dribel tertinggi kedua setelah rekan setimnya, Thiago Alcantara. Di Liga Champions, mencatatkan 3,3 dribel per pertandingannya. Angka tersebut menjadikan Davies sebagai pemain bertahan dengan dribel per pertandingan terbanyak di Liga Champions.
VIDEO: Kecepatan Kilat Alphonso Davies
Davies didatangkan Bayern dari klub Major League Soccer (MLS) Vancouver Whitecaps dengan biaya 10 juta euro, jumlah tersebut sekaligus menjadi rekor transfer termahal untuk pemain dari MLS memecahkan rekor biaya transfer Jozy Altidore.
Pemain kelahiran Ghana, 2 November 2000 ini, tampil reguler di setiap laga yang dijalani Bayern di Bundesliga dan Liga Champions. Davies sejatinya berposisi asli sebagai penyerang sayap, dan sempat digadang-gadang akan menjadi suksesor Arjen Robben di Bayern. Namun kemudian Davies Justru berbelok dan menjadi salah satu bek kiri terbaik Dunia saat ini.
Ketika Bayern mengalami krisis cedera di posisi pemain berlakang, Davies yang berkaki kidal dicoba untuk bermain di bek kiri. Meski bermain bukan di posisi aslinya, Davies mampu menunjukan performa terbaiknya dan tampil konsisten. Hans Dieter Flick pun tak segan memberi kepercayaan penuh kepada Davies untuk bermain reguler di bek kiri dengan menggeser David Alaba ke tengah.
Setelah Bayern mengalahkan Paris Saint Germain pada laga final, Davies mengaku belum bisa sepenuhnya mempercayai hal yang sudah dicapainya, dia benar-benar tak percaya telah memenangkan trofi Liga Champions.
“Siapa yang pernah berfikir soal ini? Aku datang dari Kanada dan bermain di klub seperti Bayern Munchen dan juara Liga Champions. Jika seseorang bicara hal itu, 2 atau 3 tahun lalu. Reaksiku pasti ‘kamu berbohong!’ Mimpi benar-benar menjadi kenyataan” ucap Davies dikutip dari laman resmi Bayern Munchen.
Davies menjadi pemain asal Kanada pertama yang bermain di Final Liga Champions dan berhasil menjuarainya. Sebuah prestasi yang fantastis untuk remaja yang belum genap berusia 20 tahun.
Kisah Masa Kecil Alphonso Davies
Davies lahir dengan nama lengkap Alphonso Boyle Davies dari pasangan Victoria Davies dan Debeah Davies di kampung pengungsi Buduram, Ghana. Kampung tersebut adalah kampung khusus yang menampung pengungsi dari Liberia yang melarikan diri akibat persang saudara yang terjadi disana pada tahun 1999.
Satu tahun keluarga Davies tinggal di pengungsian, Ia dilahirkan di sana pada tanggal 2 November 2000. Davies menghabiskan masa kecilnya di kampung tersebut hingga usia 5 tahun. Dengan segala keterbatasan air dan pangan, Davies tumbuh menjadi anak yang kuat dan tegar dengan membantu keluarganya menyediakan kebutuhan hidupnya disana.
Karena hidup keluarga Davies yang semakin sulit di pengungsian, Keluarga Davies memilih untuk mengikuti program resettlement (program pemindahan penduduk para pengungsi ke tempat yang baru) dan beruntungnya, mereka terpilih untuk dipindahkan di kota Edmenton, Kanada, pada tahun 2005.
Tinggal di Kanada, Davies menemukan kehidupan yang lebih layak dengan bersekolah di Mother Therresa Catholic School. Tak cuma bersekolah, Davies juga harus bekerja untuk membantu kebutuhan orang tua dan 2 adiknya.
Bakat sepakbola Davies mulai tercium saat dirinya bergabung dengan SSB Free Footie, SSB yang menggratiskan biaya sekolah sepakbola dari usia anak-anak hingga remaja. Davies menjadi murid yang paling berbakat di sana, dengan menunjukan keahliannya menggiring dan memendang bola yang diatas rata-rata.
Melihat potensi tersebut, pelatih Free Footie pada saat itu, Tim Adams, menghubungi Marco Bossio yang merupakan pelatih lokal dari SSB lokal Kanada St. Nicholas Soccer Academy untuk menawarkan Davies menimba ilmu sepakbola disana dengan intensitas latihan dan prasarana yang lebih lengkap.
Mengembangkan potensi sepakbolanya di sana, Davies berhasil naik level dengan masuk ke dalam akademi klub sepakbola MLS, Vancouver Whitecaps di usia 14 tahun, Mulai dari kelompok umur U-16 dan U-18.
Davies hanya butuh waktu 1 tahun untuk mengasah kemampuannya di tingkat junior. Di usianya yang baru menginjak 15 tahun, Davies berhasil masuk di squad Senior Vancouver Whitecaps dan debut di Liga tertinggi Amerika Serikat, MLS. Ia menjadi pemain termuda kedua yang melakoni debut di MLS setelah Freddy Adu yang debut di usia 14 tahun.
Karir di MLS dan Timnas Kanada
Davies melakoni debutnya bersama Vancouver Whitecaps saat melawan Orlando City SC dan masuk sebagai pemain pengganti. Di laga selanjutnya, Davies pertama kali bermain di starting line-up saat Vancouver menjamu Colorado Rapids pada 24 september 2016.
Performa Davies di MLS yang masih berusia 15 tahun tersebut banyak menuai pujian dari tokoh sepakbola di Amerika, salah satunya pelatih Ottawa Furry yang kagum dengan aksi Davies dilapangan.
