Di Piala Asia 2023, Indonesia akan menghadapi negara berperingkat 20 Ranking FIFA sekaligus nomor satu di Asia. Ya, Jepang! Pada Piala Dunia 2022 lalu, mereka berhasil mengalahkan Jerman dan Spanyol.
Bahkan, di laga FIFA Matchday, Jepang kembali mengalahkan Jerman dengan skor 4-1! Di Piala Asia nanti, Indonesia akan bersua Jepang pada 24 Januari 2024 di laga terakhir fase grup. Jepang tentu menjadi kandidat kuat juara Piala Asia.
Sementara Indonesia, merupakan tim nasional sepak bola yang sedang mencoba membangun kekuatan di Asia. Persiapan Indonesia menuju Piala Asia 2023 pun sangatlah panjang. Dalam persiapan itu juga sepak bola Indonesia memanfaatkan Jepang demi kemajuan.
Tepatnya pada Mei 2023 lalu, ketika PSSI bekerja sama dengan Jepang dalam beberapa poin, seperti kualitas wasit dan sepakbola perempuan. Namun demi berbicara banyak di Piala Asia 2023, memasok skuad dengan kekuatan pemain-pemain naturalisasi, seperti menjadi hal utama.
Cara itu seolah menjadi sebuah jalan pintas demi skuad yang berkualitas. Tengok saja jajaran pemain-pemain Indonesia saat ini dihuni oleh tujuh pemain naturalisasi. Jordi Amat, Sandy Walsh, Shayne Pattynama, Ivar Jenner, Rafael Struick, Marc Klok, dan Stefano Lilipaly, menjadi wajah asing di skuad Indonesia era kepelatihan Shin Tae-yong.
Baca Juga:Problem Finansial PSM: Respon PSSI dan PT LIB, Serta Pertimbangan Memakai Salary Cap
Shin bukannya tidak pernah meminta secara langsung proses naturalisasi. Sebagai pelatih, tentu ia ingin mempunyai pemain berkualitas di dalam timnya. Pada Februari 2023 lalu, dia pernah secara langsung meminta kepada Presiden RI, Joko Widodo, untuk mempercepat proses naturalisasi. Khususnya pemain yang saat itu dipersiapkan untuk Piala Dunia U-20.
"Memang proses naturalisasi U-20 sedikit terlambat dan saya mohon perhatiannya dari Pak Presiden, tiga pemain ini (Ivar Jenner, Rafael Struick, dan Justin Hubner) harus cepat bergabung barulah kita membuat tim yang baik. Jujur sampai saat ini memang sangat kurang waktunya buat membuat tim yang baik," ujar Shin seperti dilansir dari detik.com.
Dari tiga nama yang diajukan Shin, hanya Hubner yang gagal terealisasi. Desakan Shin untuk menggunakan pemain naturalisasi memang tidak lepas dari keinginannya untuk mencapai prestasi.
Apalagi sistem pembinaan dan liga yang ada di Indonesia seperti tidak mampu menyediakan pemain sesuai kriteria Shin. Mengingat pondasi jangka panjang pembinaan kelompok umur terstruktur, belum mendapatkan prioritas besar.
Padahal PSSI memiliki gagasan pembinaan bernama EPA (Elite Pro Academy). Seyogyanya, EPA menjadi kawah candradimuka bagi pemain-pemain muda untuk mendapatkan jam terbang.
Direktur Operasional PT LIB (Liga Indonesia Baru), Asep Saputra, mengatakan EPA akan dimulai sekitar pekan keempat September. “Sekitar pekan keempat September, dan periode kompetisinya September sampai Maret (2024)," terang Asep kepada redaksi Pandit Football.
Bayangkan, akan menarik melihat bibit-bibit pemain baru hasil dari bergulirnya EPA U-16 sampai U-20. Namun jika melihat jangka waktu antara bergulirnya EPA dengan Piala Asia 2023, rasanya terlalu sempit sekali.
Jika berkaca dengan Jepang yang pernah menjajah Indonesia, timnas itu pun pernah melakukan naturalisasi kepada pemain asal Brasil bernama Ruy Ramos. Ia juga berhasil mempersembahkan gelar juara Piala Asia 1992 untuk Jepang.
Namun setelah langkah naturalisasi itu berbuah prestasi, Jepang pun mengimbanginya dengan langkah-langkah strategis lain. J League baru dibentuk pada 1993 dengan kesadaran bahwa klub harus berakar dari komunitas lokal.
Maka dari itu Jepang tidak ragu mencoba kejuaraan antar SMA karena pendidikan formal dianggap sebagai hal yang sangat penting oleh pemuda. Selain itu, Jepang juga memiliki cetak biru bernama Visi Seratus Tahun yang diterapkan bagi klub-klub J League 2 dan J League 3.
Visi ini mencakup berbagai hal, mulai dari infrastruktur, keuangan yang sehat, hingga mengatur perusahaan yang mengorganisir klub. Dengan itu semua bukan rahasia lagi jika Jepang tidak pernah absen dari Piala Dunia sejak 1998.
Penampilan tim berjuluk Samurai Biru itu pun mampu menyaingi negara-negara Eropa. Bahkan Visi Seratus Tahun itu juga menargetkan Jepang menjuarai Piala Dunia 2092.
Naturalisasi Jay Idzes di Stok Belakang yang Melimpah
Terbaru, PSSI berencana menaturalisasi Jay Idzes yang sebelumnya berstatus warga negara Belanda. Diharapkan jika Jay bisa menambah variasi kebutuhan pemain dalam taktik Shin.
