Rusia resmi melakukan invasi ke Ukraina. Kementerian Dalam Negeri Ukraina mengatakan pasukan Rusia sudah mendarat di Odessa dan mulai memasuki wilayah Khariv. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga mengonfirmasi bahwa sekitar 200.000 tentara Rusia ada di area perbatasan negaranya.
Perebutan daerah antara kedua negara mulai panas sejak Februari 2014, diawali dengan perang saudara antara warga pro dan anti pemerintah di Ukraina. Saat itu, Ukraina dipimpin oleh sosok pro-Moscow, Viktor Yanukovych. Melihat situasi negaranya, pada 21 Februari 2014, Yanukovych mengaku telah mencapai kesepakatan dengan oposisi (anti-pemerintah) demi menghentikan ketegangan yang ada. Namun, di hari yang sama ia pergi meninggalkan Ibukota, dan mengasingkan diri di Rusia.
Melihat situasi yang terjadi di Ukraina, Presiden Rusia Vladimir Putin langsung mengadakan rapat untuk mengambil alih daerah yang dulu sempat satu dengan negaranya. Dimulai dari Semenanjung Krimea. “Yanukovych bisa mati jika terus di sana (Ukraina), kita harus menyelamatkan dia apapun caranya. Kita harus mulai mengembalikan Krimea ke tangan Rusia,” kata Putin dalam rapat tersebut.
Menguasai kembali Krimea menjadi langkah pertama Putin sebelum akhirnya mengirim pasukannya ke berbagai daerah Ukraina seperti saat ini. Pada 2019, Putin menjelaskan bahwa ia percaya Rusia dan Ukraina adalah sebuah kesatuan; Satu warga. Satu negara.
“Rusia dan Ukraina sama. Kita adalah satu warga. Bahkan sejatinya, satu negara. Tidak ada lagi yang akan melihat kita sebagai sesuatu yang berbeda ketika daerah-daerah Ukraina sudah kembali ke Rusia. Nantinya, kita semua adalah warga Rusia,” kata Putin seperti dikutip AP.
Upaya Putin untuk menguasai kembali Ukraina juga tidak lepas dari penolakannya terhadap NATO, alias Organisasi Pertahanan Atlantik Utara. Sejak merdeka pada 1991, Ukraina tumbuh demokratis. Pada 1995, mereka mulai menjalin kerjasama dengan NATO, tapi belum menjadi anggota. Ukraina gerakan anti-pemerintah, termasuk yang pada akhirnya membuat Yanukovych pergi ke Rusia.
Yanukovych mengaku NATO memang penting untuk Ukraina, namun dirinya puas dengan status non-anggota yang dimiliki negaranya. Keputusan Yanukovych tersebut membuat dirinya semakin disayangi oleh Putin. Pasalnya, jika Ukraina bergabung dengan NATO, Rusia tidak lagi memiliki pengaruh besar di negara tersebut. Padahal, Ukraina penting bagi ekonomi Rusia.
Letaknya yang strategis membuat Ukraina memiliki peran penting dalam penyaluran gas Rusia ke negara Eropa lainnya. Cadangan minyak dan gas Ukraina juga banyak, membuat Putin tidak ingin negara tersebut berada dalam pengaruh NATO yang kuat ‘pemikiran barat’.
Menurut laporan Vox, Rusia sudah mengajukan permintaan resmi kepada NATO, menolak Ukraina menjadi anggota NATO dan menarik pasukan NATO yang ada di Rusia. Akan tetapi, permintaan itu ditolak, NATO justru mengancam balik Rusia, dan mengatakan jika mereka berani menyerang Ukraina balasan pun harus siap untuk diterima.
Klub Sepakbola Jadi Korban Agresi Militer
Agresi militer Rusia ke Ukraina sudah mempengaruhi sepakbola di sana sejak saat itu. Raksasa Ukraina Shakhtar Donetsk harus meninggalkan Donbass Arena karena wilayah tersebut sudah menjadi medan perang, FC Dnipro juga bernasib sama. Di tengah kampanye terbaik mereka, menembus final UEFA Europa League 2014/2015, Dnipro harus main 400 kilometer dari rumah mereka dan berbagi Stadion Olimpiade Kyiv bersama Shakhtar Donetsk.
Walaupun pada akhirnya kalah 2-3 dari Sevilla di partai puncak, Manajer FC Dnipro Myron Markevych mempersembahkan pencapaian anak-anak asuhnya ke final UEFA Europa League untuk para warga Ukraina Timur.
