Gagal berencana sama dengan merencanakan kegagalan. Begitu ungkapan terkenal yang keluar dari Benjamin Franklin, salah satu founding father Amerika Serikat.
Bagi sepakbola Indonesia, dalam hal ini PSSI dan pengurus liga, molornya waktu sepak mula Liga 1 dimulai serta belum jelasnya jadwal membuat kita bertanya-tanya: Apakah sepakbola Indonesia sedang berencana untuk gagal?
Kata “gagal” bisa berarti banyak karena agenda Indonesia, baik sepakbola maupun bukan sepakbola, sangat menumpuk dari hari ini sampai akhir tahun. Memundurkan waktu dimulainya liga menjadi 23 Maret 2018 berarti harus banyak berurusan dengan agenda-agenda tersebut.
Sebut saja Pilkada (masa kampanye dan debat sampai 23 Juni), puasa Ramadan (17 Mei-16 Juni), Asian Games (18 Agustus-2 September), Asian Para Games (6-13 Oktober), masa kampanye Pilpres (mulai 13 Oktober), Piala AFF (8 November-15 Desember), dan masih banyak lagi. Ngeri.
Padahal awalnya Liga 1 dijadwalkan akan dimulai pada 24 Februari 2018. Jadwal ini kemudian mundur menjadi 3 Maret. “90 persen [liga akan dimulai pada 3 Maret], jangan berubah lagi,” kata COO PT Liga Indonesia Baru (LIB), Tigor Shalom Boboy, dikutip dari Goal.
Ternyata 90 persen tersebut berubah lagi karena dimundurkan menjadi 10 Maret, dan akhirnya mundur kembali menjadi 23 Maret. Kali ini sudah hampir pasti, entah berapa persen jika ingin diberikan angka persentase.
Baca juga: Kepastian Jadwal Liga sebagai Hal Krusial
“Telah disepakati bahwa kick-off Liga 1 2018 adalah 23 Maret 2018. Dibuka dengan laga Bhayangkara FC melawan Persija Jakarta di Stadion Utama Gelora Bung Karno,” kata Berlinton Siahaan, Direktur PT LIB, pada konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (08/03), dikutip dari Liputan 6.
Bentrok Sana-Sini, Terutama Piala AFF
Namun, urusan tidak beres sampai di situ. Dengan dimulai pada 23 Maret, dan dengan memiliki 18 kesebelasan – artinya akan ada 34 pekan pertandingan (gameweek) – apakah waktunya cukup untuk tak mengganggu segala agenda di atas, terutama Piala AFF?
“Jadwal Liga 1 2018 sudah pasti bertabrakan dengan jadwal Piala AFF Senior,” kata Tigor via Goal. “Liga 1 2018 berjalan seiringan dengan Piala AFF. Kita sudah mendapat sinyal dari PSSI akan hal ini.”
Tidak jelas “sinyal” apa yang dimaksud. Apakah seperti Piala AFF 2016 di mana Tim Nasional Indonesia hanya diperbolehkan memilih dua pemain dari setiap kesebelasan karena Liga Indonesia (saat itu Indonesia Soccer Championship) masih bergulir.
Meski belum pernah juara dan meski Piala AFF tak penting-penting amat (di mata dunia), sepanjang sejarahnya Timnas Indonesia hampir selalu kerepotan jika liga berlangsung berbarengan atau terlalu berdekatan dengan Piala AFF, seperti pada edisi 2007 (Indonesia tak lolos grup di Piala AFF), 2008 (semifinalis), dan 2012 ketika dualisme (tak lolos grup).
Namun, Indonesia sempat dua kali menjadi runner-up Piala AFF dalam satu dekade terakhir meski Piala AFF berlangsung di tengah liga. Hal sebaliknya juga pernah terjadi pada Piala AFF 2014; ketika liga sudah selesai dua pekan sebelum Piala AFF, Indonesia akhirnya gagal lolos dari fase grup.
Jadi, walau ini tak bisa menjadi patokan, sebaiknya memang liga tak mengganggu Piala AFF jika tidak terlalu terpaksa. Ini karena untuk level Indonesia, Piala AFF masih dianggap sangat penting.
Sebagai perbandingan, jika tak ada perubahan, liga tertinggi di negara Filipina (liga musim ini berakhir pada 15 Juli 2018), Malaysia (29 Juli), Myanmar (23 September), Kamboja (30 September), dan Thailand (6 Oktober) berakhir sebelum Piala AFF dimulai (8 November-15 Desember).
Kita tak tahu pasti apakah penjadwalan di atas akan berpengaruh kepada performa timnas negara mereka masing-masing di Piala AFF. Namun di atas kertas, seharusnya iya, berpengaruh.
“Kita hitung ada 25 minggu, kalau estimasi tanggal 23 Maret hingga 2 Desember. Artinya, ada sembilan pekan yang padat,” lanjut Tigor. “Kami akan kick-off sekitar pukul 15:00 WIB dan 19:00 WIB. Pada bulan puasa, kami tetap jalan, tapi kick-off pukul 21:00 WIB.”
Baca juga: Kapan Sebaiknya Waktu Pertandingan Liga 1 Dimulai Saat Ramadan?
Sebenarnya dari 23 Maret sampai 2 Desember memakan waktu sekitar 36 pekan. Namun dengan asumsi banyaknya distraksi mulai dari Pilkada, Ramadan, sampai Piala AFF, maka perkiraan di atas sudah lebih dari cukup secara matematis. Namun, penjadwalan bukan hanya soal hitung-hitungan matematika. Ini yang jadi problematika.
