Kedatangan Radja Nainggolan ke Liga 1 bukan hanya meramaikan bursa transfer paruh musim Liga 1, tapi juga nilai kontraknya yang mahal.
Rabu (29/11), COO Bhayangkara FC, Sumardji, mengonfirmasi perekrutan mantan pemain AS Roma itu kepada redaksi Panditfootball. Sementara The Guardian baru merilis kedatangan Nainggolan secara resmi empat hari kemudian, tepatnya Minggu (3/12).
Dilansir dari CNN Indonesia, Sumardji mengatakan harga kontrak Nainggolan selama enam bulan lebih dari Rp5 Miliar dan sudah disepakati bersama BNI selaku sponsor klub. "Nilai yang kami sepakati memang boleh dikatakan cukup besar dalam setengah musim, (yaitu) 5 sekian miliar rupiah dan tentu angka itu merupakan kesepakatan dengan sponsor (BNI)," ujar pria yang juga anggota Komite Eksekutif PSSI itu.
Nilai Kontrak Yang Mahal di Indonesia
Terlepas dari Nainggolan pernah membela klub-klub Serie A–yang termasuk lima besar liga domestik di Eropa–beberapa pesepakbola yang pernah menjajal Liga 1 dan liga domestik luar negeri mengakui gaji selama merumput di Indonesia lebih besar.
Mengutip pernyataan Asnawi Mangkualam dalam podcast di channel Youtube Sport77 (14/9), perbandingan gaji Liga 1 dengan K League 2 adalah 100 banding 20 sampai 30. Pemain yang pernah membela PSM Makassar dan kini berseragam Jeonnam Dragons itu pun mengamini intensitas Liga Korea lebih ketat sehingga menuntut fisik yang selalu prima.
“Tekanan di sana (K League) tinggi, harus banyak lari, dan kekuatan fisik diutamakan. Sangat jauh dengan di Indonesia, menit 70 udah banyak (pemain) yang jalan-jalan (sudah lelah berlari). Di sana menit 70 malah intensitas makin tinggi,” ujar kapten tim nasional Indonesia itu.
Pernyataan senada disampaikan pula oleh Witan Sulaeman dan Egy Maulana Vikri yang sedang merumput di Liga Super Slovakia, dalam reportase BBC Indonesia kala mengunjungi dua punggawa timnas Indonesia itu, setahun yang lalu (22/12/22).
“Pernah saya berpikir, aduh ngapain di Eropa, lebih baik berkarir di Indonesia, dapat gaji lumayan dan dapat fasilitas gampang. Cuma saya berpikir lagi, kalau main di Indonesia, seperti nggak ada tantangan, jadi ya lebih bagus di Eropa,” ujar Witan, yang saat itu mengisi pos sayap kiri AS Trencin, kepada BBC Indonesia.
Sementara menurut Egy, pendapatan bermain di Eropa bisa lebih tinggi jika berusaha lebih keras. ”(Sebagai) pemain Asia (yang merantau) ke Eropa, jujur saja finansial kecil tapi masih mencukupi. Cukup untuk hidup sederhana di sini. Kalau ingin lebih baik, harus membuktikan menjadi yang terbaik, setelah itu bakalan lebih tinggi lagi,” terang mantan pemain FC ViOn Zlaté Moravce itu.
Taisei Marukawa, pemain terbaik Liga 1 musim 2021/2022, juga pernah membocorkan soal gaji ketika berbincang-bincang dalam channel Youtube Shunsuke Nakamura (16/4/22). Marukawa yang saat itu baru hijrah dari Persebaya Surabaya ke PSIS Semarang mengatakan tawaran dari klub Indonesia bisa sampai puluhan kali dibandingkan klub-klub Eropa. Sebelum dipinang Bajul Ijo, Marukawa memang sempat bermain di Liga 2 Malta dan Liga 1 Latvia.
Nakamura yang sama-sama pernah merasakan iklim sepakbola Indonesia bersama Persela Lamongan bahkan terang-terangan menyebutkan bahwa gaji Marukawa setara pemain top Urakawa Red Diamonds, salah satu klub di J1 League. Jika merujuk pada situs salarysports.com, pemain bernilai kontrak tertinggi di klub tersebut tahun 2023 dihargai sekitar Rp250 juta perbulan.
