Rangkaian kompetisi sepakbola Indonesia mulai menggeliat di awal tahun 2018. Hal itu ditandai dengan bakal bergulirnya turnamen pra-musim bertajuk Piala Presiden, yang dalam dua tahun terakhir rutin diselenggarakan sebelum rangkaian kompetisi resmi sepakbola Indonesia dimulai (Liga 1, Liga 2, hingga Liga 3).
Perhelatan Piala Presiden 2018 menjadi hal yang cukup dinanti publik sepakbola Indonesia, khususnya suporter kesebelasan yang ambil bagian di ajang tersebut. Maklum, Piala Presiden dipandang kebanyakan orang sebagai salah satu ajang bergengsi dengan prestise yang tinggi pula.
Banyak faktor melatarbelakangi Piala Presiden dipandang sebagai ajang bergengsi. Salah satunya, sejarah penyelenggaraan Piala Presiden yang menjadi penyelamat gairah sepakbola Indonesia setelah PSSI dijatuhi sanksi oleh FIFA pada 2015 lalu. Selain itu, Piala Presiden juga bisa dibilang sebagai miniatur kompetisi, karena melibatkan semua kontestan Liga 1 dengan tambahan dua kesebelasan Liga 2.
Regulasi yang diterapkan di Piala Presiden pun mengadopsi beberapa aturan yang akan diterapkan di Liga 1. Seperti di Piala Presiden 2017, beberapa aturan seperti penggunaan pemain muda dan pembatasan kuota pemain asing bagi setiap kesebelasan turut diterapkan pula di ajang tersebut. Artinya Piala Presiden merupakan ajang simulasi kesebelasan Liga 1 membiasakan diri dengan regulasi yang akan diterapkan di kompetisi sesungguhnya.
Karena gengsi dan prestise yang dimiliki Piala Presiden, kadang kala suporter bersikap berlebihan menanggapi turnamen tersebut. Tak sedikit suporter yang menuntut kesebelasan favoritnya menjadi juara dia ajang tersebut. Target tinggi itu pun acap kali dibebankan manajemen kepada kesebelasannya.
Tidak ada yang salah dengan harapan juara. Semua suporter di seluruh dunia pasti menginginkan kesebelasan favoritnya meraih prestasi tertinggi dalam sebuah kompetisi atau turnamen resmi. Namun masalahnya, kalau menuntut kesebelasan kebanggaannya meraih gelar juara di ajang pra-musim, sebenarnya itu terlalu berlebihan.
Kemenangan atau gelar juara bukanlah inti dari turnamen pra-musim, yang dalam konteks ini adalah Piala Presiden. Hasil di Piala Presiden sejatinya tidak perlu dijadikan sebagai hal yang harus didapatkan sebuah kesebelasan. Kembali pada esensi dasar turnamen pra-musim, yang hanya dijadikan sebagai sarana melihat kesiapan sebuah kesebelasan mengarungi kompetisi sesungguhnya.
Baca juga: Salah Kaprah "Turnamen" Pra-Musim di Indonesia
Artinya, Piala Presiden sebagai ajang pra-musim itu penting digelar, karena bisa menjadi ajang yang bisa dimanfaatkan kesebelasan untuk mengasah fisik, mental, dan taktik bermain di kompetisi. Bahkan bisa juga dijadikan sebagai ajang seleksi pemain. Tapi kalau soal juara itu tidak perlu dibebankan, anggap saja itu bonus, yang seharusnya juga tidak boleh membuat tim jadi terlena.
Pelatih Persib Bandung, Roberto Carlos Mario Gomez, mengamini hal tersebut. Menurut Gomez, skala prioritas Persib adalah Liga 1 2018. Namun pelatih asal Argentina itu juga mengakui bahwa Piala Presiden penting sebagai sarana mengukur kesiapan kesebelasannya menjelang kompetisi dimulai.
“Fokus kita adalah di Liga 1, tapi bukan berarti Piala Presiden menjadi tidak penting. Apalagi ini turnamen yang bagus di Indonesia. Piala Presiden penting buat tim ini karena kita membutuhkan beberapa pertandingan untuk menyiapkan diri sebelum liga, sedikitnya sebulan sebelum kompetisi,” terang Gomez, dilansir dari halaman resmi kesebelasan.
Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi, beberapa waktu lalu juga pernah mengungkapkan bahwa Piala Presiden tak lebih dari turnamen pemanasan sebelum digelarnya kompetisi. Edy juga menyampaikan bahwa Piala Presiden bukan ajang yang wajib diikuti oleh semua kesebelasan Liga 1.
