Sebagaimana diumumkan oleh Presiden DFL (federasi sepakbola Jerman) Reinhard Rauball pada Selasa (25/3) kemaren, Jerman telah menolak penggunaan Goal Line Technology (GLT) untuk Bundesliga dan divisi dua Bundesliga. Keputusan ini diambil berdasarkan hasil voting, dengan 60% suara tidak menyetujui penggunaan teknologi tersebut. Mayoritas suara penolakan sendiri berasal dari klub divisi dua, dengan hanya 3 dari 18 tim yang menginginkan adanya GLT.
Mahalnya biaya GLT menjadi alasan di balik penolakan tersebut. Untuk menerapkan teknologi ini, masing-masing klub di Jerman memang mesti merogoh kocek senilai 420.000 poundsterling, atau setara 7,9 miliar rupiah, untuk penggunaan selama tiga tahun. Biaya inilah yang ditawarkan oleh perusahaan pemasok GLT asal Jerman, GoalControl.
Nilai ini sebenarnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan GLT yang akan digunakan oleh klub-klub Inggris. Dengan menggunakan produk HawkEye, perusahaan asal Inggris yang menyuplai teknologi serupa untuk tenis dan kriket, masing-masing klub "hanya" akan mengeluarkan biaya sebesar 475.000 poundsterling, atau 8,9 miliar rupiah, yang bisa digunakan selama lima tahun.
Artinya, klub asal Jerman mesti mengeluarkan biaya 2,16 miliar rupiah tiap tahun, sementara klub asal Inggris hanya  1,78 miliar pertahun.
Selain Bundesliga, pada April 2013 MLS juga menolak penggunaan GLT karena alasan yang sama, yaitu biaya. Harga yang ditawarkan oleh GoalControl untuk klub di Amerika adalah: biaya instalasi 3,1 miliar rupiah ($260.000) per-stadion, dengan harga penggunaan GLT tiap laga senilai  47 juta rupiah ($3.900). Biaya ini dirasa masih sangat tinggi dan akan memberatkan klub-klub MLS.Â
Ya, ternyata perdebatan tentang keadilan untuk satu tim dan keabsahan suatu gol memang harus selesai karena biaya.
Komentar