Oleh: M. Yusuf Adikusuma
Sudah banyak diceritakan kisah-kisah keajaiban bak Cinderella di dunia olahraga melalui layar lebar. Lazimnya nyaris semua bertutur tentang sesuatu yang mulanya dipandang sebelah mata lalu menjelma menjadi pemenang pada akhirnya. Bumbu seperti ini kerap disajikan demi menguras emosi dan menambah motivasi bagi penonton.
Bermula dari keisengan saya mencari referensi film bertema olahraga di dunia maya, lalu mata saya mengarah kepada satu poster yang berjudul “Sommeren ’92” yang menyebutkan diproduksi oleh Denmark. Tanpa berpikir panjang saya sudah tahu tema apakah film ini.
Sebagai penggemar sepakbola sudah barang tentu paham apa yang terjadi pada 1992. Sommeren sendiri Bahasa Denmark untuk Summer alias musim panas. Ya, tepatnya di Swedia dan pada saat musim panas itulah cerita dongeng bak Cinderella berlangsung. Sebuah negara kecil yang awalnya tidak lolos kualifikasi Piala Eropa mendadak menggantikan Yugoslavia yang sedang berkutat dengan perang saudara kemudian kita tahu apa yang terjadi. Negara yang beribukota Kopenhagen itu keluar sebagai kampiun Eropa.
Film besutan Kasper Barfoed ini diproduksi pada 2015 dengan menghadirkan bintang-bintang top di Negeri Hans Christian Andersen tersebut. Ulrich Thomsen memainkan peranan utama sebagai pelatih kesebelasan negara Denmark ketika itu: Richard Møller Nielsen. Aktor kelahiran 1963 ini tercatat pernah membintangi film produksi Hollywood diantaranya franchise James Bond, The World Is Not Enough (2000), Hitman (2007) dan Season of the Witch (2011).
Kemudian ada bintang serial Game of Throne yang sedang digandrungi, Birgitte Hjort Sørensen, yang bermain sebagai Minna Vilfort, istri dari salah satu pencetak gol di partai puncak kala Denmark melawan Jerman, Kim Vilfort.
Untuk menyaksikan film ini mustahil dilakukan di bioskop tanah air. Mencarinya dalam bentuk format DVD juga dipastikan akan sulit meski bajakan sekalipun. Oleh sebab itu saya mencari tautan streaming seperti kebanyakan netizen. Beruntung akhirnya ada yang tersedia dengan terjemahan bahasa Inggris.
Cerita diawali dengan kasak-kusuk Dansk Boldspil-Union (DBU, Asosiasi Sepak Bola Denmark, setara dengan PSSI di Indonesia) mencari pengganti pelatih kesebelasan negara setelah Sepp Piontek yang mengundurkan diri. Petinggi DBU sepertinya tidak menginginkan Richard Møller Nielsen lantaran menginginkan pelatih asing. Meskipun demikian pilihan tetap jatuh kepada Ricardo (sapaan akrab Nielsen) yang memilkul beban berat Denmark untuk lolos ke Piala Eropa 1992.
Film ini menggambarkan sosok Ricardo sebagai pelatih yang penuh persiapan dan teguh pada pendiriannya. Selain itu, dirinya juga mengerti kondisi dan kemauan anak asuhnya. Salah satu contohnya ketika mengizinkan Kim Vilfort kembali pulang menemui anak perempuannya, Line, yang sedang berjuang menghadapi leukemia jelang menghadapi Perancis dalam perjuangan lolos dari fase grup.
“Ini hanya sepakbola,” begitu pesan Ricardo kepada Vilfort mengingat keluarga lebih penting di atas segalanya.
Kim Vilfort memang kembali ke timnya menjelang partai semifinal melawan Belanda bahkan membuat satu gol ke gawang Bodo Illgner di partai puncak. Namun, tak lama setelah kegemilangan di Stadion Ullevi, kota Gothenburg tersebut, putrinya yang masih berumur tujun tahun itu akhirnya menyerah dengan penyakitnya. Sepeninggal sang putri, pemain yang bermain 77 kali untuk Denmark itupun menjadi aktif dalam kegiatan sosial melawan leukemia.