"Menjelang Liga 1 2018, akan ada Piala Presiden 2018 yang hanya diikuti oleh 18 klub Liga 1 sebagai ajang pemanasan bagi mereka. Tidak masalah bila ada klub yang tidak ikut, ini kan juga sekadar turnamen. Tapi, kalau di Liga 1 mereka nggak siap, ya degradasi. Kalau untuk ini ya kami siapkan sebagai pemanasan Liga 1 saja," terang Edy, dilansir dari Detik.
Juara Piala Presiden bukan tolok ukur kesuksesan di kompetisi
Gelar juara di Piala Presiden bukanlah tolok ukur kesuksesan meraih prestasi terbaik ketika kompetisi resmi berjalan. Selain uang hadiah dan trofi, tidak ada hal lain yang akan didapatkan kesebelasan juara Piala Presiden.
Gelar juara Piala Presiden tidak menjamin kesebelasan yang meraihnya mendapat tiket tampil di kompetisi Asia selevel Liga Champions Asia atau Piala AFC. Selain itu, status Piala Presiden sebagai turnamen pra-musim pun membuat status gelar di ajang tersebut bukanlah gelar besar (istilahnya: major trophy).
Di Piala Presiden 2017, Arema FC, Borneo FC, Persib Bandung, dan Semen Padang menjadi empat kesebelasan kontestan yang mampu menapak ke babak semifinal pada akhir turnamen. Namun di kompetisi Liga 1 2017, empat kesebelasan tersebut justru terpuruk. Alih-alih juara, mencapai posisi papan atas pun gagal mereka capai.
Baca juga: Ironi Nasib Empat Besar Piala Presiden 2017 di Liga 1
Arema FC sebagai jawara Piala Presiden 2017, pada akhir kompetisi Liga 1 finis di urutan sembilan dengan 49 poin. Borneo berada di posisi delapan dengan 52 poin. Sementara Persib terjerembab di papan bawah, tepatnya mentok di posisi 13 dengan 41 poin. Nasib tragis dialami Semen Padang yang justru terdegradasi ke Liga 2. Pada akhir kompetisi, "Kabau Sirah" berada posisi 16 dengan torehan 35 poin.
Posisi empat besar di klasemen akhir kompetisi Liga 1 justru diduduki oleh empat kesebelasan yang mengalami kegagalan di Piala Presiden. Juara Liga 1 2017, Bhayangkara FC, di Piala Presiden pencapaiannya mentok di babak perempatfinal, setelah kalah 0-1 dari Semen Padang. Satu hal lain, kesebelasan berjuluk The Guardian itu lolos ke perempatfinal dengan status runner-up terbaik.
Sementara Bali United, PSM Makassar, dan Persija Jakarta prestasinya di Piala Presiden mentok di babak penyisihan. Bali United yang menjadi runner-up di kompetisi Liga 1 Indonesia 2017, menduduki posisi buncit di klasemen akhir Grup 4 Piala Presiden 2017. Klub berjuluk "Serdadu Tridatu" itu bahkan gagal meraih satu pun kemenangan dalam tiga laga yang dilakoni di fase penyisihan.
PSM yang merupakan penghuni peringkat tiga di akhir klasemen Liga 1 2017, memiliki nasib yang jauh lebih baik dengan Bali United di Piala Presiden 2017. Tergabung di Grup 3, PSM mengakhiri babak penyisihan turnamen tersebut dengan menempati posisi dua. Sementara Persija, sebagai penghuni posisi empat di klasemen akhir Liga 1 2017, terhenti kiprahnya di Piala Presiden 2017 setelah menduduki posisi tiga di klasemen akhir Grup 2.
Hal tersebut belum melihat hasil dari Piala Presiden 2015 yang menjadi ajang pemanasan Indonesia Soccer Championship A 2016. Yang menjadi juara ISC A, Persipura, justru tidak ikut ambil bagian pada Piala Presiden 2015 karena ketika itu tim sudah dibubarkan. Persib yang menjadi juara Piala Presiden 2015 sendiri mengakhiri ISC A dengan menempati posisi lima.
***
Meraih gelar juara di Piala Presiden mungkin akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi kesebelasan yang meraihnya. Namun yang patut digarisbawahi juga bahwa itu bukanlah tolok ukur bisa meraih kesuksesan di kompetisi sesungguhnya.
Jadi, kita sebagai suporter juga sebenarnya tidak perlu terlalu berlebihan hingga menuntut kesebelasan yang kita bela harus bisa meraih prestasi di ajang pra-musim, karena prestasi, bersama dengan gengsi dan uang hadiah, bukan lah hal yang penting di saat pra-musim seperti ini.
Ada tiga hal yang harus dikedepankan yang membuat hingar-bingar Piala Presiden dan turnamen pra-musim lainnya menjadi tidak terlalu penting, yaitu peningkatan kondisi fisik pemain, mental pemain, dan taktik kesebelasan.
Komentar