“Pada usia 15 tahun, saya bahkan tak dapat menatap mata seseorang secara langsung,” ucap Paul Dalglish, pelatih Ottawa Fury dilansir dari Goal International
“Dan dia keluar (bermain di lapangan) dan melesat (melewati) para pemain dengan gaya yang amat mengesankan. Sinarnya bersinar terang.” pungkasnya
Davies yang belum resmi menjadi warga Negara Kanada pada saat itu, sudah aktif dipanggil dan bermain bersama timnas junior Kanada mulai dari kelompok umur U-15 sampai U20. Barulah di Juni 2017 Davies resmi memilih menjadi warga Negara Kanada dan bergabung dengan tim nasional Kanada untuk Piala Emas CONCACAF 2017 sekaligus menjadi pemain termuda di dalamnya.
Davies tampil di Piala Emas dan mencatatkan turnamen Internasional yang mengesankan bagi negaranya. Dalam laga melawan Guyana Prancis, Davies berhasil mencetak 2 gol sekaligus menjadikannya sebagai pencetak gol termuda Piala Emas dan menjadi pemain kelahiran tahun 2000an pertama yang mencetak gol diturnamen Internasional.
Dua tahun berkarir di MLS bersama Vancouver dengan usianya yang masih remaja, Davies berhasil menjadi pemain andalan klub asal kanada tersebut. Dipasang menjadi pemain winger, ia berhasil menyumbang 7 gol serta 10 asis dari 68 pertandingan bagi Vancouver.
Berkat gemilangnya Davies bermain di MLS pada usia yang sangat muda, tim raksasa Jerman, FC Bayern berani membayar 10 juta euro untuk merekrut pemain berjuluk Phonzie tersebut, sekaligus memecahkan rekor sebagai pemain termahal dari MLS.
Gemilang bersama FC Bayern
Davies melakoni debut bersama FC Bayern pada lanjutan Bundesliga musim 2018/19 saat melawan Stuttgart, ia yang saat itu masih bermain di posisi aslinya di bawah asuhan Niko Kovac masuk di menit 85’ menggantikan Kingsley Coman.
Seminggu setelahnya Davies berhasil mencetak debut golnya bersama Bayern. Masuk sebagai pemain pengganti, ia berhasil menyumbangkan 1 dari 6 gol yang berhasil Bayern sarangkan ke gawang Mainz. Berkat golnya tersebut juga, ia menjadi pemain termuda kelahiran 2000 yang berhasil mencetak gol untuk tim berjuluk Die Roten tersebut. Dimusim 2018/19 juga Davies berhasil mengangkat trofi pertama Bundesliga bersama Bayern.
Davies menunjukkan potensi besarnya pada musim 2019/20. Disaat dirinya diplot untuk bermain sebagai bek kiri oleh Hans Dieter Flick. Dia mampu menggusur dua pemain penting di posisi bek kiri Bayern, David Alaba dan Lucas Hernandez. Nama yang disebut kedua adalah pemegang rekor transfer paling mahal klub. David Alaba kini digeser sebagai bek tengah dan Hernandez hanya menjadi pemain cadangan.
Davies memainkan 29 laga di Bundesliga, dan hanya 5 kali masuk sebagai pemain pengganti dengan menyumbang 3 gol dan 4 asis untuk Die Roten. Tidak hanya di Bundesliga, Davies juga tampil reguler di UCL musim ini, dari 8 pertandingan ia berhasil menyumbangkan 4 asis untuk FC Bayern. Pada musim keduanya di Bayern, Davies berhasil meraih trebel winner dengan memboyong trofi Bundesliga, DFB Pokal dan yang paling baru trofi si kuping besar, Liga Champions.
Davies dikenal dengan kecepatan larinya yang luar biasa, Ia pun menjadi pemain tercepat di posisi 10 dengan kecepatan maksimum 35,29 km/jam. Berkat kecepatan larinya tersebut, dia mendapatkan julukan Road Runner, tokoh animasi di film Looney Tunes.
"Dia adalah pemain yang sangat baik, kekuatan yang besar dan kemampuan yang ekstrem," ujar Thomas Muller di lansir dari Goal International
"Terkadang dia mungkin tidak berada pada posisi terbaik di lapangan, tetapi dia membuat lawan berpikir, `Oh, saya punya waktu, saya punya waktu`. Dan kemudian `Meep meep, meep meep` Road Runner Bayern Munchen datang dan mencuri bola," tambahnya.
Akselerasi Davies dalam pertandingan 8 besar Liga Champions musim ini menjadi bukti kehebatan pemain berusia 19 tahun tersebut. Lewat kecepatan dan skill olah bola yang dimilikinya, Davies berhasil mengecoh 3 pemain barcelona dari sisi kiri, sebelum akhirnya memberi umpan kepada Kimmich yang berdiri bebas dan berbuah gol untuk Bayern. Sampai di partai final dan menjadi juara, Davies selalu menjadi pilihan utama dan tampil konsisten untuk Bayern.
Kesuksesan FC Bayern menjuarai Liga Champions 2019-20 jadi kisah tersendiri bagi Alphonso Davies. Bak dongeng, pemain asal Kanada itu mewujudkan mimpinya dalam waktu singkat.
“Rasanya senang bisa menjuarai Liga Champions. Semua yang Anda impikan sejak kecil terwujud saat main di Eropa. Bisa bermain untuk Bayern Munchen adalah luar biasa,” ujar Davies, dilansir dari BT Sport.
“Kisah saya menunjukkan siapa pun bisa mewujudkan impian jika terus bekerja keras dan kini saya meraih medali Liga Champions. Datang ke klub ini sebagai pemain muda dan main bersama para legenda, rasanya Anda terus ingin meraih kemenangan. Semua pemain sangat lapar untuk meraih banyak gelar,” pungkasnya.
Komentar