“Setiap hari korban jiwa berjatuhan. Mereka yang sedang berjuang di sana, mungkin hari ini menyaksikan pertandingan kami. Saya ingin kalian tahu bahwa kami juga bermain untuk kalian. Semua pemain tahu itu, kemenangan ini kami persembahkan untuk kalian, terutama para anggota Operasi Anti-Teror,” kata Markevych setelah dipastikan lolos ke final.
Kenyataanya, hingga kini pencapaian tersebut adalah kado terakhir FC Dnipro untuk suporter mereka dan juga warga Ukraina Timur. Dijerat hukuman larangan tampil di kompetisi antar klub Eropa hingga 2019 karena melanggar Financial Fair Play (FFP), FC Dnipro gagal bangkit dari krisis, dan dibubarkan.
FC Dnipro lahir kembali sebagai SC Dnipro-1, namun mereka tidak lagi seperti dulu. Keberadaannya dipertanyakan, bukan lagi kebanggan masyarakat.
Ketegangan politik kedua negara membuat beberapa kebijakan pun diambil para penguasa sepakbola. UEFA melarang klub Ukraina dan Rusia bertemu apabila mereka tampil di kompetisi yang sama. Rusia yang sebelumnya merupakan salah satu negara pemasok pemain terbanyak di Liga Ukraina tidak lagi digunakan jasanya. Perlahan, 17 pemain Rusia yang ikut mewarnai divisi tertinggi Ukraina pada musim 2013/2014 mulai dipulangkan ke negaranya, atau dijual ke klub lain. Sampai pada akhirnya tidak ada satupun pemain Rusia yang membela klub Ukraina di musim 2021/22.
Tim Nasional Ukraina juga mulai membatasi diri dengan pemain-pemain yang tampil di Liga Rusia. Saat Piala Eropa 2016, ada tiga pemain Ukraina yang bermain untuk tim Rusia: Bohdan Butko (Amkar Perm), Yevhen Seleznyov (Kuban Krasnodar), dan Oleksandr Zinchenko (Ufa). Di Piala Eropa 2020, tak satupun pemain Liga Rusia yang dipanggil ke timnas.
Zinchenko sudah pindah ke Manchester City dan tetap dibawa. Butko dan Seleznyov sudah memasuki akhir karier mereka sehingga kehilangan tempat terlepas klub yang dibela. Tapi Ivan Ordets (Dynamo Moscow) dan Yaroslav Rakitskiy (Zenit St. Petersburg) yang tampil cukup impresif untuk klub masing-masing tidak mendapatkan tempat karena bermain di Rusia.
“Saya sudah mengatakannya berkali-kali Yaroslav [Seleznyov] merupakan salah satu pemain dengan kaki kiri terbaik di Eropa. Situasi seperti saat ini (perang Rusia-Ukraina) bisa dimaklumi mengapa ia akhirnya tidak dipanggil. Kami hanya bisa berharap ini segera selesai sembari berusaha memainkan sepakbola terbaik kami di sini (Rusia),” aku Ordets.
Seleznyov dan Ordets terakhir dipanggil ke Timnas Ukraina pada 2018. Ketika mereka masih main di Ukraina. Bahkan menurut Transfermarkt, selepas Piala Eropa 2016, tidak ada lagi pemain Ukraina dari Liga Rusia yang mendapatkan tempat di Timnas.
Dalam dunia sepakbola, Ukraina dan Rusia sebenarnya sering menguntungkan satu sama lain. Berdasarkan data Transfermarkt Liga Ukraina sejauh ini sudah pernah memberikan kontrak untuk142 pemain Rusia. Hanya Brasil yang mengirim pemain lebih banyak dibandingkan Rusia ke Liga Ukraina. Sementara Ukraina merupakan importir terbanyak ke Liga Rusia (521 pemain). Akan tetapi dengan konflik yang semakin panas, tren itu bisa mengalami perubahan.
“Main di Rusia dengan gaji tinggi? Itu pertanyaan bagus, tapi dengan kondisi seperti sekarang saya bisa mengatakan tidak. 100% tidak, saya sudah memiliki semua yang dibutuhkan di sini. Bagi saya itu cukup,” kata penyerang Benfica jebolan Dynamo Kyiv Roman Yaremchuk.