“Gaji tahun pertama di Malta sedikit sekali, cukup untuk hidup saja. Setelah transfer ke tim lain (gaji saya) lebih banyak, tapi bukan banyak sekali juga,” demikian pengakuan Marukawa.
Dalam video berdurasi 18 menit itu, Nakamura sempat menyebutkan gaji ketika belum punya pengalaman lalu mulai bermain di Eropa, setara dengan penghasilan dari pemain kasta ketiga Jepang yang merumput sambil bekerja sampingan. Mantan gelandang yang kini beralih profesi menjadi agen pesepakbola itu kemudian membandingkan dengan berkarir di Asia Tenggara, “Dulu saya sempat bingung. Antara bermain di Eropa untuk level yang lebih tinggi, atau ke Asia Tenggara untuk gaji yang lebih besar,” katanya.
“Jujur kalau masih 20 tahun saya tetap di Eropa. Tapi waktu itu sudah 24 tahun, rasanya saya lebih baik mencari uang sebisa mungkin dan memutuskan pindah ke Liga Asia,” aku Marukawa menanggapi pernyataan Nakamura.
Tentunya nilai kontrak fantastis menjadi magnet tersendiri, terutama bagi pemain asing yang mendapat tawaran dari klub-klub Liga Indonesia. Dengan intensitas permainan yang relatif santai, dibandingkan dengan liga-liga Eropa dan sepakbola Asia Timur seperti Jepang dan Korea Selatan, mereka berpotensi berpenghasilan tinggi. Ditambah jika membandingkan nilai kontrak tersebut dengan upah minimum kota setempat.
Sebenarnya tidak ada kewajiban transparansi gaji pemain maupun neraca keuangan bagi klub sepakbola di Indonesia. Jika melihat platform Transfermarkt pun, detail berita maupun rumor kepindahan pesepakbola Liga 1 hanya mencantumkan harga pasar, tanpa memuat nilai kontrak maupun negosiasi transaksi antara dua klub. Sejumlah pemain atau klub juga sering enggan menyebutkan nominalnya langsung. Namun mahalnya kontrak pesepakbola Indonesia terutama di Liga 1, sudah mendapat konfirmasi beberapa pihak.
Candra Wahyudi, manajer Persebaya Surabaya, bahkan menyebut rentang angka kontrak pemainnya, saat diundang ke podcast MAINBASKET (19/3/21). “Kalau rata-rata masih di puluhan juta (rupiah). Jangan kaget ya. Pemain asing di kisaran 250-300 juta (rupiah) sebulan. Untuk pemain lokal, (gaji) terbesar yang pernah saya lihat di tim saya antara 130-150 (juta rupiah).”
Pembayaran gaji pesepakbola, terang Candra dalam video yang diunggah di Youtube tersebut, dibayarkan sesuai kontrak yang disepakati di awal kedatangan pemain yang bersangkutan. Kontrak pemain memuat detail mengenai durasi kontrak, keuangan, fasilitas, bonus, dan gaji bersih, lengkap dengan periode pembayaran selama pemain memberikan jasanya.
Candra menambahkan selama dia menangani Green Force, gaji terkecil yang dibayarkan pasti di atas Upah Minimum Kota (UMK) Surabaya, yang saat itu berada di angka Rp4 juta. “Pemain yang gak masuk line-up (sebelas pertama dan cadangan), ya segitu,” jelasnya kepada host MAINBASKET.
Tunggakan Gaji Pemain PSM Makassar
Hasil negosiasi kontrak tentu menjadi bentuk komitmen antara pemain dan klub. Ironis, belum lama ini, ada isu keterlambatan pembayaran gaji yang disuarakan juru taktik PSM Makassar, Bernardo Tavares. Dilansir dari CNN Indonesia (7/12), Tavares mengeluhkan persiapan melawan Bhayangkara FC tidak sempurna akibat masalah finansial. Anak asuhnya dikabarkan belum menerima gaji selama dua sampai tiga bulan. Bahkan keterlambatan ini juga dirasakan staf, yang upahnya tertahan hingga lima bulan.