Berapa Lama Normalnya Liga Berjalan dalam Semusim?
Bagi negara yang memiliki liga teratas dengan 18 kesebelasan peserta, Indonesia tergolong yang tercepat untuk menyelesaikannya pada musim lalu. Sebanyak 34 gameweek bisa selesai hanya dalam 30 pekan, padahal liga sempat libur Ramadan dan Lebaran dari 19 Juni sampai 7 Juli 2017.
Itu terjadi dengan catatan pada pekan-pekan terakhir, liga memainkan jadwal yang super padat. Itu diharapkan tak terulang musim ini. “Asumsi kami kompetisi akan berakhir pada 2 Desember 2018. Namun, klub peserta meminta agar jadwal pada akhir musim tidak terlalu padat,” kata Tigor, dikutip dari Bola Kompas.
Memangnya berapa lama normalnya liga dengan 18 kesebelasan peserta menyelesaikan kompetisi mereka?
Jika tak ada perubahan jadwal untuk musim ini, Bundesliga Jerman dan Eredivisie Belanda akan menyelesaikannya dalam 38 pekan. Wajar, karena mereka menjalani winter break. Sementara itu, Primeira Liga Portugal dan Süper Lig Turki akan menyelesaikan liga mereka dalam 40 pekan.
Dari daratan Afrika, Liga Primer Mesir butuh 31 pekan untuk beres, kemudian Liga Primer Kenya 30 pekan.
Sementara jika kita bandingkan dengan kompetisi sesama negara AFC, J1 League Jepang butuh 41 pekan, Liga Azadegan Iran 33 pekan, dan Liga Primer Thailand 34 pekan. Semua yang disebutkan di atas adalah liga yang memiliki 18 kesebelasan peserta, artinya ada 34 gameweek setiap musimnya.
Ada banyak hal yang bisa membuat liga berjalan lebih lama atau lebih cepat. Bagi liga tanpa kompetisi domestik yang padat (seperti Indonesia dalam beberapa tahun terakhir), liga bisa berjalan lebih cepat. Namun jika memiliki kompetisi domestik seperti DFB-Pokal (Jerman), KNVB Beker (Belanda), atau bahkan Piala Indonesia yang direncanakan diadakan tahun ini, liga bisa berjalan lebih lama.
Hal lain yang memengaruhi adalah jadwal libur, seperti winter break di negara-negara empat musim, Ramadan dan Lebaran di negara-negara mayoritas muslim, serta hari-hari libur lainnya.
Bagi Indonesia, khusus tahun ini, agenda distraksi tersebut bertambah karena ada agenda AFF, AFC, Asian Games, politik (Pilkada dan Pilpres), keagamaan (seperti Ramadan), sampai agenda yang jarang dimanfaatkan oleh kita, yaitu jeda internasional.
Jika dipetakan, berikut adalah peta problematika liga sepakbola kita tahun 2018 ini:
Baca juga: Sulitnya Membuat Jadwal Liga Primer
Bisa dijamin, dengan pemetaan agenda seperti di atas, seharusnya dan sewajarnya Liga 1 berlangsung lebih dari 36 pekan.
Liga 1 Dimulai Bertepatan dengan Jeda Internasional FIFA
Jika diurutkan, distraksi yang menjadi problematika Liga 1 tahun ini adalah Pilkada, jeda internasional Maret, Ramadan dan Idul Fitri, Piala Dunia FIFA (sibuk menjadi penonton maksudnya), Piala AFF Perempuan (Indonesia menjadi tuan rumah), pemungutan suara Pilkada, Piala AFF U18 (Indonesia menjadi tuan rumah), Asian Games (Indonesia menjadi tuan rumah), Idul Adha, jeda internasional September, Piala AFF Futsal (Indonesia menjadi tuan rumah), Asian Para Games (Indonesia menjadi tuan rumah), jeda internasional Oktober, masa kampanye Pilpres, Piala Asia AFC U19 (Indonesia menjadi tuan rumah), jeda internasional November, dan Piala AFF. Pelik.
Di atas kertas, Indonesia bisa mengatasi distraksi-distraksi di atas agar tak menjadi masalah di kemudian hari. Secara matematis hitung-hitungan jumlah pekan, hari libur, dan lain sebagainya, Liga 1 bisa selesai dalam kurang dari 40 pekan.
Namun tak bisa dimungkiri, kegagalan dalam menyusun jadwal, dibuktikan dengan molornya sepak mula Liga 1, menjadi sinyal negatif. Apalagi niat membereskan semua distraksi di atas tak tercermin dalam jadwal dimulainya Liga 1, yaitu bertepatan dengan jeda internasional Maret. Artinya, Indonesia lagi-lagi tak memanfaatkan kalender FIFA.
“Gagal berencana sama dengan merencanakan kegagalan,” kata orang yang wajahnya ada di lembaran 100 dolar AS. Apapun alasan dimundurkannya jadwal Liga 1, entah karena utang yang belum terbayar sampai deal-deal-an yang berbelit-belit soal hak siar, tak usah heran jika sepakbola Indonesia akan penuh problematika di 2018 ini.
Ini baru urusan jadwal, belum soal manajemen, kepemilikan kesebelasan, kepengurusan PSSI, penunggakan gaji, regulasi dan segudang masalah lainnya.
Melihat hal yang sudah-sudah, saya jadi berpikir Indonesia sangat hebat bisa terus menjalankan liga dengan kondisi seperti ini. Jangan-jangan bukan Indonesia yang butuh belajar; tapi mereka semua, negara-negara di luar sana, yang harus belajar kepada Indonesia dalam soal mengurusi sepakbola.
Komentar