Mengharapkan Perdamaian
https://twitter.com/Yarmolenko_7/status/1496666193930895361
Situasi antara Rusia dan Ukraina saat ini mencuri perhatian dunia. Ada yang seakan melihat kejadian ini sebagai awal dari perang dunia ketiga, memberikan semangat kepada tentara Ukraina, sampai menyebut Putin sebagai reinkarnasi Adolf Hitler. Contohnya, penyerang senior Roman Zozulya yang kini bermain di divisi dua Spanyol.
Namun mayoritas lebih mengedepankan pesan keselamatan dan kedamaian. Mulai dari legenda Ukraina, Andriy Shevchenko, penyerang Persipura Jayapura, Yevhen Bokhashvili, sampai Andriy Yarmolenko, gelandang kelahiran Rusia yang dinaturalisasi Ukraina pun menyudahi hiatusnya di media sosial untuk mengajak para pengikutnya berdoa.
Mantan bek Kroasia yang besar bersama Shakhtar Donetsk, Dario Srna, pun percaya semua akan baik-baik saja. “Ukraina sudah melewati satu perang. Ini kali kedua, tapi saya percaya semua baik-baik saja. Entah kapan, tapi kami yakin ini akan segera berakhir. Kami bahkan tak mencari apartemen dan tetap di hotel. Kami percaya semua akan kembali normal dan saya menunggu saat di mana kita bisa bangun dan berkata: Saatnya kembali ke Donbass. Sudah enam tahun kita meninggalkan Donbass, bayangkan bagaimana rasanya saat hari kalimat itu keluar dari mulut kita,” kata Srna yang kini menjabat sebagai direktur olahraga Shakhtar Donetsk.
Liga Ukraina yang dijadwalkan akan kembali dari masa libur tengah musim pada 27 Februari juga akan tetap berlangsung. Menurut Andrew Todos, jurnalis dengan spesialisasi sepakbola Ukraina, keputusan untuk melanjutkan liga sesuai jadwal dilihat sebagai salah satu cara menurunkan tensi.
“Pesan yang disampaikan kepada masyarakat Ukraina saat ini adalah tetap tenang dan melanjutkan kehidupan. Masyarakat sedang khawatir dan sepakbola membantu mereka mendapatkan sedikit ketenangan,” jelasnya kepada Sportsmail.
https://twitter.com/panditfootball/status/1496790932192038912
Desakan Untuk UEFA dan FIFA
Meski sepakbola Ukraina direncanakan akan terus berjalan seperti biasa, agenda sepakbola lainnya sudah mulai merasakan gangguan. Berbagai pihak dari Asosiasi Sepakbola Polandia hingga Pemerintahan Inggris meminta UEFA serta FIFA untuk segera mencoret Rusia dari daftar penyelenggara agenda sepakbola. Baik itu kualifikasi Piala Dunia ataupun final Liga Champions 2021/22.
“Tidak mungkin Rusia mengadakan acara olahraga jika melihat bagaimana mereka melakukan invasi ke negara lain. Kami memiliki kekhawatiran yang serius terkait penyelenggaraan acara olahraga di Rusia, termasuk menggelar final Liga Champions. Kami tidak akan membiarkan Putin mengeksploitasi acara olahraga dan kebudayaan sebagai legitimasi aksinya melakukan invasi ke Ukraina,” kata Juru Bicara Pemerintah Inggris.
Asosiasi Sepakbola Ukraina juga menyampaikan pesan serupa. Mereka bahkan sudah melakukan kontak dengan FIFA untuk meminta kepastian tentang memindahkan tempat penyelenggaraan kualifikasi Piala Dunia yang seharusnya berlangsung di Moscow bulan depan.
“Kami memahami ancaman yang ada akibat situasi saat ini. Kami ingin menjaga para pemain agar tetap selamat, optimal, dan kondusif dalam persiapan mereka untuk pertandingan internasional,” kata Asosiasi Sepakbola Polandia dikutip Guardian.
Menurut Guardian, UEFA siap untuk mencopot status Rusia sebagai tuan rumah final Liga Champions. Namun hingga saat ini, belum ada keputusan dari pihak-pihak terkait. Apapun alasannya, keselamatan dan kedamaian sudah selayaknya menjadi prioritas para pemegang kekuasaan. Pasalnya, sepakbola juga tidak akan bisa hidup tanpa nyawa masyarakat di sekitarnya.
Sumber lain: New York Times
Komentar