Keluhan Tavarez di bulan Desember ini, adalah kedua kalinya pelatih berkebangsaan Portugal itu menyuarakan isu tersebut. Pada bulan September, beberapa pemain PSM turut angkat suara di media sosial menyindir Juku Eja yang belum memenuhi hak mereka. Saat itu Tavarez sampai mengumumkan lelang koleksi pribadinya saat konferensi pers menjelang laga kontra PS Barito Putera (14/9) untuk membantu staf PSM.
Baca juga Problem Finansial PSM: Respon PSSI dan PT LIB, Serta Pertimbangan Memakai Salary Cap
Kontradiksi antara nominal gaji yang fantastis dengan kondisi klub yang kewalahan menangani finansial kemudian menjadi isu tersendiri di kalangan insan sepakbola nasional. Meskipun PSM tidak memublikasi pengeluaran dan pendapatan bursa transfer paruh musim yang berlangsung di bulan November, klub tertua di tanah air itu baru saja belanja empat pemain dan melepas tiga pemain lainnya.
Masih dari sumber yang sama, Candra berkomentar soal isu belanja yang melanda klub Liga 1, ketika mereka “jor-joran” meminang pemain berkelas namun berakhir dengan kesulitan finansial. “Kita lihat kasus Sriwijaya FC, tahun 2018 dia membangun ‘dream team’, pemain-pemain terbaik baik asing maupun lokal semuanya dibeli. Tapi kita tahu pertengahan musim (Sriwijaya) udah kolaps. Akhirnya paruh musim, pemainnya hilang semua. Di musim ini, ada PSM Makassar, kita tahu ceritanya, tidak terbayar gajinya (pemain),” ujarnya.
Candra lalu menitikberatkan bahwa klub harus mengelola keuangan dengan baik. “Paling bagus (klub berpikir) realistis. Kalau gak mampu ke sana (membayar mahal kontrak pemain), gak usah tinggi-tinggi (menentukan harga kontrak),” tambahnya.
Peran APPI dan Regulasi Finansial
Senin (11/12), redaksi Panditfootball berkorespondensi dengan CEO Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI), Hardika Aji, untuk mendiskusikan isu finansial ini. Menurut Aji, melabeli nilai kontrak pesepakbola mahal atau murah masih rancu, karena penilaian memang subjektif bergantung kesepakatan antarpihak yang membuat kontrak. Apalagi federasi belum pernah menerbitkan regulasi yang mengatur perkara tersebut. Tanpa regulasi, urgensi transparansi keuangan klub pun menjadi dilema.
“Jangan berpatokan dengan klub di luar yang mungkin sudah IPO (Initial Public Offering) sehingga bisa memublikasikan nilai kontrak pemain, karena beberapa klub di luar (negeri) sudah IPO atau pemegang sahamnya ialah publik atau suporter,” jelas Aji,
IPO atau penawaran umum perdana merupakan upaya sebuah perusahaan menjadi terbuka, yang berarti sahamnya dapat dibeli publik. Pasal 1 dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 1995 adalah landasan hukum Indonesia yang mengatur perusahaan dengan IPO wajib memublikasikan transparansi keuangan. Dalam konteks klub sepakbola sebagai perseroan terbatas, selama bukan IPO, maka tidak dibebani kewajiban tersebut. Transparansi keuangan klub mungkin baru sebatas kepada pengelola liga dan federasi, untuk melihat kesehatan finansialnya.
Tentunya solusi dari permasalahan ini adalah memberlakukan salary cap, atau regulasi mengenai gaji, yang bertujuan menyamaratakan semua klub dalam suatu liga. Artinya tidak ada klub yang menjadi superior hanya karena lebih kaya dibandingkan pesaingnya, sehingga sumber daya unggul berkumpul di klub tersebut. Dengan penetapan salary cap, kemampuan finansial semua klub setara dan persaingan dalam liga pun sehat.
Menurut Aji ada dua hal yang perlu diperhatikan jika hendak memberlakukan salary cap. Pertama, perhatikan juga batas bawah gaji pemain di samping menentukan batas atas. Pasalnya, masih banyak pesepakbola profesional Indonesia di Liga 2 yang dihargai ratusan ribu rupiah saja perbulannya. Kedua, hentikan manipulasi yang mengakali regulasi.