“Saya berharap penambahan kekuatan tim nasional menjadi sebuah keberlanjutan karena kami tahu kami sudah punya pemain seperti Marselino, Arhan, Asnawi, Elkan, Ivar, Rafael, ini bagus, kalau Jay Idzes benar-benar bergabung nambah bagus,” kata Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, seperti dilansir dari Kumparan.
Erick memang tidak secara langsung menyebut bahwa pemain naturalisasi itu atas rekomendasi dari Shin. Sementara Anggota Komite Eksekutif PSSI, Arya Sinulingga, mengatakan naturalisasi Jay atas restu dari pelatih.
Ia juga menegaskan bahwa PSSI hanya bersedia menaturalisasi pemain-pemain yang memang berkelas. "Pelatih yang tetap akan kita tanya. Nggak boleh dong kalau kita ajukan tapi pelatih nggak butuh. Harus ada kebutuhan juga. Beberapa bulan lalu Shin Tae-yong ke Eropa untuk melihat pemain-pemain itu," kata Arya.
Jay sendiri merupakan pemain posisi bek tengah yang memperkuat Venezia di Serie-B 2023/24. Sebelumnya, Jay sempat berkiprah bersama Go Ahead Eagles dan sempat mencicipi atmosfer Eredivisie.
Di luar kiprah seorang Jay, Indonesia sendiri memiliki stok bek tengah yang sangat melimpah. Baik itu pemain asli maupun naturalisasi yang juga menjadi andalan di klubnya masing-masing.
Sebelumnya, sudah ada nama Jordi Amat sebagai pemain naturalisasi. Bek tengah yang saat ini bermain di Johor Darul Ta’zim itu menjadi andalan di lini pertahanan Garuda. Selain Amat, ada juga Elkan Baggott, pemain Ipswich Town berusia 20 tahun yang menjadi masa depan lini belakang Indonesia bersama Rizky Ridho.
Sedangkan dari Liga 1, muncul nama Fachruddin Aryanto dan Rizki Ridho. Fachruddin bersama Madura United dan Ridho bersama Persija Jakarta. Selain itu, masih ada nama lain yang pernah dipanggil Shin, yakni Andy Setyo (Persikabo 1973), Hansamu Yama (Persija) dan Wahyu Prasetyo (PSIS Semarang). Nama terakhir menjalani debutnya kala Indonesia mengalahkan Turkmenistan dengan skor 2-0 di Gelora Bung Tomo, Surabaya (8/9).
Kementerian Pemuda dan Olahraga
Berbicara soal naturalisasi, memang tidak lepas dari Tenaga Ahli Bidang Potensi Pemuda dan Diaspora. Dalam persoalan ini, Hamdan Hamedan bertugas mengidentifikasi dan mendar atlet diaspora Indonesia yang berkoordinasi dengan federasi cabang olahraga terkait.
"Setahu saya, inilah kali pertama database atlet diaspora dikerjakan secara terstruktur untuk kemajuan olahraga nasional," terang Hamdan kepada redaksi Pandit Football dalam keterangan tertulis.
Hamdan juga menerangkan pihaknya sudah mengidentifikasi 300 pesepakbola diaspora Indonesia. Artinya, peluang untuk menaturalisasi secara besar-besaran, sangat terbuka bagi Timnas Sepak Bola Indonesia.
Padahal, Jika menelisik Inpres No 3 Tahun 2019 Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional, naturalisasi ini tidak disebutkan oleh Inpres tersebut sebagai salah satu tugas pokok Kemenpora.
Hamdan menyebut jika naturalisasi adalah penyempurna dalam konsep `4 sehat 5 sempurna`. Sebelum naturalisasi, ada aspek lain yang menurutnya harus terlebih dahulu dipenuhi, yakni talenta sepakbola berbakat, pelatih yang kompeten, klub yang menaungi dan mengembangkan talenta tersebut, kompetisi yang berkualitas dan sehat serta kompetitif.
"Pemanfaatan tersebut tentunya mencakup naturalisasi, walaupun lagi-lagi tidak semua atlet diaspora itu adalah WNA. Ada juga yang WNI sehingga tidak perlu dinaturalisasi. Arahan dari Bapak Menpora Dito adalah untuk fokus pada atlet diaspora kita yang berkewarganegaraan Indonesia atau berkewarganegaraan ganda terbatas, WNI dan WNA hingga 21 tahun," kata Hamdan.
***
Jumlah 300 pemain pantauan sebagai diaspora atlet Timnas Sepak Bola Indonesia, tentu terlalu banyak bagi kesebelasan yang bermain di lapangan. Alangkah baiknya jika PSSI lebih bijak dalam memilih fokus pembangunan sepak bola Indonesia saat ini, seperti kompetisi kelompok umur dan piramida liga utama kita.
Bukan berarti proses Naturalisasi adalah sebuah larangan. Namun diharapkan jika PSSI bisa menempatkan konteks naturalisasi lebih bijak di waktu yang tepat. Layaknya Jepang bersama Ramos yang kemudian menciptakan konsistensi aturan liga yang bermanfaat bagi timnas.
Ketika Jepang memiliki angan-angan untuk menjuarai Piala Dunia 2092, Indonesia mungkin masih berangan-angan masuk ke Piala Dunia dengan situasi tak beraturan seperti sekarang. Maka PSSI wajib memiliki visi sepak bola Indonesia ke depan yang lebih matang.
Bukan hanya sekadar menaturalisasi secara asal-asalan karena disokong kompetisi jangka panjang yang berantakan. Sebab naturalisasi bukanlah satu-satunya jalan pintas menuju prestasi.
Komentar