Selamat Datang Liga 1, Inkonsistensi Menghantui

Editorial

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Selamat Datang Liga 1, Inkonsistensi Menghantui

Bergulirnya Liga 1 2024/25 pada 9 Agustus 2024 tentu akan disambut antusias para pecinta sepak bola tanah air. Termasuk suporter Arema yang bersorak-sorai pada kemenangan Piala Presiden 2024. Euforia ini menunjukkan bahwa sepak bola Indonesia masih menjadi primadona masyarakat, bahkan setelah 135 nyawa terbunuh pada Tragedi Kanjuruhan.

Liga 1 musim ini digelar tanpa adanya championship maupun regular series. Artinya, kompetisi digelar full double round robin yang di mana pemuncak klasemen dipastikan menjadi juaranya. Perubahan ini boleh disambut positif karena regular series musim lalu cenderung memaksakan pertandingan semakin padat tanpa esensi kuat. Meniru model kompetisi dan pemasaran NBA atau NFL hanya bisa berjalan jika iklim industri terjamin, sementara kita melihat sendiri dalam laga semifinal Championship Series terjadi banyak insiden.

Masih perlu ditunggu bahwa perubahan ini adalah sebuah kemajuan atau inkonsistensi dari kompetisi sepak bola Indonesia. Namun, kemajuan Liga 1 musim ini secara kasat mata adalah penerapan Video Assistant Referee (VAR) yang sudah diuji pada ajang Championship Series Liga 1 2023/24 dan Piala Presiden sebagai ajang pra musim.

Penjelasan wasit saat VAR digunakan juga sudah lumayan cakap dan mampu menutupi kegugupan debut teknologi ini pada musim lalu. Hanya saja tampilan VAR yang ditunjukkan kepada penonton di layar agak menggelikan.

Lihat saja bagaimana dianulirnya gol pemain PSM Makassar, Kenzo Nambu, ke gawang Bali United, pada Piala Presiden 2024, menjadi perdebatan karena presentasi VAR cukup bias. Lagipula, bukankah fungsi dari VAR itu bisa memperjelas keabsahan sebuah peristiwa?

Seharusnya keterangan VAR yang ditunjukkan mampu memberikan fakta yang sangat cakap. Tapi yaaaaa setidaknya, keberanian menggunakan VAR oleh PT Liga Indonesia Baru (LIB) pada kompetisi musim ini bisa diacungi jempol karena bisa diterapkan dengan infrastruktur stadion-stadion Indonesia.

Namun kualitas VAR perlu diperbaiki seiring dengan konsistensi format kompetisi liga di Indonesia. Tentunya pengunduran jadwal seperti musim lalu akan menjadi suatu bukti inkonsistensi lagi dan bagaimana Liga 1 seperti dijalankan `semaunya`. Hal ini menjadi keresahan mengingat ada 10 pertandingan sepak bola internasional dalam kelompok umur maupun senior.

Hal itu belum terhitung dengan adanya hajatan-hajatan politik di negara ini. Konsistensi pagelaran Liga 1 musim ini akan kembali diuji sebagai kredibilitas PSSI dan LIB itu sendiri. Bicara soal inkonsistensi pun selaras dengan kebijakan pemain asing yang terus berubah di setiap musimnya.

Musim lalu, aturan pemain asing Liga 1 2023/24 adalah 5 + 1. Rinciannya adalah lima pemain asing dari luar Benua Asia dan satunya dari benua terbesar di dunia ini. Lalu perubahan pada musim ini adalah menggunakan delapan pemain asing dengan bebas berstatus WNA manapun.

Kebijakan ini memang akan membuat Liga 1 semakin seru dengan mengetatkan persaingan pemain asli Indonesia. Mereka harus bekerja lebih keras agar dipanggil dalam ‘seleksi’ masuk Tim Nasional yang bejibun dengan naturalisme. Hanya saja, kebijakan pemain asing musim ini agak sedikit lucu dengan aturan yang akan dipakai di pertandingan.

Sebab, hanya enam pemain asing yang boleh masuk ke dalam susunan pemain utama. Dua di antaranya harus dicadangkan dan cuma bisa bermain jika menggantikan pemain asing lagi. Artinya, dua pemain asing tersebut hanya menjadi penghias sekaligus pemborosan dari setiap klub yang merekrut pemain asing secara maksimal.

Maka agak disayangkan karena perubahan regulasi pemain asing terasa tanggung. Bahkan bukan tidak mungkin jika adanya kesalahan pergantian saat pertandingan sehingga Liga 1 musim ini akan kembali menayangkan sebuah dagelan. Kemudian menjadi sebuah regulasi yang tidak konsisten sehingga sepak bola Indonesia tidak bergerak ke mana-mana.

Satu-satunya inkonsistensi yang dapat ditunggu barangkali adalah kehadiran suporter tandang dengan segala sistem pengamanan mumpuni. Hukuman bagi suporter pun boleh jadi pertimbangan para pemangku kepentingan. Jika memang tak mampu, untuk apa ada aturan larangan suporter tandang? Toh risiko semua suporter sekarang adalah dampak dari pengabaian Tragedi Kanjuruhan sampai hari ini.

Komentar