“Jangan sampai ada ‘praktek bawah meja’ lagi. Perlu dipelototin lah, perlu diawasi lebih lanjut. Jangan sampai ada salary cap tapi tetap ada praktek-praktek yang dilakukan di bawah meja,” ujar Aji mewanti-wanti potensi penyiasatan yang kerap kali terjadi.
Sebagai asosiasi yang menaungi dan melindungi hak-hak pemain, APPI memang menyediakan wadah untuk membantu menyuarakan masalah keterlambatan gaji. Selama pemain memberikan surat kuasa, APPI dapat bertindak sebagai perwakilan pemain, baik perorangan maupun kelompok.
“Kami bisa menjadi pihak yang bernegosiasi, berkomunikasi, bahkan mewakili secara hukum pemain-pemain tersebut. Kami dapat memberikan respon mengenai strategi atau langkah penagihan hutang, ataupun korespondensi ke pihak-pihak terkait. Jadi kami bisa berkuasa penuh kalau ada laporan,” terang Aji kepada redaksi Panditfootball.
Ketika ditanyai tentang kasus PSM Makassar, Aji menjawab bahwa belum ada laporan resmi. Pemain PSM yang menghubungi APPI, baru sebatas bercerita dan meminta nasihat terkait kasus mereka. Oleh karena itu, APPI belum mengeluarkan rilis resmi, karena pengaduan para pemain Juku Eja sifatnya sekadar informasi. Dengan kata lain, tanpa surat kuasa, APPI tidak bisa melakukan tindakan hukum.
Aji juga berpendapat bahwa perencanaan finansial adalah hal paling utama bagi klub mengelola gaji pesepakbola dan staf lainnya. Seharusnya masalah keterlambatan gaji tidak terjadi apabila sejak awal klub mengatur keuangannya dengan baik, sehingga tidak ada premis kontrak pemain yang terlalu mahal.
“Kalau sudah ada kontrak semua butuh komitmen. Bagaimanapun perlu dicari penyelesaian. Dari awal tidak mampu, sesuaikan (dengan kondisi klub) dari awal,” kata Aji menegaskan.
Rata-rata laporan pemain kepada APPI yang kemudian diproses secara hukum, merupakan tuntutan dari kontrak yang sah. Biasanya kasus yang datang berupa pelanggaran kesepakatan gaji, keterlambatan pembayaran, terminasi kontrak sepihak, dan masalah cedera yang tidak ditangani klub. Seandainya kasus yang dilaporkan bersumber dari “pemain nakal” yang berupaya mengakali kontrak, misalnya ingin pindah tim supaya gajinya lebih besar, maka APPI tidak membenarkan tindakan tersebut.
Dilansir dari rilis APPI di web resminya per 8 September 2023, tujuh klub Liga 2 belum melunasi pembayaran gaji. Laporan dengan nominal terbesar datang dari 16 pemain Persikab Bandung, yaitu senilai Rp1,3 Miliar.
Aji menambahkan APPI dapat terlibat dalam penilaian apakah gaji pemain terlalu besar ataupun kecil, apabila pihak PSSI melibatkan APPI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) untuk merancang collective bargaining agreement (CBA), yaitu perjanjian hitam di atas putih mengenai ketentuan kerja antara klub dan pemain. Sekali lagi, selama federasi tidak menerbitkan regulasi, masalah nominal gaji akan selalu bersifat subjektif.
Masalah keuangan yang harus diselesaikan juga tidak hanya soal keterlambatan gaji. Masalah ketimpangan pun perlu menjadi perhatian PSSI. Laporan yang pernah diterima APPI, merentang dari pemain yang dibayar ratusan ribu rupiah saja, hingga pemain bernilai kontrak ratusan juta rupiah perbulan.
“Cukup jomplang memang. Itulah mengapa ketika orang ngomongin batas atas (gaji pemain), harus ada batas bawah untuk (meningkatkan gaji pemain) yang ratusan ribu (supaya menerima upah yang layak),” tutup Aji.
Komentar