Hasil Kongres PSSI.... Mari Mengernyitkan Dahi

Editorial

by Ardy Nurhadi Shufi 30573

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Hasil Kongres PSSI.... Mari Mengernyitkan Dahi

Kursi panas Federasi Sepakbola Indonesia, PSSI, akhirnya telah terisi. Pertarungan dua jenderal sukses dimenangi mutlak oleh Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad), Letnan Jenderal TNI Edy Rahmayadi.

Mutlak, karena di Kongres yang digelar di Jakarta Kamis (10/11) itu ia mengumpukan total 76 suara dari maksimal 107, sementara mantan Panglima TNI, Moeldoko ,sebagai pesaing utama hanya 23.

Namun terpilihnya Edy Rahmayadi sebagai ketua PSSI yang baru ini masih menyisakan tanda tanya besar. Membuat dahi berkernyit karena menyajikan serangkaian keanehan.

Keanehan pertama terlihat saat 84 pemegang hak suara dengan tiba-tiba mencoret agenda nomor tujuh, yaitu pemutihan sanksi pada lembaga, klub, dan pihak-pihak terhukum. Dalih pun dikeluarkan yaitu melimpahkan agenda ini pada kepengurusan selanjutnya.

"Pemegang suara mayoritas tidak setuju. Keputusan untuk agenda ketujuh tidak diterima. Jadi, kita hapus," kata Plt Ketua Umum PSSI, Hinca Panjaitan, seperti yang dikutip liputan6.com. "Konsekuensinya orang-orang dan klub-klub itu tidak berhak berada di kongres ini. Dengan demikian, yang tidak dianggap, kami mohon keluar dari kongres ini."

Beberapa orang pun diusir sebagai dampak keputusan ini. Salah satunya adalah calon ketua umum yang merupakan mantan ketua umum PSSI, Djohar Arifin.

Tak berhenti di sana. Masalah paling besar dari dicoretnya agenda nomor tujuh adalah batalnya pembahasan status Persebaya 1927 sebagai anggota PSSI. Ini artinya, Persebaya 1927 tetap tidak diakui dan belum bisa berkompetisi secara resmi.

Padahal masih lekat dalam ingatan, tepatnya pada 3 Agustus 2016, PSSI melalui anggota Komite Eksekutif, Tonny Aprilani, yang juga disaksikan oleh pihak Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora RI, Gatot Dewa Broto, berjanji status Persebaya akan dikembalikan. Janji Tonny tertuang pada surat bermaterai dan kemudian ditegaskan kembali dalam keputusan Kongres 3 Agustus. Pada rapat Exco yang digelar di Solo pada September, status Persebaya juga kembali ditegaskan: kembali diakui dan akan bermain di Divisi Utama.

Pembatalan agenda nomor tujuh di Kongres 10 November berarti PSSI mengingkari janji, menipu masyarakat, dan menipu pemerintah. Lebih jauh lagi, mengingkari keputusan Kongres yang merupakan pemegang hak tertinggi dalam organisasi.

Apalagi hal ini berkaitan dengan kemenangan PT. Persebaya Indonesia di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada akhir Juni 2016 lalu.

Namun yang terjadi ternyata tidak demikian. Selain penghapusan agenda nomor tujuh, Kardi Suwito, yang mewakili Persebaya 1927, diusir dari kongres. Uniknya, hak suara Persebaya dipegang Gede Widiadi, yang notabene mantan manajer Bhayangkara FC (sebelumnya bernama Bhayangkara Surabaya United).

Kardi Suwito sendiri sempat membuat kongres terhenti sejenak ketika mengajukan protes. Akhirnya Kardi dikeluarkan dari ruangan kongres oleh pihak keamanan.

***

Edy Rahmayadi menjabat sebagai Ketua Umum PSSI yang baru setelah mendapatkan 76 suara. Sementara itu, Moeldoko di urutan dua, dan Edy Rumpoko berada di urutan ketiga dengan "hanya" satu suara, dan total tujuh suara tidak sah.

Calon ketua umum lain, yakni Kurniawan Dwi Yulianto dan Sarman El Hakim, bahkan tak mendapatkan satu pun suara.

Ada hal menarik lain sebelum pemungutan suara. Seperti biasa, seperti dalam kongres-kongres sebelumnya, masih terdapat calon ketua umum yang memilih mundur sebelum pemilihan berlangsung.

Sejumlah calon waketum dan Exco pun memilih mundur sebelum pemungutan suara dilakukan, seperti misalnya Tonny Aprilani. Keputusan ini diambil setelah agenda nomor tujuh, yang dijanjikan Tony sebelumnya, urung terlaksana.

Pada akhirnya, untuk posisi Wakil Ketua Umum PSSI dan Anggota Exco, orang-orang yang terpilih merupakan anggota-anggota PSSI kepengurusan sebelumnya. Sebagai contoh nyata adalah nama Djoko Driyono yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Umum.

***

Terpilihnya pak Edy Rahmayadi sebagai Ketua Umum PSSI, yang berlatar belakang militer, yang mengalahkan dengan telak legenda sepakbola Indonesia, juga yang tidak kita ketahui sepak terjangnya di dunia olahraga itu, jelas membuat banyak orang ragu.

Namun hal yang paling harus dipertanyakan adalah keputusan para pemegang hak suara yang tiba-tiba mencoret agenda nomor tujuh, yang sebelumnya sudah disepakati dan bahkan sudah ditandatangani di atas materai.

Dengan terpilihnya anggota yang itu-itu saja, jangan heran jika segala kecurigaan semakin berdasar. Belum lagi jika melihat latar belakang sejumlah pemegang hak suara yang keabsahannya bisa dipertanyakan.

Jangan heran pula jika pada akhirnya masyarakat pencinta sepakbola Indonesia tidak akan terlalu optimistis pada masa depan sepakbola Indonesia. Bahkan intregitas PSSI sendiri tampaknya masih akan diragukan, karena sebelumnya, masyarakat Indonesia meminta adanya perubahan dalam tubuh organisasi PSSI setelah melihat segala masalah yang terjadi dalam sepakbola Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Komentar