Keteguhan hati Ricardo juga terlihat di kala menghadapi ego bintang besar Denmark, Laudrup bersaudara, Michael dan Brian. Bakat terbesar dalam sejarah sepakbola Denmark ini merasa tidak cocok bermain dalam sistem yang diterapkan dianggap kuno dan berujung pengunduran diri kedua bersaudara dari tugas negara selama Ricardo masih menjabat.
Selain itu sang pelatih masih harus berjuang memeroleh rasa hormat dari para pemain. Ia harus menghadapi berbagai masalah kedisiplinan anak didiknya. Hal tersebut menyebabkan Denmark harus puas menempati peringkat kedua kualifikasi grup di bawah Yugoslavia. Kala itu hanya juara grup saja yang lolos ke putaran final di Swedia sehingga hasil ini membuat negeri kerajaan ini gagal lolos.
Ketika Denmark ditunjuk sebagai pengganti Yugoslavia, Ricardo cukup kerepotan mempersiapkan tim dalam waktu sepuluh hari. Beberapa pemain sudah tak lagi fokus karena saat itu mereka tengah menjalani masa libur kompetisi. Di sisi lain, Ricardo butuh pemain yang mau bergabung dan siap menghadapi turnamen. Yang paling mengejutkan adalah bersedianya Brian Laudrup untuk kembali memperkuat negaranya.
Perjalanan Denmark di babak grup dilalui dengan tidak mudah. Bahkan, Denmark nyaris tersingkir andai saja tidak mampu mengalahkan Perancis. Di bawah bayang-bayang pesimisme seantero negeri termasuk pemainnya sendiri, Ricardo mampu membalikkan keadaan itu. Tanpa disangka, suasana tim semakin bergairah. Agar lebih menambah motivasi sang pelatih pun tak segan memberikan apa yang pemain mau, termasuk menjanjikan para istri akan tinggal sekamar dengan mereka bila mampu melenggang ke final.
Sommeren ’92 merupakan bentuk penghormatan kepada Richard Møller Nielsen yang telah berpulang selamanya pada 2014 lalu. Sepanjang hayatnya, gelar juara Eropa 1992 adalah torehan terakbar dari sosok kelahiran 1937 ini. Fotonya yang mengusung bendera Dannebrog setelah memastikan gelar juara bagi Denmark terpampang di akhir film.
Beberapa cuplikan footage khususnya rekaman pertandingan asli dipergunakan dalam film ini dengan sedikit rekonstruksi dari para aktor. Johannes Larsen yang berperan sebagai Kent Nielsen harus ditopang dengan matras agar tidak mengalami cedera ketika karakter aslinya melakukan bicycle kick mencegah pemain Jerman mencetak gol. Gustav Giese yang menjadi Peter Schmeichel juga dituntut sang sutradara untuk menjadi galak di lapangan sebagaimana yang kita kenal selama ini. Namun disayangkan saya tidak menemukan jiwa The Great Dane sepenuhnya dari sang aktor. Kendati demikian, ia mengulangi adegan penyelamatan penalti Marco Van Basten dan juga tandukan Jürgen Klinsmann dengan baik.
Sementara itu, Cyron Melville yang diplot sebagai Brian Laudrup nyaris menolak tawaran yang diberikan sampai ia mendapatkan replika sepatu asli yang digunakan legenda Denmark itu sepanjang Piala Eropa 1992. Bahkan, pria yang juga bermain dalam film A Royal Affair ini memamerkan kemampuannya dalam juggling bola di film ini.
Secara umum Sommeren ’92 sukses menapaktilasi perjuangan kesebelasan negara Denmark menggapai puncak prestasinya. Situs referensi film seperti IMDb pun memberikan tiga setengah bintang, dengan rating 7,1. Di tengah perhelatan akbar kompetisi antarnegara Eropa yang sedang berlangsung di Perancis, bukan tidak mungkin kita mendapati cerita bak dongeng seperti Denmark di Piala Eropa 1992. Tak dipungkiri ajang empat tahunan ini kerap melahirkan cerita serupa. Kita tinggal menunggu kisah mana lagi yang hendak diangkat ke layar lebar. Yunani 2004 barangkali?
*Penulis adalah Abdi Negara yang menyukai sepakbola. Tinggal di Pekanbaru. Berakun twitter @AbangGhanteng
foto: youtube.com
Komentar